Orang tua perlu memberlakukan sistem reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) dalam mendidik agar anak bisa membedakan mana perbuatan baik dan perilaku yang buruk. Punishment disebut berhasil bila memenuhi dua syarat yaitu tidak menimbulkan luka batin di dalam hati anak dan memberikan dampak jera. Selengkapnya mengenai topik mengenai punishment bisa dibaca di tulisan saya ini.
Sama seperti punishment pun demikian pula dengan reward yang memerlukan seni agar efektif mendidik anak. Anak belum memiliki kemampuan memotivasi diri sendiri sehingga diperlukan reward yang tepat guna untuk meningkatkan motivasi anak. Jangan sampai anak berprestasi atau anak yang berperilaku terpuji merasa tiada gunanya menjadi anak ‘manis’ karena perlakuan yang diterima sama saja dengan anak lain. Kita orang tua yang memutuskan untuk memberikan reward pun perlu berhati-hati sebab bila keliru, sistem reward bukannya memacu anak berperilaku positif justru bisa membuat anak ketergantungan kepada reward. Artinya, anak bisa menjadi malas melakukan sesuatu yang tidak memberikan imbalan kepada mereka.
Ada beberapa jenis reward yang dapat diberikan orang tua kepada anak misalnya berupa pujian seperti “Wah, anak mama pintar yah!”, “Ternyata anak mama memang anak yang rajin banget!”, atau “You are great son!” Selain kalimat pujian, orang tua juga bisa memberikan barang yang diperlukan anak seperti sepeda, tas sekolah dengan model yang sudah lama diinginkan anak, atau kotak pensil unik idaman. Orang tua sebaiknya memilih hadiah dalam bentuk barang yang disukai anak namun juga bermanfaat mengasah kecerdasan misalkan lego atau puzzle.
Anak yang suka melukis bisa diberikan peralatan melukis atau anak yang suka bermain musik bisa dibelikan alat musik impian anak. Intinya, jangan sampai barang yang dijadikan hadiah tidak diharapkan oleh anak karena tidak akan memberikan manfaat maksimal. Sama seperti sebuah punishment harus memberikan efek jera pun demikian bila memang memberi reward haruslah memang yang juga berharga di mata anak.
Terkadang ada anak yang tidak mengharapkan barang apa pun dari orang tua. Sebaliknya justru mereka menginginkan waktu kebersamaan yang lebih banyak dengan orang tua yang sering sibuk dengan urusan di luar rumah. Penting sekali kita menanyakan kepada anak mengenai hal apa yang mereka harapkan sebagai hadiah. Anak bisa saja mengatakan kalau mereka hanya ingin bermain seharian penuh dengan orang tua, liburan bersama papa mama, atau mengundang teman-teman menginap di rumah. Kesimpulannya, hadiah yang diberikan orang tua tidak harus mahal sebab hanya dengan kalimat pujian pun sering kali mampu membuat anak termotivasi.
Saya mengajak teman-teman di Facebook untuk memberikan pendapat mengenai seni dalam memberikan hadiah kepada anak agar efektif meningkatkan motivasi tanpa membuat mereka menjadi ketergantungan terhadap hadiah. Ibu Lisa Bonet berbagi pengalaman, ketika anak menginginkan sesuatu maka ibu Lisa akan meminta anak-anak menabung uang sampai sejumlah tertentu. Uang tersebut bisa dari sisa uang jajan, angpao, dan lain-lain. Pada akhirnya, ibu Lisa yang akan menambah jumlah uang yang masih kurang agar bisa dibelikan barang yang diinginkan anak.
Sanny Frisca Koerniawan mengatakan kalau dirinya ketika kecil ‘hanya’ diberikan orang tua hadiah sewaktu kenaikan kelas saja. Hadiahnya pun berupa buku yang memang diperlukan untuk kelas berikutnya. Satu hal yang perlu dikagumi dari masa kecil Sanny adalah dia mampu memotivasi diri sendiri agar bisa mendapat nilai yang bagus di kelas. Artinya, dikasih hadiah atau tidak Sanny akan tetap belajar sebab memang pada dasarnya dia senang belajar. Ketika Sanny menginginkan suatu barang, dia merasa lebih senang bila berhasil mengumpulkan uang sendiri daripada mendapatkan secara cuma-cuma dari orang tua.
Mengenai pencapaian hal mendasar seperti anak mau sekolah minggu, bisa menghabiskan makan sendiri, atau menjadi anak yang berperilaku baik menurut Sanny tidak perlu diberikan hadiah tertentu demi untuk mengajarkan anak menikmati sebuah proses. Pun sejauh ini Sanny belum pernah membelikan hadiah khusus termasuk ketika anaknya berulang tahun. Hal ini dilakukan Sanny agar anaknya tidak terbiasa meminta hadiah ketika ulang tahun.
Alih-alih memberikan hadiah berdasarkan permintaan anak, Maman Junaedi berpendapat sebaiknya orang tua memberikan hadiah berupa kejutan agar terjalin kedekatan emosional yang lebih baik antara orang tua dan anak. Meskipun demikian, menurut Maman hadiah yang diberikan jangan terlalu sering agar efektif dan tidak mubazir. Desy Levinna mengatakan kalau anaknya sedari kecil selalu dia ajarkan mengenai kemampuan mencukupkan dalam segala sesuatu; baik itu cukup dalam hal mainan atau waktu bermain. Desy berpendapat penting sekali memberikan teladan dalam hal kesederhanaan kepada anak. Itulah sebabnya Desy memulai dari dirinya sendiri untuk membeli barang dari segi manfaat bukan dari mereknya.
Mengenai reward, Desy hampir selalu memberikan atas prestasi dan hasil kerja keras anak. Desy merasa perlu memberikan reward dalam hal pencapaian agar anak memahami kalau dia perlu usaha untuk memperoleh sesuatu. Bentuk reward yang diberikan Desy bukan dalam hal materi namun dalam bentuk pujian atau waktu kebersamaan dengan anak-anak. Desy pun terkadang tak sungkan memberikan anak hadiah secara spontan bukan karena alasan tertentu namun semata-mata hanya karena Desy ingin memberikan hadiah.
Hal ini dilakukan Desy agar anak belajar memahami definisi anugerah yang menyorot kasih sayang yang besar dari si pemberi; something that you received but not because you are worth. Merry Ivana menambahkan kalau teladan ibu adalah yang terpenting; ibu yang tidak ketergantungan hadiah dari suami akan menularkan perilaku yang sama kepada anak-anaknya. Terakhir inang Butet Lina mengatakan kalau anak sebaiknya diberikan hadiah yang bermanfaat bagi kerohanian dan ilmu pengetahuannya misalkan dalam bentuk VCD lagu gereja, buku, dan alata tulis anak.