Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat telah menerbitkan Peraturan Kepala BNP2TKI NOMOR PER.04/KA/V/2011 tentang Petunjuk Teknis Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja SecaraPerseorangan tertanggal 26 Mei 2011. http://www.bnp2tki.go.id/peraturan-ka-bnp2tki-mainmenu-175/4668-peraturan-kepala-bnp2tki-nomor-per04kav2011.html
Lampiran I Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI NOMOR PER.04/KA/V/2011 tentang Petunjuk Teknis Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja SecaraPerseoranganberbunyi : “Calon TKI Perseorangan tidak dibenarkan bekerja pada pengguna perorangan atau rumah tangga tetapi bekerja pada pengguna berbadan hukum.”http://www.bnp2tki.go.id/peraturan-ka-bnp2tki-mainmenu-175/4668-peraturan-kepala-bnp2tki-nomor-per04kav2011.html
Materi muatan Peraturan Kepala BNP2TKI (Peraturan a quo) tersebut di atas memicu persoalan khusus bagi Calon TKI / TKI Pekerja Rumah Tangga alias BMI PRT. “Apakah BMI PRT dapat bekerja di luar negeri secara perseorangan / mandiri langsung dengan pihak majikan tanpa menggunakan jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing?” Dengan ungkapan lain : “Apakah BMI PRT dapat bekerja melalui proses penempatan secara perseorangan / mandiri ?” Apakah BMI PRT dapat melakukan kontrak mandiri ?
Berdasarkan Peraturan Kepala BNP2TKI a quo di atas jelaslah bahwa setiap BMI PRT yang akan ditempatkan pada majikan perseorangan atau pengguna rumah tangga adalah tidak dibenarkan bekerja secara perseorangan tanpa memakai jasa komersial PJTKI dan atau gensi asing. Karena itu penempatan BMI PRT wajib menggunakan jasa komersial PJTKI / Agensi Asing. Dengan kata lain, BMI PRT tidak boleh atau dilarang melakukan kontrak mandiri.
Larangan kontrak mandiri bagi BMI PRT yang ditetapkan oleh Kepala BNP2TKI adalah seiring sejalan dengan kebijakan tak tertulis KJRI Hong Kong sejak awal tahun 2010 lalu.
Tulisan berikut ini merupakan pembelaan terhadap hak2 kawan2 BMI PRT khususnya yang bekerja di Hong Kong dan Taiwan yang terus menerus menuntut dan memerjuangkan agar larangan kontrak mandiri dicabut.
BMI PRT Melawan BNP2TKI
Pengajuan Keberatan Hak Uji Materiil (judicial review) terhadap ketentuan Lampiran I Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI NOMOR PER.04/KA/V/2011 tentang Petunjuk Teknis Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja SecaraPerseorangan.
Kawan-kawan BMI atau Organisasi BMI dapat melakukan upaya hukum pengajuan keberatan Hak Uji Materiil (judicial review) terhadap Lampiran I Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI NOMOR PER.04/KA/V/2011 tentang Petunjuk Teknis Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja SecaraPerseorangan. http://www.bnp2tki.go.id/peraturan-ka-bnp2tki-mainmenu-175/4668-peraturan-kepala-bnp2tki-nomor-per04kav2011.html
Yang dimohon kepada Mahkamah Agung (MA) agar dinyatakan batal demi hukum, tidak sah dan tidak berlaku adalah ketentuanLampiran I Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 yang berbunyi : “Calon TKI Perseorangan tidak dibenarkan bekerja pada pengguna perorangan atau rumah tangga tetapi bekerja pada pengguna berbadan hukum.” Aturan kebijakan ini merupakan tindakan “penyalahgunaan wewenang” (detournement de pouvoir) oleh Kepala BNP2TKI.
Dalil atau alasan hukum pengajuan judicial review dapat diuji dari 3 (tiga) aspek. Yaitu, pertama, aspek pembentukan Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011. Kedua, aspek pertentangan materi Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 dengan materi aturan Pasal 105, Pasal 106, Pasal 7 huruf a UU PPTKI junto Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010. Ketiga, pemberlakuan ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 yang merupakan larangan kontrak mandiri bagi TKI atau BMI PRT adalah mengakibatkan kerugian bagi BMI PRT.
Jadi, kawan-kawan BMI baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dengan Organisasi BMI dapat melawan Kepala BNP2TKI dengan mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung (MA) terhadap ketentuanBab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011. Tujuannyaagar, pertama, ketentuanBab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 (Peraturan a quo) dinyatakan batal demi hukum karena Kepala BNP2TKI tidak berwenang mengeluarkan Peraturan a quo tersebut. Kedua, Peraturan Kepala BNP2TKI a quo bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Ketiga, peraturan Kepala BNP2TKI a quo menimbulkan kerugian nyata bagi BMI PRT di Hong Kong dan Taiwan.
Pembahasan Pertama, Aspek Pembentukan Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja SecaraPerseorangan.
Sebagai petunjuk teknis tentang penempatan TKI perseorangan, maka ketentuanBab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 itu mestinya hanya bersifat menjabarkan saja dan bukan membuat atau menambahi aturan hukum yang sudah ditetapkan oleh Pasal 105 dan Pasal 106 jo Pasal 7 huruf a UU PPTKI junto Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010. Tapi nyatanya ada ketentuanbaru atau “aturan baru” yang justru menyalahi, meyimpang atau bertentangan dengan UU PPTKI junto Permenakertrans tentang aturan penempatan TKI perseorangan. Tegasnya, Kepala BNP2TKI buat aturan (beleids regel) baru bahwa penempatan TKI perseorangan hanya dibolehkan pada “pengguna berbadan hukum”.Dengan kata lain, menurut Kepala BNP2TKI penempatan TKI perseorangan tidak dibenarkan pada “pengguna atau majikan perseorangan”. Sedangkan Pasal 105 dan Pasal 106 jo Pasal 7 huruf a UU PPTKI junto Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 tidak ada membatasi dan tidak ada mengharuskan penempatan TKI Perseorangan hanya pada “pengguna badan hukum”.
Dengan begitu secara hukum Kepala BNP2TKI sudah melampaui kewenangannya atau sudah menyalahgunakan kekuasaannya. Sebab, BNP2TKI hanyalah berfungsi sebagai “pelaksana kebijakan” bidang penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 95 ayat (1) UU PPTKI. Tegasnya, Kepala BNP2TKI adalah pejabat “pelaksana kebijakan” dan bukan “pembuat kebijakan” atau bukan pejabat yang berwenang mengeluarkan peraturan. Karena itu dapat dipastikan bahwa Kepala BNP2TKIbukanlah pejabat yang berwenang menerbitkan kebijakan regulasi atau aturan kebijakan (beleids regel) pelaksana tentang penempatan dan perlindungan TKI.
Bahwa menurut ketentuan UU No. 12 TAHUN 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang—Undangan, Pasal 5 huruf (b), dan penjelasannya, telah diatur bahwa setiap jenis PeraturanPerundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara ataupejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yangberwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapatdibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat olehlembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
Oleh karena itu Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 itu harus batal demi hukum sebab bertentangan dengan UU No. 12 TAHUN 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang—Undangan Pasal 5 huruf (b) dan penjelasannya dan juga bertentangan dengan Pasal 95 ayat (1) UU PPTKI. Sebab, Kepala BNP2TKIbukanlah pejabat yang berwenang menerbitkan kebijakan regulasi atau aturan pelaksana tentang penempatan dan perlindungan TKI.
Masalahnya adalah Kepala BNP2TKI yang justru tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku dan malah membuat kebijakan yang tetap memaksa BMI PRT yang perpanjang kontrak menggunakan jasa Agensi Asing. Dengan kata lain Kepala BNP2TKI tetap memakai Permenakertrans lama yang sejatinya melanggar Pasal 105 UU PPTKI serta menentang kebijakan Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Muhaimin Iskandar.
Kedua, Aspek pertentangan materi Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 dengan materi aturan Pasal 105, Pasal 106, Pasal 7 huruf a UU PPTKI dan Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010.
Bahwa materi ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas bertentangan dengan materi aturan Pasal 105 dan Pasal 106 jo Pasal 7 huruf a UU PPTKI dan Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 yang secara tegas membolehkan kontrak mandiri atau penempatan perseorangan bagi TKI / BMI secara umum, baik TKI sektor formal yang bekerja pada pengguna berbadan hukum maupun sektor informal seperti PRT yang bekerja pada pengguna perseorangan.
Pengertian TKI dalam rumusan Bab XIV Ketentuan Lain-Lain UU PPTKILN yang memuat Pasal 105 dan Pasal 106 adalah bersifat umum dan terang benderang tidak memilah dan membedakan antara profesi TKI formal yang bekerja pada PENGGUNA BERBADAN HUKUM maupun TKI informal yang bekerja PENGGUNA PERSEORANGAN seperti profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Artinya, berdasarkan Bab XIV Ketentuan Lain-Lain UU PPTKILN, maka TKI PRT juga berhak menjadi TKI secara perseorangan tanpa harus menggunakan jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing yang berwatak loba dan tamak. Tegasnya, UU PPTKI tidak ada mewajibkan dan tidak ada memaksa TKI atau BMI PRT untuk memakai jasa komersial PJTKI/Agensi Asing yang berwatak loba dan tamak untuk bekerja di luar negeri. Dengan ungkapan lain, tak ada larangan bagi BMI PRT untuk melakukan kontrak mandiri bekerja di luar negeri secara perseorangan dan tak ada pula paksaan atau kewajiban BMI PRT menggunakan jasa komersial PJTKI / Agensi Asing.
Setelah terbit Pasal 52 Peraturan Menakertrans No. 14 Tahun 2010 jelas bahwa “setiap Calon TKI / TKI” dapat bekerja di luar negeri secara perseorangan tanpa harus melalui PJTKI/ Agensi Asing. Pengertian “setiap Calon TKI / TKI” dalam Pasal 52 Peraturan Menakertrans No. 14 Tahun 2010 adalah bersifat umum, tanpa membatasi atau membeda-bedakan antara TKI sektor informal seperti PRT dengan TKI sektor formal. Jelas dalam Pasal 52 Peraturan Menakertrans No. 14 Tahun 2010 juga TIDAK ADA mencantumkan bahwa penempatan TKI Perseoranganadalah harus pada “pengguna berbadan hukum”. Dan TIDAK ADA pula termaktub dalam Pasal 52 Peraturan Menakertrans No. 14 Tahun 2010 bahwa syarat TKI Perseorangan harus bekerja pada “pengguna yang bukan perseorangan” seperti halnya ketentuan (lama) Pasal 42 ayat (2) huruf b Permenakertrans No. 22 Tahun 2008.
Jadi materi muatan Pasal 105 UU PPTKI dan Pasal 52 Peraturan Menakertrans No. 14 Tahun 2010 keduanya sama-sama merumuskan pengertian Calon TKI / TKI secara umum tanpa membeda-bedakan TKI sektor formal dengan TKI sektor informal (sepert PRT). Dan tidak ada pula menentukan bahwa TKI Perseorangan harus bekerja pada “pengguna berbadan hukum” atau “pengguna bukan perseorangan”. Dengan begitumenurut UU PPTKI dan Peraturan Menakertrans sebagai aturan hukum yang berlaku saat ini teramat jelas bahwa untuk menjadi BMI PRT secara resmi (legal) tidak harus melalui PJTKI dan atau Agensi Asing. Tegasnya, TKI atau BMI PRT dapat bekerja di luar negeri secara perseorangan tanpa harus menggunakan jasa komersial PJTKI / Agensi Asing.
Adapun materi ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 berbunyi : “Calon TKI Perseorangan tidak dibenarkan bekerja pada pengguna perorangan atau rumah tangga tetapi bekerja pada pengguna berbadan hukum.” Artinya, Peraturan a quo adalah membatasi pengertian umum Calon TKI / TKI Perseorangan hanya pada pengertian TKI sektor formal yang bekerja pada “pengguna berbadan hukum” saja. Sangat tegas bunyi Peraturan a quo tidak membenarkan atau melarang TKI atau BMI PRT untuk bekerja secara perseorangan /mandiri. Kepala BNP2TKI mewajibkan atau memaksa BMI PRT menggunakan jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing. Dengan ungkapan lain BMI PRT dilarang kontrak mandiri.
Dengan begitu jelaslah bahwa materi muatan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 adalah bertentangan dengan materi aturan Pasal 105, Pasal 106, Pasal 7 huruf a UU PPTKI dan Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010.
Bahwa menurut ketentuan UU No. 12 TAHUN 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang—Undangan, Pasal 7 ayat (2), dan penjelasannya, setiap Peraturan Perundang-undanganyang lebih rendahtidak boleh bertentangan dengan PeraturanPerundang-undangan yang lebih tinggi.
Konsekuensinya, ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No. 4 Tahun 2011 yangbertentangan denganmateri aturan Pasal 105, Pasal 106, Pasal 7 huruf a UU PPTKI dan Pasal 52 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 adalah tidak punya kekuatan hukum mengikat sehingga harus dinyatakan tidak sah dan tidak berlakukarena melanggar UU No. 12 TAHUN 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang—Undangan Pasal 7 ayat (2), beserta penjelasannya.
Ketiga, Aspek Kerugian BMI / TKI.
Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas yang memaksa TKI PRT memakai jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing jelas menyebabkan biaya tinggi yang merugikan BMI / TKI dan atau pihak pengguna/majikan. Hal ini terang benderang bertentangan dengan prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman seperti dimaksud Alinea ke - 4 Penjelasan Umum UU PPTKI.
Di samping menimbulkan biaya tinggi berupa pemotongan gaji selama 1 hingga 5 bulan, BMI PRT yang dipaksa memakai jasa Agensi Asing juga mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak seperti dokumen paspor ditahan oleh pihak Agensi Asing
Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas yang memaksa TKI PRT memakai jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing jelas menyebabkan biaya tinggi yang merugikan BMI / TKI dan atau pihak pengguna/majikan, sejatinya adalah melanggar HAM, melawan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.
Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas yang memaksa TKI PRT memakai jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing adalah tergolong perbuatan melawan hukum penguasa dengan cara sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan.
Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas yang memaksa TKI PRT memakai jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing adalah melanggar kebebasan untuk tidak dipaksa memperkaya atau menguntungkan pihak lain dan berhak atas seperti dimaksud Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 jo Penjelasan Pasal 74 UU HAM.
Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas yang memaksa TKI PRT memakai jasa komersial PJTKI dan atau Agensi Asing adalah bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28I ayat (4), dan Pasal 28J ayat (2), maka konsekuensinya ketentuan Ketentuan Bab II angka 2 Peraturan Kepala BNP2TKI No.04 Tahun 2011 tersebut di atas tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan batal demi hukum.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya Peraturan Kepala BNP2TKI a quo baik dari aspek pembentukannya maupun aspek materinya adalah harus batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga merupakan peraturan yang tidak sah dan tidak berlaku umum.
Pada akhirnya kita berharap agar Yang Terhormat Kepala BNP2TKI Bapak Jumhur Hidayat mencabut sendiri Peraturan a quo (spontane vernietiging) untuk menghindari ketidak-pastian hukum yang berdampak menyengsarakan kawan2 BMI PRT di Hong Kong, Taiwan atau di negara penempatan lainnya.
Yogyakarta, 07 Januari 2012
Abdul Rahim Sitorus
Advokat – Kongres Advokat Indonesia (KAI)
Pekerja Bantuan Hukum YLBHI – LBH Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H