Mohon tunggu...
rahima rahim
rahima rahim Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu dan seorang PNS yang sedang bertugas belajar di Universitas Al Azhar, Cairo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebaran dan berkah Ramadhan

14 September 2010   04:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:15 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Lebaran di Cairo

Lebaran di Cairo, ada dua versi. Versi untuk orang Mesir, dan versinya masyarakat di Indonesia yang ada di Mesir.

Untuk versi Mesir, sejak kedatangan saya pertama sekali ke Cairo, yaitu di September 1989, kondisi Mesir untuk lebaran Idul Fitri cenderung biasa saja. Namun tetap ada kue lebarannya, dan silaturrahminyapun ada juga, namun yang mudik kampung jarang, sebab lebaran Idul Fitri, lebih dimaknai adalah masa bulan suci Ramadhannya, masa beribadah, muhasabah diri dan masa-masa mendalami lagi AlQuranulkarim. .

Sampai hari terakhir menjelang lebaranpun, shalat malam justru semakin membludak, apalagi saat itu adalah saat khataman. Kondisi khataman, sama ramainya dengan kondisi malam Lailatul Qadar, yang pada umumnya mereka lebih meyakininya jatuh pada hari ke-27 Ramadhan. Jadi, kalau mau shalat ke masjid, harus datang awal, kalau tidak silahkan balik kiri atau kanan, pulang kerumah, atau cari masjid lain yang mungkin ada sedikit peluang. Kalau Imamnya bagus, dijamin anda akan balik kanan/kiri, atau selangkah putar balik kebalakang..gerak…!!,.maju jalan !!

Dan saya sudah dari awal meyakini akan hal ini, makanya cepat-cepat berangkat dari rumah, itupun tetap kebagian shaf paling belakang. Dan kondisi semacam ini baik Ramadhan, maupun lebaran tidak jauh berubah sejak tahun 1989 sampai saat ini. Bila sudah khataman, tetap dilanjutkan juga malam berikutnya I juz 1 malam. Dan jujur saja, hatiku serasa kurang sempurna, kalau tidak shalat di masjid Mesir, juga tahajjudkupun meski bilangan tahajjud dirumah 8 rakaat, sama dengan di masjid, tapi sangat jauh perbedaan rasa ketenangan itu dikala saat berjamaah dengan mendengarkan Imam membaca 3 juz 1 malam itu. Dan ternyata, suamikupun merasakan perasaan yang sama dengan apa yang kurasakan. Besok lebaranpun masih saja bacaan shalatnya panjang saat Ramadhan itu.

Berbeda ketika lebaran Idul Adha di Cairo bagi orang Mesir. Liburannya lebih lama, dan suasananya jauh lebih ramai. Dimana-mana banyak pengunjung, terutama di tepi sungai Nil, tempat wisata mainan anak-anak, tempat hiburan, mall, pokoknya dimana saja ramai, kayak semut beriring. Dan orang Mesir ini, hobbynya berqurban. Baik sapi, kambing semacam biri-biri. Saya belum lihat, ada kambing semacam kambing kita di Indonesia di Mesir ini. Kambing disini lain sepertinya, lebih besar, dan lebih gimana gitu, mirip biri-biri. Saya masih kecil, suka pelihara binatang, semacam, kucing, kelinci, salah satu binatang peliharaan, saya yahkambing , jadi ingat benar, kayak mana kambing di Indonesia.

Bagi masyarakat Indonesia yang ada di Mesir, suasana sering berubah-ubah setiap priodenya. Awal kedatangan saya ditahun 1990, masyarakat Indonesia belum begitu ramai, jadi rata-rata setiap orang bisa open house, siapa saja boleh datang, kenal tak kenal monggo.

Setiap lebaran Idul Fitri, shalat dulunya dilapangan KBRI Cairo, karena masyarakat masih sedikit, jadi lapangan masih cukup. Seiring dengan bertambahnya umur dunia, tahun semakin tua, maka para anak bangsapun mulai banyak berdatangan belajar ke Mesir. Untuk belajar pada umumnya di Universitas Al Azhar, mulai dari jumlahnya ratusan, sampai kini ribuan.

Selesai shalat, kami ramah tamah dengan Bapak dan Ibu Dubes hari itu juga. Besoknya hari kedua di rumah seluruh home staff, dan hari ketiga dirumah local staff yang berada di Nasr City, hari keempat dirumah local staff di Dokki, atau sebaliknya Dokki duluan baru Nasr City, tergantung kesepakatan bersama-sama. Tamu yang datangpun dipersilahkan siapa saja, kenal ataupun tak kenal boleh datang. Jujur, masa-masa itu adalah masa yang paling melelahkan, karena aku harus mempersiapkan makanan minimal 300 porsi, dan melayani tamu dari pukul 8 pagi sampai 12 malam, datang silih berganti.

Dulu, selagi masih muda, aku mampu membikin kue lebaran sendiri, masak makanan sebanyak itu sendiri dengan menu bermacam ragam, mulai dari gulai, rendang, pecal, soto, bakso, pokonya banyaklah, namun kini, sudah mulai malas, capek, sudah tua. Dan rata-rata semua ibu melakukan hal yang sama, tak heran namanya Ibu2 yang berada di Mesir, kreatif dan bisa masak, sementara mahasiswanya inovatif, kreatif, bisnisman(cerita KCB, AAC), memang merupakan gambaran dari kondisi di Mesir ini.

Seiring dengan berputarnya waktu dan roda bumi, dimulai dari krisis 1998, mulailah kebiasaan open haouse itu berkurang sedikit demi sedikit. Dan terakhir sekali, aku sudah tidak buka open house, kecuali orang tertentu saja, semenjak aku mulai pulang ke Indonesia dalam tugas belajar di tahun 2001. Dan kondisi tidak open house kecuali bagi orang-orang tertentu saja, juga dilakukan oleh hampir semua home dan local staff.

Sebenarnya menurutku sih, kalau local staff bisa dimaklumi, karena selain dana terbatas, juga mereka tak punya pembantu, sementara home staff rata-rata mereka punya pembantu, bahkan ada yang 2 pembantu. Soal dana, jangan tanyakanlah, alhamdulillah mereka jauh berlebih. Hanya segelincir orang saja yang masih mau buka open house, itupun untuk orang-orang tertentu pula. Jadi, acara silaturrahim, ramah tamah, makan bareng itu, sudah sangat langka semenjak krisis moneter 1998 sampai saat ini.

Namun dikedutaan tetap sama dari tahun ketahun, tidak ada yang berubah, hanya sedikit saja, buat mahasiswa, tidak mungkin diundang seluruh mahasiswa, namun hanya beberapa utusan kekeluargaan saja, dan ini bisa dimaklumi tentunya, mana mungkinlah menyiapkan makanan sampai 5000-6000 porsi, karena jumlah mahasiswa saja sekitar 5-6 ribu, belum lagi masyarakat yang lainnya.

Setelah 3 hari lebaran, biasanya suasana normal kembali. Mulai masuk kerja.

Dan untuk suasana Idul Adha, masyarakat Indonesia hanya berlebaran sehari itu saja, dan tak ada open house meski hari pertama, kedua atau ketiga kecuali kedutaan saja. Biasanya masing-masing kekeluargaan sibuk bakar sate, gulai daging hasil dari daging qurban. Itu saja.

Tahun ini, sungguh aku merasakan langsung berkah Ramadhan itu. Saat hari H lebaran, selesai mendengarkan khutbah Idul Fitri, kami makan bareng, seluruh mahasiswa hadir disana, kudengar persiapan 3000 porsi makananpun masih kurang, harus ditambah lagi 200 porsi lagi. Subhanallah.

Selesai makan dan cerita-cerita, silaturrahmi dengan masyarakat Indonesia, mahasiswa/I Indonesia. Aku beranjak menuju bis KBRI, sementara yang lain belum pada datang. Suamiku entah dimana, anak-anakkupun entah dimana. Syukurnya ada HP, jadi bisa kuhubungi dan kuketahui mereka ada di mana. Manusia ribuan, mana mungkin aku tahu dengan cepat dimana mereka. Setelah ku calling suamiku, beliau datang, namun bukan langsung naik bis, tapi beliau ngajak aku foto bareng di lapangan mesjid itu.

Disana orang ramai sekali, tasku saat itu kusandang dan untuk berfoto bareng, tentu kuletakkan tasku dikursi. Uang belanja selama 1 bulan semua didalam, termasuk uang untuk beli HP buat suamiku sebagai hadiahku di Ultah perkawinan kami di bulan September itupun ada disana. Entah kenapa, aku lupa membawanya kembali, karena buru-buru mau ke bis, dan Hp ada ditanganku, sehingga tak terasa, kalau tanganku hampa, karena masih ada yang dipegang. Di tengah jalan, aku teringat, aku ketinggalan tas. Langsung aku berlari kekursi tadi. Alhamdulillah, karena masyarakat Indonesia masih ramai berfoto disekitar itu, tas itu masih ada. Karena kemungkinan besar, orang menduga tas itu tentu milik yang ada didekat lokasi itu. Kalau saja sepi dikit aja, alamat melayang dah itu tas beserta isi-isinya.

Alhamdulillah, berkah Ramadhan, masih rezeki, kukatakan pada suamiku. Suamiku bilang, kenapa bawa uang banyak-banyak? Kukatakan padanya, habis malam tadikan kita baru beli HP Uda, dan saat Ima mau bayar pakai pound dengan uang yang ada pada Ima, uda bilang biar uang dari Uda saja dulu, nantik dengan dollar saja. Dan malam tadikan habis belanja daging, jadi yah kebawalah uang belanja selama sebulan penuh itu. Besoknya lebaran, mana sempat lagi ganti tas, karena jam 6 sudah harus berada di bis jemputan. Lain kali hati-hati aja, nasehat suamiku.

Alhamdulillah, soal kehilangan ini, suamiku tak pernah marah sedikitpun. Memang, aku alhamdulillah tak pernah kehilangan uang, tapi ketika di Indonesia hidupku yang hanya 1 tahun saja disana, aku pernah kehilangan HP, yang mana HP itu jelas-jelas berada didalam tasku yang tertutup, dan berada ditanganku, begitu pandainya sang pencuri di Indonesia memalingin itu Hp. Di Cairo ini, sudah 20 thn, aku tak pernah kehilangan HP.Innalillahi wainnaailaihi raaji’uun. Di Indonesia aku tak berani beremas ria. Di Cairo ini, rata-rata emas orang kayak toko berjalan, (bukan aku yah, yang pakai emas itu, orang lain), alhamdulillah kagak ada yang copetin. Bukan tak ada pencopet disini. Ada sih, tapi pencopetnya tidak professional kali.

Tapi, pernah juga sekali, saat itu aku dari Padang, di tasku ada sekitar 50 juta lebih, buat bayar rumah, kalau tidak salah, mungkin saat itu aku dari Bank. Aku kelupaan tas juga, karena saat itu barang bawaankupun banyak, ada dua koper dan entah ada apalagi, sehingga kelupaanlah tas yang didalamnya berisi uang lebih dari 50 juta itu. Aku naik mobil travel. Entah kenapa, biasanya setiap travel yang aku tumpangi, nomor telponnya tak pernah kucatat, saat itu kartu travel yang ada nomor Hpnya kubawa.

Mobil sudah berjalan dan aku berhenti ditempat berhentiku. Aku baru teringat, tasku ketinggalan. Syukurnya HPku selalu saja ada ditanganku, tidak berada dalam tas, maka bisalah kutelpon pemilik travel, dan kusebutkan cirri-ciri sopir, serta berangkat dari Padangnya jam berapa. Alhamdulillah bisa dilacak, karena sang sopir masih belum jauh perginya, dan saat itu masih banyak penumpang lain, tetapi karena aku duduk didepan, jadi memang dekat sopir, tas tentu ketinggalan di bagian depan, kalau saja aku duduk dibelakang, alamat hilang dah itu tas beserta isi-isinya. Alhamdulillah, uang sebanyak itu masih rezekiku, dan masih utuh saat sang sopir kembali lagi ketempatku diberhentikan tadi.

Suamiku, kalau sudah kehilangan Hp itu, selalu saja menghiburku, bukan memarahiku. Yah..namanya barang, itu berarti bukan milik kita lagi, bukan rezeki kita lagi, yang penting hati-hati saja. Aku ini, yang memang sedikit cahya, habis kebiasaan hidup di Mesir dengan kondisi aman, yah terbawa-bawalah sampai ke Indonesia. Mungkin saja saat duduk di bis,aku tak sadar, tanpa terasa tasku dibuka, dan Hp diambil, tapi uang kagak diambilnya.

Aku hanya sering berfikir dalam setiap kejadianku akan kehilangan, dan kadang tak jadi kehilangan itu. Selalu saja intropeksi diri. Kalau aku kehilangan sesuatu, barangkah, atau rusak inilah, itulah, pokonya yang melibatkan aku terpaksa membayar gantinya, atau harus membelinya, atau harus memperbaikinya, mungkin saja ada hak-hak orang lain yang tak kupenuhi, mungkin sedeqahku masih kurang.

Disaat aku tak jadi kehilangan tas berisi seluruh uang belanja bulan ini, aku katakan pada suamiku :”Uda, mungkin ini berkah ramadhan, bukan maksud untuk menyebutkan sedeqah saat ramadhan, tapi jujur saja, disaat-saat ramadhan, aku selalu bersedeqah pada anak jalanan, mahasiswa2, bapak-ibu tetangga kita orang Mesir, mungkin balasan ini yang kita terima, tidak dengan diberikannya kita tambahan rezeki, namun cukup dengan tidak menghilangkan rezeki yang ada pada kita itu. MasyaAllah, benar-benar berkah ramadhan yang pantas untuk disyukuri, sebagaimana kita selalu mensyukuri anak-anak kita sehat semua, sehingga tak perlu kedokter, ataupun beli obat. Kita belum diberi kelebihan atau tambahan rezeki dari biasanya,namun cukup diberikan keberkahannya saja, sehingga tak perlu harus mengeluarkan uang untuk sakit, atau kehilangan uang, atau ditipu orang lain.

Sungguh, dengan kejadian-kejadian masalah keuangan ini, aku selalu berfikir, sering-seringlah kita bersedeqah, insyaAllah hidup kita akan berkah, karena bisa jadi yang kita bantu tersebut mendo’akan kita. Jangan pernah menipu atau mendzalimi orang lain, insyaAllah kehidupan ekonomi kita berkah, dan sering-seringlah bersedeqah, karena rezeki kitapun akan selalu bertambah, bukan berkurang. Alhamdulillah, untuk masalah keuangan ini, baik aku maupun suamiku tak pernah memakan harta orang lain secara tak wajar, apakah itu menipu, atau apapun namanya, Hal ini benar-benar sering kurasakan. Sehingga, kalau saja sebulan itu aku tak keluarkan uang buat sedeqah, serasa ada yang kurang dalam hidupku, hatiku resah. Apabila kita tak bisa bersedeqah sesering mungkin, minimal kita tak memakan harta orang lain dengan tak wajar. Bila kita tak bisa memberi pada orang lain, minimal kita tak menyusahkan orang lain.

Cairo, 14 September 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun