KBBI menyebutkan cerewet adalah sikap yang suka mencela (mengomel, mengata-ngatai, dan sebagainya); banyak mulut; nyinyir; bawel. Pada umumnya sifat cerewet banyak menyerang kaum wanita meskipun tidak menutup kemungkinan menimpa kaum pria juga. Kita diberikan alat berkomunikasi dan membangun interaksi dengan sesama namun di saat yang sama, mulut juga bisa mengeluarkan ucapan yang tajam yang bisa membawa petaka termasuk dalam rumah tangga.
Ada suami yang saking kesal dengan sikap cerewet sang istri memilih pura-pura BAB di kamar mandi untuk sejenak menyegarkan otak untuk menghindari serbuan istri yang suka mengomel sepanjang hari. Tepatlah sebuah kalimat bijak yang mengatakan, “Tinggal di sudut loteng lebih menyenangkan daripada tinggal serumah dengan istri yang suka pertengkaran”. Artinya tidak ada yang bakal betah tinggal bersama kita yang cerewet.
Ada yang mengatakan cerewet adalah sebentuk perhatian yang terkadang menimbulkan rasa kangen karena bisa membuat suasana menjadi ramai. Tidak ada yang salah dengan cerewet asalkan demi kebaikan. Benarkah demikian? Cerewet biasanya adalah ucapan berulang-ulang yang pada umumnya berupa omelan, kritikan, dan perintah yang terasa kurang nyaman di telinga.
Cerewet biasanya bukan hanya sikap istri kepada suami namun juga ibu kepada anaknya. Saking sayangnya dan terlalu mengkhawatirkan anak sang ibu merasa perlu untuk cerewet demi anak. Saya sungguh bersyukur memiliki bapak yang sangat perhatian namun tidak cerewet, bila saja beliau suka mengomel sepanjang hari saya mungkin tidak kuat berlama-lama mengobrol dengan beliau. Justru karena bapak tidak cerewet saya jadi nyaman berbicara dua arah. Artinya, sifat cerewet tidak otomatis membawa kebaikan pada anak malah akan menjauhkannya.
Alih-alih cerewet betapa nyaman bila ibu kita mengingatkan dengan baik. Saya percaya nasihat akan lebih mengena di hati anak. Pun begitu juga para istri, alih-alih mengkritik suami dengan omelan-omelan yang menyakitkan tentulah lebih bermanfaat bila memberikan semangat dan dukungan. Tentu saja hal ini lebih ampuh menarik perhatiannya karena ada keinginan untuk terus berdekatan dengan istri tanpa takut kena semprot.
Seorang yang cerewet sekalipun pasti kesal dicerewetin apalagi seseorang yang tidak terbiasa dengan sifat cerewet. Hal ini karena yang dicerewetin merasa diperlakukan seperti anak-anak yang belum memahami apa-apa sehingga perlu ditekankan berulang-ulang. Ibarat sebuah pepatah, “Mulutmu adalah harimaumu”. Memiliki mulut bak memelihara harimau yang bertaring tajam. Supaya tidak membahayakan orang lain sang harimau harus dijaga baik-baik.
Sifat cerewet pasti mengandung unsur emosi di dalamnya. Tidak ada seorang pun yang bisa ngomel dalam keadaan hati yang tenang dan damai. Biasanya yang cerewet juga pasti sedang marah di dalam hatinya, akibatnya dia tidak bisa berpikir tenang sehingga sulit mengontrol apa yang akan diucapkan. Tidak heran bila omelan dan sifat cerewet dalam diri seseorang sering menimbulkan kesal bagi pihak yang dicereweti karena apa yang diucapkan sudah keterlaluan.
Betapa bahaya sifat cerewet, selain mengucapkan hal yang sia-sia karena biasanya yang dicerewetin tutup telinga sebab tidak tahan dengan suara yang melengking, sifat abai menjaga ucapan juga bisa berpotensi menyebabkan perang antar dua negara. Tidak berlebihan bila kalimat bijak mengatakan, “Istri yang suka pertengkaran seperti bunyi hujan yang turun seharian”. Artinya, istri yang kalimatnya sering setajam pisau sama dengan tirisan air yang terus menerus menetes pada batu karang. Batu sekeras apa pun bisa retak bahkan pecah. Sehingga suami yang menerima sikap cerewet istri, amarahnya bisa meledak dan tidak jarang memukul istri karena pertahanan yang jebol bak batu karang yang retak.
Kita yang memiliki sifat cerewet perlu mneyadari kalau sifat tersebut bukan menguntungkan malah sangat menganggu suami, anak-anak, dan bahkan diri kita sendiri. Tidak jarang seorang yang kurang memiliki pengendalian terhadap lidahnya sulit mendapat respek dari orang lain. Bila sudah menyadari hal ini maka kemungkinan untuk meninggalkan sifat cerewet akan lebih mudah. Setiap pagi, ingatkan diri sendiri untuk berpikir sebelum berbicara. Memelihara ucapan bak menjaga perhiasan berharga sehingga lama-lama lidah akan terkendali dan terhindar dari mengeluarkan kalimat yang worthless.
Salam,
Rahayu Damanik