Mohon tunggu...
Rahayuti Rahayuti
Rahayuti Rahayuti Mohon Tunggu... Guru - Guru

Perempuan dengan profesi guru,sangat mencintai dan minat terhadap dunia pendidikan terutama anak-anak,dengan hoby beragam dari baca,memasak dan terbaru adalah menulis.Aktif dikegiatan sosial dan suka hal - hal baru yang menantang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Di Atas Mimpi

15 Januari 2025   21:46 Diperbarui: 15 Januari 2025   22:27 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kini kembali kuceritakan tentang perempuan itu,...Keinginannya untuk memajukan kaumnya, kaum hawa dikampungnya,tak terbendung oleh rintangan yang menghalang,,,mimpi besarnya tak lekang ditelan hilir mudiknya zaman, ia terus berupaya untuk mewujudkannya meski terseok - seok dengan keadaan. Setelah mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas favorit pilihanya, berbagai upaya ia lakukan untuk membantu emaknya, dari harus bangun pagi untuk membantu menyiapkan  sarapan pagi, menyacah sayur nangka hingga kecil -- kecil dan lembut untuk dijadikan bahan dasar membuat nasi megono makanan khas didaerah kami, mengiris tempe untuk digoreng pagi hari, ataupun mengiris - ngiris sayuran kubis hingga kecil - kecil menjadi bahan dasar untuk digoreng menjadi makanan pendamping sarapan pagi bagi tetangga dan pelanggan dagangan emaknya. Ya bahan dasar itu adalah gorengan bakwan, favorit para tetangga dikampungnya yang relatif hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Walaupun demikian niat dan tekadnya untuk memajukan kaum perempuan didesanya tersebut tak surut dengan aktifitas sekolah maupun dirumah dalam membantu emaknya yang berjualan dipagi hari, Ia masih memiliki kesibukan mengumpulkan anak - anak kecil usia dibawahnya, adik kelas atau bahkan anak -- anak yang putus sekolah, untuk ditampung sekedar kumpul - kumpul membantu mengerjakan PR, membaca juz amma maupun sekedar berbincang - bincang masa yang akan datang dengan anak- anak usia dibawahnya itu atau sekedar bercerita lucu yang membuat anak -- anak kecil tertawa girang sejenak melupakan derita mereka diatas kekurangan dan kesederhanaan.

Walau lelah bahkan pernah terjadi perempuan muda itu pingsan di jamban kampung karena tidak makan nasi sesuapun, ketika suatu hari dalam kondisi sakit ia paksakan untuk mendampingi anak - anak yang datang kerumah sore hari untuk mengerjakan PR dan belajar membaca. Kehidupan rutinitas seperti itu, terus perempuan muda tersebut lakukan, hingga tak berasa sudah 3 tahun berjalan, hingga akhirnya masa SMA pun berakhir...

Kini perempuan muda itu mengalami masa yang berat, masa  yang sulit atau susah, masa itu bagaikan beban menggunung penuh dipundaknya, sungguh perempuan muda itu  rasakan dalam kehidupannya,sebab perempuan seusianya bahkan jauh dibawahnya di kampung halaman tempat perempuan muda itu tinggal, rata-rata telah menikah, berkeluarga dan memiliki anak, bahkan sudah ada yang lebih dari satu anaknya. Kegalauan akan masa depan dan kaumnya kembali membayangi pikiran dan hatinya, lama perempuan muda itu merenung apa yang akan ia lakukan terlebih bila bapak dan emaknya menanyakan kesanggupan menikahnya. "Apakah engkau akan menunggu menjadi wanita tua untuk menikah?. " Apakah tak cukup kau mengenyam pendidikan sekolah hingga SMA?. "Apa yang kini bapak katakan bila ada tetangga meminangmu lagi,,?". " Dengan alasan apa lagi bapakmu menutupi alasanmu sesungguhnya?, tak cukupkan kau dengan anak -- anak itu?". Pertanyaan bapak yang banyak dan bertubi -- tubi membuat perempuan muda itu serasa dihakimi oleh dunia. Dulu ketika masa SMP perempuan muda itu  tak pernah berpikir serumit ini permasalahanya, sebab ketika SMP sang bapak bisa menolak lamaran para sahabatnya dengan alasan anak gadisnya masih sekolah, itupun hal yang sama yang  dilakukan ketika anaknya masih baru lulusan sekolah dasar ketika para bujang tetangga yang mengajak serius mengarungi bahtera rumah tangga dikala usia masih dini ini. Yang menjadi kegalauan perempuan muda itu sesungguhnya adalah ia ingin mengubah dunia disekitarnya untuk bangkit, berubah kearah lebih baik, perempuan -- perempuan di sekitarnya mampu menunda pernikahan di usia dini, itu saja harapannya. Perempuan muda itu ingin kaum perempuan dikampung para tetangga utamanya, melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi,,,tidak terjebak dalam pernikahan dini yang menyengsarakan diri dan keturunannya, begitupun sebaliknya, perempuan muda itu ingin anak laki-laki terjerumus hal yang sama. Mereka hanya lulus Sekolah Dasar setelah itu bertani di sawah, menggembalakan ternak, sapi,bebek,kerbau ataupun buruh di PTP kebun karet dengan upah yang tak seberapa. Masa itu dapat dilalui  dengan berat sebab perempuan muda itu pun harus berjuang dengan keadaan dirinya yang terbatas ekonomi, sarana maupun dukungan moral dari orang -- orang disekitarnya. terutama emak, bapak dan saudara- saudaranya yang lain. Masa ini adalah masa yang menyayat hati, bagaimana tidak, satu persatu teman -teman merah putihnya me...ni...kah...dini, ya mereka menikah diusia baru lulus sekolah dasar. Hanya ia dan saudara sepupunya saja yang melanjutkan kejenjang sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas. Ya ia dan saudara sepupunya yang bernama Setyarini teman sekaligus saudara yang menemani berjalan menyusuri indahnya masa sekolah dan menapak indahnya masa remaja dengan bebas menatap dunia. Sementara teman yang lainya tumbang dalam tradisi kampungnya, menikah dini,bekerja ke Jakarta atau menjadi buruh tani ataupun buruh ternak serta buruh di pabrik karet terdekat dengan kampungnya.

Memang pada saat itu adalah masa yang suram, perempuan muda dan saudara sepupu satu-satunya itu yang berhasil meyakinkan orang tuanya untuk bisa melanjutkan sekolah kejenjang sekolah menengah walau harus berjalan kaki sepanjang 3 kilometer dari rumah kesekolah yang berada terletak di kota kecamatan, sebab hanya itu satu -- satunya sekolah negeri yang relatif murah serta terjangkau untuk pendidikan mereka pada saat itu. Walaupun perempuan muda itu harus mempuh dengan jalan kaki sepanjang jalan tersebut dengan jarak tempuh 1,5 jam dari rumah kesekolahnya. Lebih jauh setengah jam dari tempat ia bersekolah dahulu waktu SMP. Kadang bila dewi fortuna menghampirinya, perempuan muda itu beserta saudara sepupunya tersebut dapat naik truk bersama anak -- anak karyawan PTP kebun karet walaupun harus berdesakan dengan anak -- anak kampung lain sebayanya yang bersekolah bersama di sana. Bila tidak kebetulan, kadang perempuan muda itu tidak mendapat tempat untuk masuk dalam truk tersebut karena sudah kelebihan muatan bila ada warga kampung yang ikut untuk turun gunung menuju pasar, kadang juga karena perempuan muda itu terlambat bangun kesiangan atau sekedar karena asyik membantu emaknya berjualan sarapan dan pelanggan sangat ramai. Disamping karena jarak rumah yang jauh dengan sekolahan, ditambah belum adanya akses kendaraan atau alat transportasi kala itu, juga karena faktor ekonomi warga desa perempuan muda itu, juga karena kesadaran pendidikan atau pentingnya ilmu belum menjadi pola pikir warga kampungnya pada waktu itu. Anak -- anak seusianya yang bersekolah kejenjang menengah baru ia dan saudara sepupunya tersebut.  Begitupun generasi sebelumnya, hampir tidak ada yang lulusan SMP,rata-rata putus sekolah karena tradisi adat yang berlaku waktu itu adalah menikah bagi perempuan walaupun baru lulus Sd, sedangkan bekerja atau  merantau bagi anak laki-laki dikampungnya. Upaya perempuan muda itu tetap sekuat baja, tak mundur walaupun berbagai rintangan ia hadapi, baik tolakan dari teman-temannya ketika diajak mengobrol maupun dari para orang tua yang menganggap miring terhadap dirinya. Mereka para orang tua teman -- temannya itu memberi label sok pintar padanya.

Tetapi apakah perempuan muda itu surutkan langkah?,apakah perempuan muda itu diam saja,,,? Atau kah perempuan muda itu terhenti dari bermimpi?. Tidak...oh tidak...sekali lagi T...i...d...a...k,...Ternyata keinginan untuk kehidupan yang lebih baik untuk bunga-bunga taman ini tidak redup, justru cahayanya makin bersinar, sayapnya pun makin terbentang untuk kembali melangkah memberikan bimbingan, memberikan pandangan,harapan serta memberikan  pencerahan tentang pentingnya ilmu, pentingnya kesadaran pemahaman tentang indahnya sebuah kehidupan yang lebih baik dengan mengenyam pendidikan, Indahnya kebersamaan dalam mimpi yang lebih besar,,,ataupun tentang indahnya dunia luar disana.

Hingga akhirnya selepas menempuh masa SMA perempuan muda itu harus tumbang juga untuk menuruti keinginan emak dan bapaknya untuk menikah dengan perjodohan yang ia terima,sedangkan saudara sepupunya Setyarini terbang ke negeri seberang untuk mengadu nasib di negeri orang. Kini perempuan muda itu tinggal sendiri bersama suami yang coba ia sayangi dan coba ia cintai karena ia berprinsip suami adalah Tuhan yang nyata bagi istri, selain emak dan bapaknya. Hari -- hari ia mencoba merenda kehidupan keluarga kecilnya dengan sepenuh jiwa dan raga, mencoba untuk memberikan yang terbaik untuk suami dan buah hatinya. Tetapi mimpi diatas mimpinya untuk kaumnya belumlah usai, justru perempuan muda itu rasakan makin membara dalam kolbunya, menyontak kuat dalam alam pikirannya dan makin bergetar menggedor-gedor pelupuk mata serta relung sanubarinya untuk tetap memperjuangkan kaum hawa dikampungnya, menjadi semerbak bunga kesturi di taman. Kembali perempuan muda itu coba untuk bangkit walaupun tertatih -- tatih mengumpulkan yang telah terserak selama pernikahan dan kelahiran putra pertamanya.

Ditengah keterbatasan ekonominya perempuan muda  dan suaminya yang hanya buruh pemerintah di sebuah sekolah  dasar negeri di pegunungan. Perempuan muda itu mencoba untuk mengumpulkan kembali masa indah membersamai emak -- emak muda dan para remaja putri di daerah pegunungan tempat suaminya bertugas. Disana perempuna muda itu membaur dengan para ibu -- ibu guna berlatih skill ketrampilan membuat reyeng, hanya sekedar mengisi waktu longgar yang biasanya ibu-ibu gunakan untuk ngrumpi,nggosip yang tidak bermanfaat maupun ghibah membicarakan keburukan orang. Wal hasil dari kumpul -- kumpul itu, ibu-ibu lebih produktif secara ekonomi untuk menambah pendapatan keluarga untuk membantu menopang beban suami walaupun tidak sebanding dengan pengeluaran keluarga. Paling tidak pengetahuan, pengalaman maupun ilmu mereka bertambah, dan dapat mereka gunakan untuk acuan atau penyelesaian masalah sehari-hari terhadap keluarga, anak -- anaknya, suami, tetangga maupun terhadap masyarakat dilingkungannya secara umum. Kini merekapun bertambah matang emosionalnya,jauh polapikir kedepan dan lapang hatinya dalam menghadapi permasalahan -- permasalahan yang mereka hadapi dalam sehari -- hari, hal ini membuat perempuan muda itu terhibur dan cukup merasa bahagia walaupun untuk desa atau kampungnya hal demikian belum terwujud karena perempuan muda tersebut terburu diajak suaminya untuk mengabdikan diri di daerah pegunungan yang terletak jauh sekitar 53an kilo dari kampung halamannya.

Kini perempuan diatas mimpi telah dewasa,,,

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun