Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kelangkaan Air Bersih Mengancam Dunia, Tanggung Jawab Siapa?

27 Maret 2016   02:52 Diperbarui: 27 Maret 2016   08:46 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Indeks Kualitas Air sungai Jakarta (jakartapedia.bpadjakarta.net)"]

[/caption]

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyimpulkan kalau tidak satu pun air baku di Jakarta layak untuk diolah menjadi
 air bersih. Hanya 1% aliran sungai Jakarta yang indeks pencemarannya dikategorikan baik dan selebihnya dikategorikan tercemar ringan sampai berat sehingga sangat rawan bila dijadikan bahan baku air bersih akibat tercemar polutan dari domestik maupun industri. Artinya, ketersediaan air memang berlimpah ruah namun hanya sebagian kecil yang bisa dikonsumsi.

Tingkat ketersediaan air bersih yang semakin hari semakin sedikit tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan populasi yang semakin membludak. Bila tidak segera dicari jalan keluar maka pasokan air bersih yang sedikit tadi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan semua manusia. Menurut ibu Meyritha Maryani selaku Corporate Communications and Social Responsibilities Division Head Palyja, pada tahun 1998 pelanggan PAM hanya 200.0000 sambungan kini meningkat menjadi 405.000 sambungan dengan lebih dari 3 juta pelanggan masyarakat Jakarta yang tinggal di wilayah barat sungai Ciliwung. Artinya, telah terjadi peningkatan jumlah pelanggan sebanyak dua kali lipat sejak tahun 1998 yang melayani hanya 1,5 juta orang. Namun sayangnya peningkatan jumlah pelanggan ini tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber air baku.

Air di Indonesia memang berlimpah namun daya tampungnya sangat rendah. Menurut data Bappenas tahun 2012 daya tampung air di Indonesia hanya 54 meter kubik per tahun untuk setiap kepala. Padahal kebutuhan per orang setiap tahunnya sebesar 1.975 meter kubik. Kemampuan daya tampung ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Thailand, Meksiko, dan Amerika Serikat. Angka yang demikian hanya satu tingkat di atas negara Ethiopia. 

Fenomena kurangnya daya tampung ini disebabkan sedikitnya daerah resapan air dan kurangnya pembangunan waduk buatan demi menampung air hujan. Daya tampung yang minimal selain disebabkan tidak ada waduk penampungan air hujan, juga karena Ibu kota sudah tidak memiliki daerah resapan air yang memadai sehingga kebanyakan air hujan tidak menyerap ke dalam tanah. Saat musim hujan, air langsung menuju ke sungai dan laut. Siklus air sudah tidak terjadi sebagaimana mestinya. 

Air hujan hasil penguapan air laut yang tumpah ke bumi seharusnya sebagian menyerap masuk ke dalam tanah dan menjadi cadangan di saat musim kemarau. Kini, kurangnya daerah resapan membuat semua air hujan langsung tumpah menuju ke lautan. Akhirnya, saat musim hujan banyak daerah di Indonesia termasuk Ibu Kota yang banjir namun sebaliknya saat musim kemarau terjadi kekeringan dan kekurangan air yang luar biasa.

Oxfam International yang merupakan sekelompok organisasi independen non-pemerintah memprediksi pada tahun 2025 akan ada sebanyak 321 juta jiwa penduduk Indonesia yang kesulitan mengakses air bersih. Jumlah ini akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Apa yang terjadi bila hal tersebut terus semakin parah puluhan atau ratusan tahun yang akan datang? Fakta menunjukkan tidak ada manusia yang bisa memperoleh kualitas hidup sehat tanpa air bersih. 

Kurangnya air bersih menyebabkan berbagai kondisi berbahaya seperti penyakit diare, penyakit kulit, dan berbagai penyakit akibat bakteri jahat lainnya. Data WHO mencatat tahun 2008 sebesar 3,5% dari total kematian di Indonesia disebabkan kelangkaan air bersih. Di tingkat dunia, ada sekitar 1,6 juta anak meninggal karena diare dan angka kematian karena diare ini jauh lebih tinggi daripada kematian karena penyakit TBC, Malaria, atau HIV AIDS. Selain itu, lingkungan yang kekurangan air bersih pasti menimbulkan bau, penyakit pada hewan, atau tanaman bahan pangan mati. Intinya, keterbatasan air bersih menyebabkan kelangkaan bahan pangan karena layaknya manusia, tanaman juga tidak bisa disiram dengan air tercemar. Sebuah sumber menyebutkan dibutuhkan 2.500 liter air untuk menghasilkan 1 kg beras, 760 liter air untuk 1 kg jagung, 1.300 liter air untuk 1 kg gandum, 1.000 liter air untuk 1 liter susu, 10.000 liter air untuk 1 kg keju, 3.300 liter air untuk 1 kg telur, 15.400 liter air untuk 1 kg daging sapi. Artinya kelangkaan air akan melahirkan krisis sumber pangan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Michael Parfit yang adalah seorang penulis untuk National Geographic. Beliau mengatakan, “Manusia hidup adalah berkat keberadaan air. Di mana ada air maka di situ ada kehidupan dan di mana tidak ada air maka tidak akan ditemukan kehidupan”

Nyatalah kini kalau masalah kelangkaan air bersih bukan hanya terjadi di Indonesia namun juga di dunia. Betapa berharganya keberadaan air bersih bagi masyarakat bumi karena menentukan kualitas kesehatan bahkan hidup-mati seseorang. Bila kelangkaan air terus semakin parah di Indonesia dan dunia maka bukanlah mustahil suatu saat akan menyebabkan ‘peperangan’ demi memperebutkan air bersih. 

Data PBB menyebutkan kalau saat ini ada sebanyak 768.000.000 manusia di dunia yang tidak memiliki akses ke sumber air dan sebanyak 2,5 miliar tidak memiliki sumber air yang layak konsumsi. UNESCO juga memberikan laporan yang mengerikan di mana berdasarkan hasil penelitian kalau kebutuhan air dunia cenderung meningkat sebanyak 55% pada tahun 2050. Bila keadaan perairan tidak membaik, diperkirakan lebih dari 40% dari penduduk dunia akan mengalami krisis air.

[caption caption="Sungai di dunia sudah banyak yang sangat tercemar (Indeks Kualitas Air sungai Jakarta (jakartapedia.bpadjakarta.net)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun