Mohon tunggu...
rahil hasbi
rahil hasbi Mohon Tunggu... -

jatuh cinta pada kata-kata itu selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

It Takes Two to Tango

24 Mei 2013   13:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:06 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemerintah yang bobrok karena sebagian besar masyarakat didalamnya bobrok.

Mungkin banyak yang punya pendapat seperti saya, mungkin juga banyak yang sudah menulis/berpendapat seperti ini, bukan pendapat popular,jadinya jarang “ditayangkan”

It takes two to tango, adalah tanggapan saya terhadap, opini-opini dan kritik-kritikpintar tapi “kosong”, fenomena dalam masyarakat kita sekarang. Kenapa saya bilang pintar tapi “kosong”?, karena opini-opini dan kritik-kritik yang dilontarkan memang pintar dan penuh dengan kata-kata yang penuh ilmu pengetahuan tapi kosong tindakannya.

Misalnya, kritik yang lagi hangat sekarang, korupsi, koruptor. Status-status di sosial media, headline berita; media cetak maupun TV, warung kopi, tempat nongkrong, semua pada bahas korupsi dan koruptor, tentang betapa jahatnya mereka telah menipu Negara dan rakyat, tentang betapa rendahnya moral mereka, dan hal-hal jelek lainnya, terutama setelah dibumbui oleh selingan-selingan tentang perempuan-perempuan disekeliling koruptor yang membuat berita ini menjadi lebih menarik untuk digosipkan.

Tapi sadarkah kita, kalau dalam kehidupan sehari-hari kita sendiripun mendukung korupsi. Coba Tanya pada diri anda sendiri, pernahkan anda memberi uang terima kasih, berapa pun jumlahnya, kepada petugas pemerintah untuk melancarkan urusan anda? atau mereka meminta secara langsung dan anda memberinya karena ga enak?mau itu urusan buat KTP,SIM, dll. Pernahkan anda ketika ditilang memilih jalan damai? pernahkah anda membayar seseorang didalam pemerintah untuk memuluskan pekerjaan anda? Dalam bentuk apapun. Kalau jawaban pertanyaan diatas ada yang anda jawab pernah, maka stop mengkritik dan berkata-kata yang buruk terhadap koruptor, karena anda sama dengan mereka kedudukannya. Mending introspeksi diri, berhenti melakukan hal-hal tersebut diatas dan dukung pemberantasan korupsi dengan tindakan, dimulai dari diri anda sendiri.

Orang-orang pemerintahan yang melakukan praktek-praktek tersebut diatas adalah oknum, (bukan pemerintah, tetapi oknum pemerintah yang melakukan pelanggaran), karena kita sebagai masyarakat sudah memaklumi semua tindakan-tindakan diatas, semuanya menjadi lazim dan sudah biasa. Mereka jadinya tidak disebut oknum lagi. Padahal dari situlah bibit-bibit koruptor tumbuh, sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit.

Kemudian masalah macet dan banjir, khususnya Jakarta. Seringkali kita memaksa pemerintah untuk menuntaskan masalah kemacetan di Jakarta dengan segera. Janji-janji kampanye harus segera direalisasikan. Mereka harus bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut secepatnya dan seringnya harapan itu tanpa ada partisipasi dan dukungan dari kita. Maunya macet selesai tanpa merugikan kepentingan-kepentingan pribadi.

Lagi-lagi, it takes two to tango, kalau pemerintah punya solusi untuk menyelesaikan masalah macet dan banjir tetapi kita sebagai bagian besar pelaku tidak mematuhinya, mau pakai keajaiban seperti apapun ga akan berhasil. Saya ambil contoh masalah macet, kebijakan 3 in 1, diakali pakai joki, siapa pelakunya?masyarakat, atau busway yang rencananya dibuat sebagai tranportasi public yang bebas macet, tapi jalurnya juga dipakai oleh kendaraan pribadi, siapa pelakunya? Masyarakat. Kritik terhadap busway yang bikin tambah macet, karena diberikan jalur tersendiri adalah sikap yang mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, siapa pelakunya?masyarakat. jalan itu seberapa lebarpun dibuat tidak akan mampu mengimbangi jumlah kendaraan yang ada. Makin lebar jalan makin banyak kendaraan. Melanggar lampu merah (mengambil hak lampu hijau orang lain), mengambil jalur jalan orang lain (biasanya di lampu merah yang ada jalur kekiri langsung, pasti penuh dengan kendaraan yang antri karena lampu merah, jadinya yang kekiri langsung, ga bisa lansung, ngantri juga). Angkutan umum yang berhenti seenaknya, bukan di halte bus, dan masih banyak yang lainnya, adalah penyebab macet yang ga akan bisa diatasi oleh pemerintah yang punya kemampuan magic sekalipun, karena kalah jumlah.

Banjir? Tiap banjir, protes tentang ketidakmampuan pemerintah pun ga henti-hentinya, tapi, masih buang sampah sembarangan ga?, terutama ke sungai dan selokan? Masih bangun bangunan diatas lahan yang harusnya jadi lahan serapan ga?masih nebang hutan ga?punya vila didaerah yang harusnya g boleh ada bangunan ga? Kalo iya mending diam aja deh. It takes two to tango. Pemerintah ga mampu ya karena masyarakatnya g mampu juga.

Tentang moral, kebanyakan kita selalu mementingkan diri kita sendiri daripada kepentingan public, seperti mobil-mobil yang masuk jalur busway kalo pas lagi macet jadinya busway yang konsepnya harusnya transportasi public bebas macet jadi ikutan macet. Penumpang di mobil yang macet nyaman-nyaman aja, dengerin musik plus ada AC-nya,tapi coba lihat penumpang dibusway kalo pas lagi macet, dengan busway yang penuh dan berdesakan, gerah, sempit, berdiri lagi. Saya pernah lihat seorang perempuan yang hampir pingsan kemungkinan gara-gara udaranya udah ga cukup lagi didalam busway sanking penuhnya.

It takes two to tango, pemerintah buruk adalah cerminan dari masyarakatnya.

Lucunya, kita selalu menyanjung Negara-negara lain terutama Amerika dan Eropa; keteraturannya, kebersihannya, dll. Tapi tahukah anda masyarakatnya juga berperan dalam mewujudkan hal tersebut?.

Mereka bersih dan teratur karena masyarakatnya patuh terhadap peraturan-peraturan, kalo ada yang melanggar ya dihukum. Kita mau teratur dan bersih tapi ga mau terlibat didalamnya.

Tapi saya percaya, ada orang-orang yang kemungkinan ga pernah melakukan hal-hal tersebut diatas, tapi saya percaya juga mereka pasti jarang kritik atau ngeluarin opini yang kosong, pasti ada tindakannya.

Sepertinya sebagian besar dari kita hidup dengan motto peraturan ada untuk dilanggar, setelah itu nunjuk pemerintah sebagai pihak yang salah. Kekuasaan itu benar-benar ada ditangan rakyat. Kalo rakyatnya bagus ya baguslah Negara dan sebaliknya.

Note:

Saya pernah melakukan sebagian hal diatas, saya malu dan saya mau perbaiki diri saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun