Pada hari Sabtu 15 Oktober 2016 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) Angkatan 2002 mengadakan reuni. Tidak menyangka, sudah sepuluh tahun yang lalu kami diwisuda Sarjana Keperawatan dan bersiap-siap menempuh pendidikan profesi. Jarak ternyata tidak bisa menghalangi kami untuk bertemu mulai dari alumni yang tinggal di Balikpapan, Bandung, Jabodetabek, sampai Qatar semuanya meringankan langkah untuk bertemu di rumah seorang alumni di wilayah Depok.
Harapannya semoga untuk reuni berikutnya para alumni Fakultas Ilmu Keperawatan UI angkatan 2002 yang tinggal di Labuan Bajo, Aceh, Saudi Arabia, Medan, Bali, dan daerah lain di Indonesia bisa berkumpul bersama. Sungguh waktu sepuluh tahun ternyata begitu cepat sekali berlalu namun nama-nama panggilan sewaktu kuliah dulu masih saja dipergunakan dan terasa tidak asing di telinga. Saat bertemu hari Sabtu tersebut suasana serasa bak masih kuliah. Padahal kebanyakan alumni sudah menikah bahkan membawa serta anak dan pasangan masing-masing.
Tahun 2006 sampai 2007 adalah masa yang terberat bagi saya di mana pada tahun tersebut saya sungguh menyadari panggilan hidup saya bukanlah untuk menjadi perawat. Tidak ada kaitannya dengan masalah gaji namun semata-mata hanya ingin mencari tujuan hidup saya. Masa-masa berat itu memang saya bisa lewati namun karena dilakukan kurang sepenuh hati pastilah banyak kesalahan yang sengaja ataupun tidak sengaja yang saya lakukan kepada teman-teman khususnya yang pernah satu kelompok mata kuliah profesi atau teman-teman yang dekat dengan saya.
Saya yang baru pertama kali bertemu dengan semua teman-teman setelah sepuluh tahun berpisah serasa tidak percaya kalau inilah reunian alumni FIK UI 2002 untuk yang pertama kali sebab suasananya terasa begitu cair seolah sudah sering bertemu. Tawa canda dan semuanya memberikan kesan persaudaraan yang akrab. Ketika pulang pun terasa sungguh begitu semangat untuk menata diri kembali menjadi seorang alumni yang bisa berkontribusi positif bagi sesama. Sebab rasanya tidaklah berguna masa kuliah dulu bila dampaknya tidak mampu dirasakan orang lain.
Saya pun semakin menyadari kalau ternyata waktu itu sungguh terasa cepat sekali berlalu bagaikan uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap dan hilang tidak berbekas. Tiada yang mampu memberhentikan sang waktu dan tiada yang bisa mengiritnya agar tidak terbuang percuma. Buktinya, sepuluh tahun yang sudah terlewati seolah baru terjadi kemarin. Semoga reunian ini membuat semakin bisa menghargai waktu sehingga kelak tiada penyesalan karena sudah menyianyiakan kesempatan. Pun kita tidak pernah tahu berapa sisa saldo waktu yang dimiliki sehingga biarlah setiap detik yang dilewati bisa memberikan warna yang lebih baik bagi kehidupan keluarga dan sesama. Â
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H