“Menulislah dengan berpihak kepada kebenaran dan kepada hati nurani” Kalimat yang dilontarkan oleh kang Maman Suherman yang adalah mantan wartawan di Kompas Gramedia semakin memantapkan langkah saya untuk menjadi penulis. Sebagai seorang alumni Keperawatan yang memilih banting setir dari dunia kesehatan dan beralih ke dunia tulis-menulis tentulah tidak mudah bagi saya.Namun berpegang pada prinsip yang dibagikan kang Maman dengan berpihak kepada kebenaran dan hati nurani maka saya percaya siapa pun bisa menjadi seorang penulis yang sukses.
Apalagi ditambah mendapat penghargaan sebagai Best in Specific Interest 2016 di Kompasiana seolah menjadi bahan bakar bagi saya agar terus berkarya dan menyuarakan kebenaran. Kebenaran dan hati nurani adalah dasar yang harus ada dalam setiap tulisan seseorang.Kang Maman berkata di hadapan seluruh kompasianer kalau seorang penulis hendaknya jujur apa adanya saat menulis. Jujur terhadap diri sendiri otomatis akan jujur juga kepada pembaca.
Saya mengalami terkadang kejujuran itu tak selamanya indah. Kejujuran itu tak jarang menimbulkan rasa sakit hati bagi mereka yang baru mengetahuinya. Namun itulah risiko penulis yang memilih untuk jujur terhadap diri sendiri dan kebenaran yang ada. Terkadang tulisan kita dipuja-puji namun di lain waktu dicaci maki. Kang Maman Suherman menambahkan kalau menulis itu seolah terlihat mudah namun sebenarnya sulit. Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Kang Maman namun satu hal yang saya alami kalau kemampuan akan semakin tajam bila terus diasah.
Bukan hanya menulis untuk kebenaran dan berdasarkan hati nurani. Kang Maman mengatakan kalau dalam menulis kita harus bertujuan untuk membagikan ispirasi; enlightment and enrichment. Fokus utama dalam menulis bukanlah uang namun kang Maman berpendapat kalau uang akan mengikuti ketika tulisan kita bisa bermanfaat dan menjadi terang yang bisa membawa seseorang dari ketidaktahuan kepada pencerahan. Pria alumni jurusan Kriminologi ini menegaskan kalau menulis itu harus tulus dan modusnya bonus.
Seperti kisah pertamanya menulis adalah ketika kang Maman kelas empat SD. Saat itu Kang Maman menuliskan sebuah puisi yang berjudul “Angsa Putih” yang mengisahkan kekagumannya pada seorang wanita. Luar biasanya, Kang Maman bukan hanya mendapatkan bonus senyuman sumringah dari sang wanita namun juga memperoleh honor lima puluh Rupiah di tahun itu. Sekarang, pria yang memilih menjadi penulis lepas ini mendapatkan honor jutaan kali lipat dari honor pertama tersebut. Luar biasa bukan?
Tentu tidak mudah menjadi seorang penulis sukses seperti kang Maman yang sudah sering muncul di layar TV ini. Beliau pun membagikan ilmu yang berharga di mana Kang Maman menekankan kalau menulis tidak cukup hanya dengan 5W 1H namun juga 5R.
1. Read atau membaca
Kang Maman menganjurkan penulis memperluas wawasan dengan rajin membaca sebab idealnya sebuah tulisan dihasilkan dari sepuluh kali membaca. Penulis yang rajin membaca akan lebih mampu meramu tulisan yang kaya manfaat dan pengetahuan. Sebaliknya enggan membaca akan membuat tulisan dangkal dan kering makna.
2. Research atau penelitian
Kang Maman menjabarkan tulisan yang baik hendaknya didukung oleh data yang lengkap dan akurat. Pun kang Maman mengungkapkan keprihatianan terhadap penulis Indonesia yang biasanya lemah terhadap riset bila dibandingkan dengan penulis luar. Kurangnya riset dalam penulisan biasanya berbanding lurus dengan kemauan membaca literatur. Semakin tinggi kehausan membaca maka biasanya akan semakin baik riset dalam tulisan seorang penulis, begitu pun sebaliknya.
3. Reliable
Penulis harus yakin kalau tulisan yang dihasilkan memiliki sekecil mungkin kekeliruan atau bahkan tanpa kesalahan sama sekali termasuk dalam hal ejaan bahkan huruf. Reliable ini penting sebab sebuah kesalahan kecil dalam sebuah tulisan bisa berakibat fatal.
4. Reflecting
Artinya tulisan harus dilihat dari banyak sudut pandang dan dengan menghargai perbedaan pendapat yang ada.
5. (W)Rite
Kang Maman pun akhirnya menutup tips sukses menulisnya dengan menekankan pentingnya menulis untuk kebenaran. Kebenaran yang dituliskan akan memberikan pengetahuan yang baik kepada banyak orang sebaliknya bila kebenaran tidak diungkapkan bisa menyesatkan banyak pihak.
Bila kita ingin mengenal dunia maka kita perlu membaca, sebaliknya untuk dikenal dunia kita harus menulis. Seorang yang tidak menulis maka goresan namanya akan terkikis zaman. Sebaliknya penulis akan tetap abadi dalam untaian katanya. Itulah sebabnya mengapa seorang harus menulis. Apalagi di era kebebasan berpendapat seperti sekarang ini yang sangat berbeda dengan zaman Orde Baru yang cukup menekan kebebasan penulis dan pers. Sekarang siapa pun bisa menulis dan banyak media yang bisa digunakan untuk menulis seperti media sosial dan media warga seperti Kompasiana.
Menulis di medsos memang begitu cepat proses dan penyebarannya namun menulis di media warga seperti Kompasiana pun tak kalah cepat. Misalkan dalam satu kejadian yang kita telaah masih dalam satu sudut pandang maka di hasil tulisan bisa dicatat kalau penulisan kita masih ada lanjutannya khususnya dari sudut pandang yang lain. Intinya apa pun yang ingin ditulis dan di mana pun kita menulis ingatlah untuk tetap menggoreskan kebenaran dalam balutan kejujuran. Demikian penuturan kang Maman.
Menulis untuk Eksistensi Diri
“Profesi penulis memberikan peluang yang besar untuk menunjukkan eksistensi diri”, demikianlah yang diungkapkan mas Isjet. Apalagi berita yang menarik dan penting kini bukan hanya milik media mainstream namun milik semua warga. Penulis pun kini tak lagi terbatas hanya pada jurnalis atau penulis buku namun semua lapisan masyarakat yang terdiri dari berbagai profesi. Tulisan yang ditulis warga sering kali menunjukkan kekuatan lebih daripada tulisan seorang jurnalis.
Misalkan seorang jurnalis yang meliput kisah bencana Tsunami akan berbeda dengan hasil tulisan seorang warga yang mengalami sendiri bagaimana beratnya bencana yang dialami. Inilah letak kekuatan tulisan seorang penulis warga yang sering ditampung di Kompasiana dalam bentuk opini, reportase, fiksi dan lain sebagainya. Berbeda dengan media mainstream yang sangat selektif dalam memilih penulis, Kompasiana terbuka bagi siapa saja yang ingin menulis secara online tanpa membeda-bedakan tingkat pendidikan atau kemampuan menulis seseorang. Inilah yang membuat Kompasiana bisa terus berdiri sampai sekarang.
Penulis yang tekun menggoreskan banyak tulisan, menulis konten dengan konsisten, dan memiliki keunikan gaya dalam menulis maka suatu saat akan menemukan pembacanya sendiri. Itulah sebabnya mas Isjet menekankan agar penulis terus berusaha memperbaiki tulisan dan pintar membaca kebutuhan pembaca. Memang menulis itu untuk kepentingan dan kepuasan diri sendiri namun penulis yang juga memikirkan harapan pembaca akan menemukan positioning tersendiri bagi dirinya.
Terakhir mas Isjet menekankan agar penulis jangan pernah berpuas diri atas kemampuan yang dimiliki. Teruslah belajar agar tulisan kita semakin hari semakin menginspirasi. Penulis yang cepat merasa puas apalagi hanya memikirkan keuntungan materi dijamin akan sulit menjadi penulis mahakarya.
Uniknya, tugas penulis di Kompasiana tinggal menulis saja tanpa perlu mempromosikan tulisan. Pun Kompasiana menyediakan editor khusus bagi tulisan yang headline. Meskipun menampung tulisan dari berbagai lapisan masyarakat, Kompasiana tetap memberikan jaminan kalau tulisan yang disajikan kepada pembaca adalah tulisan yang bagus. Caranya, Kompasiana memberikan label tulisan “pilihan” dan “headline” untuk tulisan-tulisan yang berkualitas.
Pun penulis telah diberikan verifikasi hijau dan biru yang bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui reputasi dan dedikasi seorang penulis. Satu hal yang membuat saya tertarik menulis di Kompasiana adalah kenyataan kalau pembaca Kompasiana telah mencapai 30.000.000 pembaca setiap bulannya dengan artikel yang masuk setiap hari mencapai ratusan tulisan. Artinya, peluang tulisan saya akan dibaca banyak orang tentu lebih besar.
Menemukan Jati Diri dalam Tulisan
Mbak Yayat menuturkan hendaknya kita menulis mengikuti aliran hasrat hati kita. Tulislah apa yang ingin ditulis. Penulis pemula sebaiknya tidak perlu memikirkan kelak akan menjadi blogger spesialis bidang tertentu. Lebih baik mengalir saja terlebih dahulu sebab pada akhirnya akan menemukan sendiri spesialisasi atau positioning yang paling tepat.
Mbak Yayat yang adalah fans berat dan sekaligus penulis khusus MotoGP ini mengungkapkan kalau blogger memiliki sudut pandang penulisan yang jauh lebih kaya daripada jurnalis. Jurnalis misalkan fokus kepada proses balapan MotoGP namun blogger bisa menuliskan dari berbagai sisi misalkan mengenai kehebohan fans Valentino Rossi atau kebahagiaan seorang penonton yang baru pertama menonton MotoGP.
Intinya, apa pun yang ingin dituliskan oleh penulis akan mengalir dengan sendirinya asalkan memang blogger tersebut menikmati kejadian yang dialami. Artinya, sepanjang penulis mencintai topik penulisan maka pembaca pun bisa menikmati tulisan seolah mengalami sendiri apa yang disampaikan penulis. Sebaliknya, bila penulis memaksakan satu topik tertentu untuk dituliskan maka pembaca pun biasanya juga akan merasakan kering ketika membaca tulisan itu.
Saya pun menarik kesimpulan dari apa yang disampaikan mbak Yayat yaitu sesuatu yang ditulis dari hati akan mampu menyentuh hati. “Jadi, teruslah menulis maka kelak passion akan ditemui” ungkap mbak Yayat menutup penuturannya. Demikianlah laporan saya mengenai acara Kompasiana yang bertemakan “Saatnya Warga Menulis" yang dimoderatori oleh Mas Rizky Saragih ini. Semoga kita berani menulis berlandaskan kejujuran dan kebenaran karena kepedihan akibat menyatakan kebenaran itu lebih baik daripada rasa manis akibat sebuah kebohongan.
Salam,
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H