Masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, dimulai pada tahun 1966 di tengah kondisi negara yang dilanda berbagai permasalahan pelik. Indonesia saat itu berada dalam situasi yang sangat genting, ditandai dengan krisis ekonomi yang parah, polarisasi politik yang tajam, serta gejolak sosial yang merupakan dampak dari pemerintahan sebelumnya. Kondisi ini menciptakan ketidakstabilan di hampir seluruh sendi kehidupan bebangsa dan bernegara.
Â
Di tengah situasi yang demikian kompleks, tampilnya Soeharto sebagai pemimpin baru membawa secercah harapan bagi Sebagian besar masyarakat. Pergantian kepemimpinan ini tidak hanya sekadar perubahan figure di pucuk kekuasaan, tetapi juga dimaknasi sebagai momentum untuk melakukan perubahan mendasar di berbagai bidang. Antusiasme terhadap hadirnya Orde Baru terlihat jelas di berbagai lapisan masyarakat, termasuk pers.Â
Â
Hadirnya rezim Orde Baru disambut degan optimisme oleh kalangan pers. Mereka memiliki harapan besar agar nantinya pemerintahan baru ini akan membawa angin segar bagi kebebasan pers dan memberikan ruang yang lebih luas bagi media untuk menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi. Harapan ini didasari keyakinan bahwa pemerintahan yang dipimpin Soeharto akan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dan membawa Indonesia menuju era baru yang lebih baik, di mana kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk melalui media massa dapat dijamin. Dengan kata lain, perubahan kepemimpinan ini dilihat sebagai peluang untuk membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis dan berkeadilan.
Â
Kepemimpinan Presiden Soeharto di awal era Orde Baru ditandai dengan upaya sistematis untuk menata kembali struktur dan orientasi pemerintahan. Proses ini berlangsung antara tahun 1966 hingga 1974, difokuskan pada konsolidasi ideologi kepemimpinan yang baru dan penyelesaian berbagai permasalahan yang diwariskan dari periode sebelumnya. Salah satu langkah penting dalam proses konsolidasi ini adalah penataan aliansi di dalam tubuh pemerintahan.
Â
Penataan aliansi ini bukan sekedar pergantian personel di posisi-posisi strategis, melainkan sebuah strategi yang dirancang untuk membangun citra dan legitimasi kekuasaan Soeharto. Tujuannya adalah untuk mengkomunikasikan kepada publik, baik di dalam maupun di luar negeri, bahwa Soeharto tampil sebagai kekuatan politik yang mandiri dan solid. Hal ini penting untuk membedakan dirinya dari konteks sebelumnya, dimana ia lebih dikenal sebagai bagian dari kekuatan militer. Dengan kata lain, Soeharto berupaya melepaskan diri dari bayang-bayang militer dan membangun basis kekuasaan sipil yang kuat dan terorganisir.Â
Â
Selain upaya konsolidasi kekuasaan di internal pemerintahan, rezim Orde Baru juga secara bersamaan melaksanakan program pembangunan yang diiringi dengan penanaman ideologi khas mereka. Pemerintah mulai gencar melakukan propaganda yang menekankan nilai-nilai modernisasi dan pengembangan ideologi pembangunan. Dalam konteks ini, salah satu tokoh intelektual yang memiliki kedekatan dengan Presiden Soeharto, yaitu Mayor Jenderal Ali Moertopo, memainkan peran penting dalam menyebar luaskan pemahaman mengenai konsep pembangunan nasional versi Orde Baru.