Mohon tunggu...
Abdul Rahim Sitorus
Abdul Rahim Sitorus Mohon Tunggu... -

Abdul Rahim Sitorus\r\nTanjung Balai, 1 Nopember 1965.\r\nAdvokat & Konsultan Bantuan Hukum TKI\r\nKordinator Advokasi Pusat Sumber Daya Buruh Migran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

TKI PRT Secara Perseorangan Tanpa Melalui PJTKI

13 Desember 2011   04:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:24 2465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Tanggal 13 Oktober 2010 Menakertrans Muhaimin Iskandar telah menerbitkan peraturan baru berupa Peraturan Menakertrans Nomor PER.14/MEN/X/2010 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI. Salah satu isinya yang sangat penting dicermati adalah menyangkut tentang ketentuan "TKI YANG BEKERJA SECARA PERSEORANGAN" seperti tercantum pada Bab X Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010. Masalahnya adalah : 1. Siapakah yang dibenarkan menjadi TKI mandiri atau BMI secara perseorangan ? Apakah BMI PRT sektor informal yang bekerja pada pengguna perseorangan dibolehkan bekerja secara perseorangan tanpa melalui PJTKI ? 2. Apakah persyaratan untuk menjadi BMI PRT yang akan bekerja secara perseorangan tanpa melalui PJTKI ? A. BMI Informal (PRT) Secara Perseorangan Tanpa Melalui PJTKI Pasal 52 ayat (1) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 berbunyi : (1) Untuk dapat bekerja secara perseorangan calon TKI harus mengajukan permohonan kepada BNP2TKI guna mendapatkan KTKLN dengan melampirkan persyaratan memiliki : a. bukti pemintaan calling visa dari pengguna TKI; b. perjanjian kerja yang telah ditanda tangani oleh pengguna dan TKI. (2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), telah terpenuhi, BNP2TKI menerbitkan KTKLN dalam waktu 1 (satu) hari kerja. (3) TKI perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melapor pada dinas kabupaten/kota dan perwakilan Republik Indonesia di negara penempatan. Lihat :http://www.nakertrans.go.id/uploads/doc/perundangan/18286848344cbfba07dcd8d.pdf Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 di atas nampaknya dimaksudkan sebagai aturan pelaksana dari Bab XIV "Ketentuan Lain-Lain" UU No. 39 Tahun 2004 (UU PPTKILN) yang mengatur tentang hak BMI untuk bekerja di luar negeri secara mandiri atau secara perseorangan tanpa harus menggunakan jasa komersial PJTKI dan/atau Agensi Asing (Mitra Usaha). Dengan kata lain Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 itu mengatur tentang hak BMI untuk dapat bekerja secara perseorangan di luar negeri tanpa melalui PJTKI. Meski Bab XIV "Ketentuan Lain-Lain" UU PPTKILN yang terdiri dari Pasal 105 dan Pasal 106 tidak ada memberikan perintah tegas kepada Menakertrans agar mengatur lebih lanjut dengan membuat peraturan pelaksana menyangkut penempatan BMI secara perseorangan tanpa melalui PJTKI, namun dapat dipahami bahwa isi substansi Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 itu adalah tidak bertentangan dengan substansi Bab XIV "Ketentuan Lain-Lain" UU PPTKILN. Karena itu Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 yang mengatur tentang "TKI YANG BEKERJA SECARA PERSEORANGAN" boleh dibilang sebagai aturan kebijakan (beleidsregels/police rules) yang sah secara hukum. Berdasarkan aturan Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 yang dikeluarkan Menakertrans Muhaimin Iskandar tersebut di atas jelas bahwa "setiap Calon TKI" dapat bekerja di luar negeri secara perseorangan tanpa harus melalui PJTKI. Pengertian "setiap Calon TKI" adalah bersifat umum, tanpa membatasi atau membeda-bedakan antara TKI sektor informal, seperti BMI PRT, dengan TKI sektor formal. Tegasnya, BMI PRT dapat bekerja di luar negeri secara perseorangan tanpa harus menggunakan jasa komersial PJTKI. Dengan kata lain untuk menjadi BMI PRT secara resmi (legal) tidak harus melalui PJTKI dan atau Agensi Asing. Aturan baru di atas adalah berbeda atau bertolak belakang dengan ketentuan lama yang mewajibkan BMI PRT melalui PJTKI dan melarang BMI PRT bekerja secara persorangan di luar negeri. Yang dijadikan dasar hukum pembenar untuk memaksa BMI PRT yang bekerja pada majikan atau pengguna perseorangan harus memakai jasa komersial PJTKI adalah Peraturan Menakertrans No 22 Tahun 2008 Pasal 42 ayat (2) huruf b yang isinya sama dengan Pasal 49 ayat (1) huruf b Permenakertrans No. 18 Tahun 2007 dan bahkan juga sama dengan Kepmenakertrans No. 104 A tahun 2002 Pasal 74. Semua pasal-pasal yang dikeluarkan oleh Menakertrans yang sebelumnya itu sama serupa memaksa BMI PRT dalam Kendali Alokasi atau TKI yang bekerja dengan majikan perorangan harus melalui PJTKI dan atau Agensi Asing. Ketentuan lama dilandaskan pada Pasal 42 ayat (2) huruf b Permenakertrans No. 8 Tahun 2008 menyatakan bahwa TKI / BMI yang bekerja secara perseorangan harus memiliki bukti permintaan dari "pengguna yang bukan perseorangan". Yang dimaksud "pengguna perseorangan" sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UU PPTKILN adalah orang perseorangan yang mempekerjakan BMI pada pekerjaan-pekerjaan yang biasa disebut sektor informal antara lain sebagai penata laksana rumah tangga (PRT), pengasuh bayi atau perawat manusia lanjut, pengemudi dan tukang kebun / taman. Aturan baru Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 secara tegas tidak ada lagi mencantumkan syarat menjadi TKI / BMI mandiri harus menunjukkan bukti permintaan dari pengguna yang bukan perseorangan. Dengan begitu TKI / BMI yang bekerja pada majikan perseorangan, seperti PRT, adalah dibenarkan bekerja di luar negeri secara perseorangan tanpa melalui PJTKI atau Agensi Asing. TKI atau BMI yang bekerja sebagai PRT tidak ada lagi paksaan menggunakan jasa PJTKI dan/atau Agensi Asing di negara penempatan. Ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf b Permenakertrans No. 8 Tahun 2008 yang melarang BMI informal seperti PRT bekerja secara perseorangan tanpa melalui PJTKI sesungguhnya bersifat melawan hukum karena bertentangan dengan Bab XIV "Ketentuan Lain-Lain" UU No. 39 Tahun 2004 (UU PPTKILN) yang membenarkan setiap TKI / BMI secara umum, tanpa membedakan sektor formal atau informal, untuk bekerja di luar negeri secara mandiri atau secara perseorangan tanpa harus menggunakan jasa komersial PJTKI dan/atau Agensi Asing. Di samping itu tindakan mewajibkan atau memaksa setiap setiap calon BMI / BMI PRT menggunakan jasa komersial PJTKI / Agensi Asing hakikatnya adalah pelarangan atau pembatasan pemenuhan hak atas pekerjaan di luar negeri yang menjadi hak asasi manusia dan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Karena itu aturan lama yang melarang kontrak BMI Mandiri adalah tergolong perbuatan melanggar HAM hak atas pekerjaan daripada WNI, dan melawan hukum karena bukan hanya menentang konstitusi Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, juga melanggar ketentuan Pasal 38 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta melawan aturan Pasal 105, Pasal 106 jo Pasal 7 dan Pasal 83 UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN). B. Persyaratan BMI PRT Perseorangan Tanpa Melalui PJTKI Syarat untuk menjadi TKI / BMI yang bekerja secara perseorangan tanpa melalui PJTKI seperti termaktub dalam Pasal 52 ayat (1) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 itu hanya ada dua yaitu : 1. punya calling visa; dan 2. Surat Perjanjian Kerja yg telah ditanda tangani pengguna / majikan. Berdasarkan keumuman Pasal 52 ayat (1) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 itu, maka dapat pula dipahami bahwa untuk menjadi BMI PRT, sama halnya dengan TKI sektor formal yang lain, cukup hanya memenuhi dua persyaratan tersebut di atas. Selanjutnya Pasal 52 ayat (2) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 menyebutkan : "Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, BNP2TKI menerbitkan KTKLN dalam waktu 1 (satu) hari kerja." Dengan terpenuhinya dua macam persyaratan itu Calon TKI / BMI (PRT) mengajukan permohonan kepada BNP2TKI atau Kantor BP3TKI setempat untuk mendapatkan KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri) secara gratis. Persyaratan memperoleh KTKLN bagi BMI (PRT) Perseorangan sebagaimana diatur Pasal 52 ayat (2) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 adalah berlainan dengan persyaratan mendapatkan KTKLN bagi BMI (PRT) yang menggunakan jasa komersial PJTKI seperti dimaksud Pasal 40 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010. Jadi jelas bahwa ada perbedaan persyaratan mendapatkan KTKLN antara TKI / BMI Perseorangan dengan TKI / BMI yang menggunakan Jasa PJTKI. Kalau persyaratan KTKLN untuk BMI PRT perseorangan merujuk pada Pasal 52 ayat (2) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010, sedang syarat KTKLN untuk BMI melalui PJTKI diatur berdasarkan Pasal 40 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010. Dengan demikian sejak tanggal 13 Oktober 2010 Menakertrans Muhaimin Iskandar telah menorehkan tinta emas dengan mencabut aturan yang memaksa BMI PRT memakai jasa komersial PJTKI dalam memenuhi hak atas pekerjaan di luar negeri yang merupakan hak asasi manusia dan hak asasi setiap Warga Negara Indonesia. Namun, apakah Menakertrans Muhaimin Iskandar mampu berjaya menghapus "kutukan" pelanggaran hak BMI PRT oleh para pendahulunya ? Wallahu a'lam bi ash- shawab. Yogyakarta, 5 Nopember 2010 Abdul Rahim Sitorus Advokat KAI Paralegal Pendamping Khusus TKI YLBHI - LBH Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun