Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Tua yang Sempurna di Mata Anak

6 Januari 2016   13:40 Diperbarui: 6 Januari 2016   16:09 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi- Orang tua sempurna tekun membangun hubungan baik dengan anak (Shutterstock)"][/caption]Orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah berhenti belajar memperbaiki diri menjadi orang tua yang lebih baik. Namun, terkadang ada orang tua yang terlalu khawatir dengan apa yang akan dipikirkan anak atau orang lain tentang dirinya. Ketakutan yang berlebihan mengenai nilai yang akan diberikan membuat kepercayaan diri sebagai orang tua menjadi runtuh.

Sewaktu duduk di kelas tiga Sekolah Dasar, saya dan teman-teman mendapat Pekerjaan Rumah (PR) dari guru untuk membuat bangun ruang. Boleh berbentuk kerucut, kubus, bola, balok, tabung, dan lain sebagainya. Bingung bagaimana mengerjakannya, akhirnya saya menunggu bapak saya pulang dari kantor kemudian memintanya membantu mengerjakan PR. Bapak membaca sekilas petunjuk dari buku, kemudian kami pergi membeli kertas minyak berwarna merah. Kata bapak, “Supaya nanti hasil tugas kamu yang paling cerah warnanya”. Saya hanya mengangguk-angguk.

Sesampainya di rumah, bapak mengambil gunting dan lem kertas kemudian kedua tanggannya langsung sibuk mengukur-ukur kertas dan mulai membuat kerucut. Bapak mengatakan kami akan membuat kerucut karena mirip topi petani di ladang. Saya manggut-manggut sambil memperhatikan bapak yang sibuk menggunting. Setelah membentuk pola yang diinginkan, bapak memberi lem pada sisi kertas dan jadilah kerucut. “Dulu waktu sekolah, bapak selalu juara satu di kelas. Kamu juga pasti bisa selalu juara” seraya menyerahkan kerucut yang sudah selesai dibuat. Memang kerucut yang dibuat bapak bagus, saya malah mencoba memakaikan ke kepala. “Bagus Pak, tetapi memang enggak bisa berdiri tegak ya Pak? Biar kayak topi petani beneran”. Bapak mungkin tidak mendengar saya, dia semakin serius untuk membuat bangun ruang berikutnya yang berbentuk tabung. Terakhir dia membentuk bola. Saya hanya membantu saat dia suruh memberi lem saja. Jam sudah pukul dua belas malam tetapi bapak masih bersemangat menggambar, mengukur, membuat pola, dan menggunting. Akhirnya saya tertidur dan bapak masih terus menyelesaikan PR.

Pagi harinya setelah bangun, sudah ada kerucut, tabung, dan bangun ruang berbentuk bola. Semuanya tergeletak rapi di atas meja. Saya berkata dalam hati, pasti dulunya bapak memang benar-benar pintar sambil menyimpan semua bangun ruang dengan hati-hati ke dalam lipatan buku agar tidak kusut atau rusak. Sesampainya di sekolah, ibu guru menyuruh kami semua mengumpulkan tugas. Alangkah terkejutnya saat saya melihat hasil PR teman-teman yang diletakkan di atas meja guru. Semua kerucut, kubus, balok, tabung mereka bisa berdiri tegak karena membuat bangun ruang dari karton. Setelah bangun ruang terbentuk, barulah mereka melapisinya dengan kertas minyak atau kertas warna.Saya lemas banget sama loyonya dengan bangun ruang yang terlipat rapi di dalam buku. Namun karena Ibu guru menyuruh mengumpulkannya, saya pun menaruhnya di meja depan. Bangun ruang tersebut tidak bisa berdiri sendiri sehingga harus disenderkan di depan bangun ruang teman yang lain. Saya sedih sekali, tetapi syukurlah ibu guru tidak membahas mengenai PR tersebut. Entah apa yang beliau pikirkan.

Sepulang sekolah, bapak menanyakan tentang PR yang dikerjakan semalam. Saya tidak tega mengatakan kalau tugas saya yang paling jelek, lunglai, dan enggak bisa berdiri. Sebaliknya saya katakan ke bapak, “PR ku yang palinggg cerah warnanya” walaupun mungkin tersirat kesedihan di wajah saya, namun bapak saya bangga bukan main apalagi saat SD kelas tiga memang saya memperoleh juara satu di kelas. Pasti beliau semakin bersemangat membantu saya mengerjakan PR.

Tidak ada orang tua yang tanpa kekurangan. Anak-anak tidak membutuhkan kesempurnaan kita, sebaliknya mereka membutuhkan ketulusan, kasih sayang, dan banyak cinta. Perhatian yang diberikan orang tua membuat anak lebih termotivasi menjadi lebih baik dalam prestasi dan karakter. Jadilah sosok yang dibutuhkan anak. Ketika anak yakin kalau orangtua adalah figur yang paling mereka cari maka sesungguhnya kita sudah menjadi orang tua yang sempurna di mata mereka.

Bapak Ibu yang bertanggung jawab pasti bekerja keras mencari nafkah untuk anak-anaknya. Selain itu, orang tua perlu memiliki mental sebagai seorang pembelajar agar bisa terus membangun diri dan menjadi contoh bagi anak. Namun, satu hal yang tidak bisa dilupakan adalah betapa penting menghabiskan waktu untuk bermain dan mendengarkan anak. Tanpa hubungan yang baik dengan mereka, tidak mungkin kita menjadi orang tua yang sempurna.

Tidak perlu terlalu khawatir pada kesalahan. Memang banyak sekali kelas parenting, budaya, televisi, sosial media yang memberikan gambaran bagaimana menjadi orang tua yang sempurna. Tekanan untuk tidak boleh melakukan kesalahan membuat orang tua ragu memberi kasih sayang secara alami. Terima keadaan diri sendiri sehingga kita bisa percaya diri dan menjadi contoh yang baik bagi anak. Pengalaman saya, anak-anak akan merasa sempurna jika memiliki orang tua yang berlimpah cinta walaupun penuh kekurangan. Sekarang Bapak saya telah pergi meninggalkan dunia, namun cintanya tidak bisa lepas dari ingatan saya. Bagi saya, dia adalah sosok bapak yang sempurna. Adakah Bapak/Ibu yang ingin berbagi?

 

Salam,

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun