Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah dan Harta Atas Nama Suami atau Istri?

26 Juli 2016   12:20 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 10223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah atas nama siapa (www.independent.ie)

Memiliki keluarga dengan rezeki yang lumayan tentu bisa menambah kebahagiaan keluarga. Namun tidak jarang harta dan aset yang banyak justru membawa masalah bila antara suami dan istri tidak memiliki kesepakatan dalam menentukan sertifikat atas nama istri atau suami. 

Konflik mengenai atas nama surat aset bisa semakin tajam bila suami atau istri merasa memiliki andil lebih atas harta tersebut. Salah satu dasar pemikiran untuk memperdebatkan nama pemilik aset adalah karena suami istri merasa perlu untuk berpikir realistis. 

Mereka berpendapat kalau semua pasangan pasti ingin terus bersama namun bagaimana bila ternyata sesuatu yang buruk menerpa rumah tangga? Misalkan karena perceraian, suami istri tidak ingin harta yang sudah diperoleh dengan susah payah harus dilepas begitu saja dari tangan mereka. Apalagi suami istri mendapati fakta yang terjadi di mana begitu mudahnya seorang yang sudah terikat janji pernikahan berpindah ke lain hati.

Menurut pendapat saya, harta yang diperoleh suami istri selama pernikahan akan tetap menjadi harta bersama tanpa memandang siapa yang lebih berpenghasilan. Misalkan sang suami berpenghasilan sementara istri tidak berpenghasilan sama sekali dan saat masa pernikahan mereka membeli sebuah rumah maka bila kelak terjadi perceraian maka baik suami atau istri memiliki hak yang sama atas rumah tersebut kecuali mereka sudah memiliki kesepakatan lain dalam hal pemisahan harta. 

Hal ini mengacu kepada UU Perkawinan tahun 1974 dalam Pasal 35 ayat (1) yang mencatat, “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama” dan dalam pasal 35 ayat (2) dinyatakan, “harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

Jujur saja saya tidak paham banyak mengenai hukum namun saya menulis ini berdasarkan pengetahuan saat pernah bekerja di bagian KPR bank dulu. Itulah sebabnya mengapa saat akad kredit rumah, bank tidak peduli apakah rumah tersebut atas nama suami atau istri atau apakah suami istri sama-sama bekerja atau hanya suami saja yang bekerja. Bank tidak akan menanyakan itu, yang diperhatikan bank saat tanda tangan kredit adalah baik suami dan istri harus sama-sama tanda tangan akad. Tidak boleh suami saja atau istri saja.

Harta yang diperoleh saat menikah disebut sebagai harta gana-gini yang merupakan harta milik bersama dari suami dan istri. Bila suami meninggal maka harta menjadi milik istri pun sebaliknya bila istri yang meninggal maka harta akan menjadi milik suami. 

Misalkan terjadi perceraian maka suami dan istri memiliki hak yang sama yaitu masing-masing setengah bagian tanpa memandang siapa yang lebih berkontribusi dan tanpa mempermasalahkan terdaftar atas nama suami atau istri. Harta gana-gini tidak berlaku bila terbukti harta yang diperoleh adalah dari warisan yang didapat suami atau istri. 

Bila warisan maka harta tersebut akan tetap menjadi pemilik warisan dan pasangannya tidak berhak meminta bagian. Demikian juga dengan harta yang diperoleh dari uang tabungan saat sebelum menikah tidak dapat dikatakan sebagai harta gana-gini kecuali si pemilik harta memberikan dengan suka rela miliknya menjadi milik bersama dalam keluarga.

Kesimpulannya, tidak perlu terlalu khawatir mengenai kepemilikan harta. Satu hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bila kita membeli rumah secara KPR. Saat KPR maka pihak bank akan mewajibkan pengaju kredit untuk membayar asuransi jiwa demi menjamin pembayaran cicilan atas rumah saat si pengaju KPR meninggal dunia. Nama atas asuransi jiwa ini hanyalah suami atau istri saja. Inilah yang kita perlu perhatikan. 

Kita tidak perlu pusing mengenai nama sertifikat harta karena semuanya akan menjadi harta gana-gini namun kita harus perhatikan baik-baik nama siapa yang diasuransikan saat pengajuan KPR. Apakah suami atau istri yang menjadi tertanggung? Bila suami adalah pencari nafkah utama dalam keluarga maka sebaiknya suamilah yang menjadi tertanggung dalam asuransi KPR karena bila suami meninggal dunia cicilan KPR akan ditanggung oleh pihak asuransi dan istri bisa memiliki rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun