Sempat takjub melihat memory Facebook yang men-share foto saya beberapa tahun yang lalu di saat belum menikah. Ada rasa tidak percaya melihat foto-foto itu. Ternyata saya pernah langsing juga he..he. Pengen juga berat badan bisa turun lagi karena pasti keren buat pakai model baju apa saja dan yang pasti tubuh terasa lebih segar dan fit. Masalahnya setelah menikah saya sudah coba berbagai usaha untuk menurunkan berat badan namun gagal dan gagal lagi.
Mulai dari mengurangi makan sampai makan sayuran rebus tanpa garam. Namun, jujur saya tidak kuat soalnya perut dan otak saya tidak bisa diajak kompromi untuk menahan rasa lapar. Bila kelaparan sebelum jam makan, saya sudah pernah mencoba minum air putih yang banyak dan makan buah namun rasa laparnya dengan cepat muncul lagi hingga membuat kepala saya pusing. Bila kelaparan, saya tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik, tidak bisa berpikir jernih, dan mudah marah. Yasudah pasrah saja, bila lapar walaupun belum waktunya makan saya makan saja. Tidak heran timbangan berat badan terus naik. Apa boleh buat daripada saya tidak bisa beraktivitas dengan lancar.
Namun, masalah berat badan tidak bisa membuat saya berhenti khawatir karena bila dilihat tinggi badan saya 158 cm dan BB 66 kg itu sudah masuk kategori kegemukan. Apalagi fakta di mana oppung saya (ibu dari mama saya) dan mama saya sama-sama terkena dibetes. Artinya saya juga berisiko mendapat warisan penyakit tersebut. Saya tidak mau! Saya ingin memiliki hari tua yang sehat dan bugar supaya bisa menemani dan menyaksikan masa depan anak-anak saya. Namun bagaimana caranya agar tidak mengalami penyakit tersebut?
Saya teringat cerita mama, mama mengatakan kalau beliau makan nasi itu lumayan banyak dan sering minum teh manis hangat saat di kantor. Saya sungguh tidak tahu kebiasaan mama yang demikian karena saya kuliah di Depok dan mama saya di kampung. Hingga akhirnya mama terdiagnosis terkena penyakit diabetes dengan kadar gula darah mencapai 360. Saya menyesal, seandainya saya mengetahui kebiasaan mama sebelum terdiagnosis diabetes pastilah saya akan mengingatkan karena menurut mata kuliah yang saya pelajari saat di kuliah di Keperawatan dulu, kalau kelebihan mengkonsumsi karbohidrat sangat berbahaya khususnya bagi yang memiliki riwayat keluarga diabetes.
Mama saya makan nasi bisa dua porsi dan minum teh manis sampai tiga gelas sehari. Mama tidak tahu kalau kebiasaan mengkonsumsi karbohidrat yang berlebihan seperti itu mengurangi sensitivitas dan kinerja insulin. Yang mama tahu kalau makan nasi yang banyak itu bagus karena membuatnya tetap bertenaga selama bekerja di kantor. Hormon insulin seharusnya bertugas mengubah karbohidrat menjadi energi di dalam sel-sel tubuh. Namun karena kerja yang terlalu berat akibat gula darah yang terlalu banyak bisa mengganggu kerja hormon tersebut. Akibatnya? Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh setelah berubah menjadi gula darah menumpuk di dalam darah karena hormon insulin tidak bekerja. Itulah sebabnya mengapa yang terkena diabetes tiba-tiba badannya mengurus sebab gula darah tidak dapat diubah menjadi sumber energi dan nutrisi di dalam sel tubuh.
Syukurlah mama saya sekarang sudah baikan namun kejadian itu sungguh menjadi pelajaran yang penting buat saya. Saya harus mengurangi nasi yang merupakan sumber karbohidrat paling banyak yang saya konsumsi. Saya harus konsisten mengubah pola makan kalau tidak mau seperti mama saya. Bila saja disiplin mengurangi karbohidrat (diet karbo) maka bukan hanya berat badan saya yang turun namun juga risiko diabetes jauh dari saya.
Bukan hanya mengurangi karbohidrat namun saya harus membiasakan asupan makanan yang rendah IG (Indeks Glikemik). Indeks glikemik adalah angka yang menjadi indikator untuk mengetahui seberapa cepat makanan yang dikonsumsi memengaruhi kadar gula darah dalam tubuh. Makanan yang disarankan untuk seorang yang memiliki riwayat keluarga diabetes seperti saya sebaiknya mengkonsumsi yang rendah IG karena dicerna tubuh secara perlahan sehingga kenaikan kadar gula darah tidak naik secara drastis sebaliknya meningkat secara bertahap. Kadar gula darah yang meningkat secara bertahap ini membuat saya tidak mudah kelaparan dan bagus bagi kinerja hormon insulin saya. Makanan yang rendah indeks glikemik misalkan kacang kedelai, buah-buahan, dan sayuran. Saya pun harus mengurangi makanan yang tinggi indeks glikemiknya seperti nasi putih, gula, roti putih, atau minuman bersoda dan yang manis.
Bukan hanya nutrisi SOYJOY yang menyehatkan namun juga pengolahan yang unik melalui proses oven bake untuk mempertahankan rasa dan kandungan nutrisi secara alami. Pengolahan oven bake dengan suhu tinggi inilah yang menyebabkan SOYJOY tahan disimpan selama 8 – 10 bulan tanpa pengawet. Pun kemasan SOYJOY begitu praktis karena mudah dibawa dan tidak merepotkan. Cocok banget dengan gaya hidup masyarakat urban. Demikianlah kisah saya yang berjuang mengurangi karbohidrat. Saya akui memang berat namun harus saya tekuni demi kesehatan saya, masa depan anak-anak, dan kelurga saya pastinya.
Salam sehat,