Kaum muslimin saat ini menjalani sebuah ritual suci yang telah di jalankan oleh umat – umat terdahulu sebelum Muhammad datang. Syiar ini kemudian dilanjutkan secara estapet dan turun temurun dari satu nabi ke nabi berikutnya dan kemudian di berhenti di umat Muhammad hingga saat ini.
Ibadah puasa bertujuan menekankan pada pentingnya menjaga hawa nafsu dengan tidak makan dan minum. Ibadah yang akan mendekatkan jiwa manusia kepada Tuhannya. Ciri ibadah ini adalah melarang hal – hal yang halal sampai datang waktunya “berbuka” sehingga yang halal menjadi halal dan menjadi berkah bagi dirinya.
Dahulu kala umat yang berpuasa begitu dekat dengan biara dan masjid yang menjadi tempat ibadahnya. Menunggu berbuka dengan mengkaji ilmu atau membaca kitab sucinya lalu di lanjutkan dengan menjaga malam dengan sholatnya. Mereka begitu khusuk dan tenang dalam menjalankan ibadahnya. Mereka haus akan ilmu dan mempelajari hikmah.
Tapi kini, semuanya telah berubah dan dunia mengubahnya. Dunia industri memetik dan mengambil keuntungan bagi dirinya. Mereka mengekspolitasi ibadah ini dengan membuat program – program atau tayangan – tayangan yang berlebihan bahkan sudah keluar dari kewajaran. Program ini kehilangan makna dan esensinya.
Televisi adalah “panah” terdepan dalam dunia industri. Tayangan televisi dapat menjungkirbalikkan sebuah pemahaman akan ritual ibadah. Industri mengubahnya sedikit demi sedikit mindset umat manusia dengan membuat program – program yang makin menjauhkan kekhusukan dan kekhidmatan dalam menjalankan ibadah. Program - program ini mengendalikan pemikiran dan mengiring mereka bahwa ibadah hanya menjadi sebuah seremonial belaka, yang membutuhkan hiburan – hiburan dan budaya – budaya baru, yaitu industri pop yang masuk ke ranah agama.
Saat ini sebagian besar umat yang menjalankan ibadah puasa di “nina bobo”kan dengan program televisi yang membodohkan mereka. Syiar dan ibadah agama puasa yang bertujuan mendekatkan diri kepada Tuhan malah membuat mereka tenggelam pada tontonan yang hanya “melecehkan” orang demi membuat penontonnya tertawa. Ibadah puasa yang salah satunya bertujuan untuk mendekatkan mereka kepada kelompok fakir dan miskin malah menjauhkan mereka dan membuat hati mereka keras dan kehilangan sensitifitas puasa itu sendiri.
Dunia industri benar – benar telah mencengkram ibadah agama dan mengeksploitasinya sedemikian rupa untuk kekayaan dirinya. Industri – industri ini berhasil mengambil keuntungan darinya dan memerasnya sampai tak tersisa “kuah”nya.
Mengapa umat yang begitu banyak ini tak mampu mengendalikan industri yang membuat tontonan buruk tersebut, mereka bahkan dikendalikan oleh kepentingan– kepentingan sesaat dunia industri yang merusak keindahan puasa dengan program – program buka puasa dan sahur yang sangat tidak mendidik, merusak dan mengeraskan hati – hati mereka.
Jika yang kita tonton hanya menampilkan tawaan yang melecehkan, maka bersiaplah hatimu akan mengeras dan engkau akan kehilangan simpati dan empati. Ketika hati, pikiran dan tubuhmu berpuasa karena ingin mendekatkan ketakwaan kepada Tuhanmu, maka carilah ilmu, pengetahuan dan informasi yang mampu mengubah hati dan pikiranmu, mampu membuka mata hatimu. Karena puasa adalah mendekatkan dirimu pada kebaikan dan membuatmu mencintai ilmu, kaum fakir dan miskin.Karena salah satunya puasa adalah metode bagaimana menumbuhkan rasa simpati dan empati di dalam jiwa.
Ingatlah bagaimana kaum – kaum terdahulu dalam menjalankan ibadah puasa. Mereka khusuk dengan puasanya, menjaga puasanya dari tontonan yang buruk, menunggu berbuka dengan belajar hikmah dan membaca kitab suci, menjaga malam dengan sujudnya. Itulah keindahan ibadah. Hamba – hamba yang tunduk dan beruzlah demi menjaga ibadahnya.
Tuhanmu tidak menyukai orang – orang yang berlebihan dan melampaui batas. Bersikap adillah, karena adil sesungguhnya dekat dengan taqwa dan Tuhanmu mengetahui apa yang kamu kerjakan.
-----------------------------------------
Rahib Tampati
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel Terkait :
Detik ini jutaan milyar orang berjalan di garis takdirnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H