Sudah tujuh puluh tujuh tahun negara kita merdeka, perjuangan kemerdekaan ini diraih oleh para pahlawan baik laki-laki maupun perempuan. Namun apakah seluruh rakyat Indonesia sudah merasakan kemerdekaan, terutama pada kaum perempuan? Jawabannya tentu tidak, karena data menunjukan bahwa keadaan perempuan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dalam hal seperti pendidikan, ekonomi, hingga politik kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Kata merdeka memiliki makna luas dan arti yang beragam bagi kaum perempuan. Merdeka bukan hanya kebebasan dari penjajah, tetapi kebebasan untuk memperjuangkan haknya tanpa takut adanya ancaman maupun diskriminasi. Sejak dahulu hingga saat ini kebebasan bagi kaum perempuan selalu dibatasi, terlebih lagi pada budaya patriarki yang telah banyak merugikan pihak perempuan.
Rendahnya sistem perlindungan dari pemerintah dan lemahnya hukum bagi perempuan membuat kaum perempuan kesulitan untuk memerdekakan dirinya. Kemajuan teknologi saat ini juga menjadi pemicu peningkatan kasus pada perempuan melalui media online. Akibat dari kasus tersebut banyak perempuan yang tidak percaya diri, mendapat tekanan batin dan kerusakan mental.
Jika dilihat dari keadaan saat ini, memang sudah jauh lebih maju dari zaman Kartini dahulu. Tetapi, faktanya perempuan masih menjadi sasaran objek seksual dan kekerasan. Bisa dilihat dari maraknya kasus pelecehan seksual dan kekerasan yang terus meningkat di Indonesia.Tidak hanya terjadi pada perempuan dewasa, pelecehan seksual dan kekerasan mengintai perempuan dibawah umur dan perempuan disabilitas.
Dari kasus tersebut menandai bahwasanya tubuh perempuan hanya sebagai objek kepuasan bagi kaum laki-laki. Perempuan yang suka keluar malam dan berpakaian terbuka masih menjadi penyebab pelecehan terjadi. Anggapan tersebut membuat kasus kekerasan dan pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan kesalahan perempuan itu sendiri.
Di era modern saat ini masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa memiliki anak perempuan dianggap sebagai beban. bahkan tak sedikit anak perempuan di usia yang terbilang muda terutama di pedesaan sudah dinikahkan dengan laki-laki yang tidak seusianya. Hal tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan sehingga menjadi jalan pintas untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.
Berkebalikan dengan anak laki-laki, ketika mendapati kondisi tersebut sudah pasti anak laki-laki disarankan oleh orang tuanya untuk bekerja bukan menikah. Diskriminasi gender yang terjadi akhirnya berimbas pada kurangnya angka partisipasi perempuan dalam hal pendidikan. Keadaan tersebut karena masih kuatnya kebudayaan patriarki.
Dilansir dari kekerasan.kemenpppa.go.id 79.6% kekerasan pada perempuan ditahun 2022. Pada artikel nasional.tempo.co dari awal tahun januari sampai pertengahan tahun bulan juli tercatat 12 kasus kekerasan yang terjadi pada dikawasan sekolah. Korbannya mencapai 69% pada anak perempuan. Pada tahun 2020 konde.co mencatat 3.602 kasus kekereasan pada perempuan, sekitar 58% adalah kekerasan seksual, yaitu 531 kasus, pemerkosaan 715 kasus. dan pelecehan seksual 520 kasus, persetubuhan 176 kasus dan sementara itu sisanya adalah percobaan dan persetubuhan. Dari beberapa artikel tersebut bisa kita ketahui bahwa angka kekerasan pada perempuan selalu bertambah setiap tahunnya.
Memang benar adanya bahwa kemerdekaan hanya untuk negara ini tetapi tidak dengan kaum perempuannya. Walaupun sudah banyak perlindungan yang mengatasnamakan perempuan, tetapi hal tersebut tidak menurunkan angka pelecehan seksual dan kekerasan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H