Ada pendapat kehidupan generasi bangsa saat ini erat dengan pergaulan bebas, keinginan untuk selalu bersenang-senang, dan hanya menghambur-hamburkan uang orang tua. Jarang anak muda yang punya visi akan masa depan. Bukan pemandangan yang asing bila siswa sekolah mabuk-mabukan, berpacaran tanpa batas, memiliki geng, rambut dicat warna-warni, dan fokus hanya pada pacar dan pacar.
Tidak dapat disangkal kalau memang benar demikianlah gambaran sebagian generasi muda bangsa. Mereka tidak peduli pada masa depan sendiri apalagi memikirkan sesama. Namun ada sebuah fakta yang mengejutkan, dimana ternyata masih ada anak muda bangsa yang memiliki kepedulian tinggi terhadap sesama khususnya anak-anak jalanan. Usia mereka masih sangat belia namun jangan ditanya kepedulian mereka terhadap anak jalanan tidak dapat diragukan lagi.
Saya berkesempatan menginterview langsung seorang anak muda inspiratif bernama Septiana Ika yang sangat peduli kepada anak jalanan. Dia bukanlah seorang yang hanya menunjukkan perhatian kepada anak-anak jalanan di saat-saat tertentu untuk mencari muka. Namun perhatian dan kepeduliannya dengan segenap hati dilakukan dengan harapan agar anak jalanan bisa menjadi anak pintar dan terampil sehingga mampu meperoleh pendapatan layak untuk masa depan yang lebih baik. Saat ini dia menjadi ketua ketua Save Street Child (SSC) yang merupakan sebuah sebuah wadah untuk merangkul anak jalanan.
[caption caption="Ilustrasi- Septiana Ika bersama Anak Jalanan dalam Acara Buka Puasa Bersama (Baris Belakang bagian Tengah)"][/caption]Septiana Ika (Septi) adalah alumni AMIK Bogor dan lahir pada 20 September 1988. Artinya usianya saat ini terbilang masih sangat muda yaitu 27 tahun. Namun sejak tiga tahun yang lalu saat usianya masih menginjak 24 tahun sudah terjun langsung mengajar anak-anak jalanan. Hanya satu impiannya agar kelak anak jalanan yang kurang beruntung bisa hidup lebih mandiri tanpa harus menengadahkan tangan untuk meminta-minta. Septi menyadari kalau masalah anak jalanan bukan persoalan pemerintah saja sehingga ada kerinduan untuk memberi kontribusi dengan caranya sendiri.
[caption caption="Anak Jalanan Diajarkan Berbagai Keterampilan"]
Saya saja sulit mendapat karyawan yang komitmen kepada anak. Padahal mendapat penghasilan setiap bulan. Coba kita renungkan bagaimana beratnya mencari relawan yang harus mengajar anak jalanan tanpa bayaran sama sekali? Inilah alasan mengapa saya mengangkat tulisan ini. Saya menggali bagaimana perjuangan Septi dan relawan yang tergabung di SSC mengajar anak-anak agar kelak memiliki masa depan. Bukanlah usaha yang mudah namun tidak berarti mustahil.
[caption caption="Belajar Interaktif dengan Anak Jalanan"]
[caption caption="Anak Jalanan Diajarkan Berbagai Keterampilan"]
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki panti khusus anak jalanan. Namun, tetap saja mereka kembali ke jalan. Hidup bebas semaunya tanpa ada yang larang. Mandi atau tidak bukanlah hal yang penting buat mereka. Hal ini menyentuh hati Septi yang berharap anak-anak pinggiran bisa tetap mendapat dekapan hangat dari Ibu Pertiwi. Itulah sebabnya dia dengan tekun mengajak para relawan untuk bersama-sama mau berbagi kasih dengan anak jalanan. Cinta yang dia berikan bisa mengurangi derita anak jalanan. Para pejuang jalanan yang masih anak-anak itu perlu mendapat sedikit topangan dalam menghadapi kerasnya hidup yang ada di pundak mereka.
[caption caption="Antusiasme Anak Jalanan"]
Septi menemukan ternyata anak jalanan juga memiliki bakat menonjol yang patut diperhitungkan seperti pintar berbicara di depan umum, bernyanyi, mewarnai, bahkan ada yang sangat unggul dalam mata pelajaran yang disajikan SSC. Sayangnya bakat hebat mereka tidak didukung oleh keadaan. Septi merasa ini adalah beban dan tanggung jawabnya. Bila dengan ilmu, tenaga, dan pikiran bisa membuat adik-adik jalanan mewujudkan impian maka betapa terharu dan bahagianya Septi. Septi sangat percaya kalau sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk sesama. Inilah yang membuatnya dalam tiga tahun terakhir tidak pernah lelah apalagi putus asa menghadapi anak jalanan. Septi sangat bahagia melihat anak-anak itu happy. Tampaknya inilah filosofi hidup Septi, berbuat baik kepada sesama selama masih ada kesempatan.
[caption caption="Ilustrasi- Pengajar Harus Kreatif sehingga Anak Tidak Bosan "]
Septi menyadari bila mereka tidak didekati maka pasti enggan diajak belajar. Itulah sebabnya Septi berusaha memikirkan teknik pendekatan yang bisa meluluhkan hati anak jalanan. Anak jalanan terbiasa hidup keras dan pasti berpengaruh dengan cara mereka berinteraksi dengan siapa saja. Butuh teknik khusus menghadapi karakter mereka. Septi dan para relawan di SSC berusaha agar mereka bisa diterima di lingkungan anak jalanan; mencoba menjadi bagian dalam hidup mereka. Septi menekankan sikap persaudaraan dan persahabatan karena anak jalanan sangat sulit berkenalan dan percaya kepada orang baru. Intinya saat menjalin relasi awal maka harus sering bersama dan bercengkrama dengan para anak jalanan.
Anak jalanan ini tidak akan cukup diajak sekali untuk mau belajar. Jadi, Septi dan relawan lain sering kali menyambangi lokasi anak jalanan mengamen atau berjualan. Awalnya mereka mengobrol biasa tentang aktivitas sehari-hari kemudian saat anak jalanan sudah tampak mulai menyukai relawan barulah mereka diajak ikut belajar. Anak jalanan bisa merasakan ketulusan hati Septi dan relawan lain, kebaikan inilah yang menyentuh hati anak jalanan sehingga hubungan bisa terjalin dengan harmonis.
Meskipun perjuangan awal mendekati anak jalanan sudah bisa diatasi namun kesulitan yang dihadapi tidak berhenti sampai di situ. Anak jalanan bukan hanya sulit didekati namun juga susah sekali diajak belajar. Dulu banyak anak-anak yang keluar masuk dan tidak mau ikut belajar. Betapa sulit membuat mereka betah belajar. Sekolah gratis yang disediakan untuk mereka sama sekali tidak dimanfaatkan dengan baik karena tidak paham akan arti dan pentingnya belajar. Bila mereka mengamen di jalan otomatis mendapat ribuan rupiah. Septi sering mendengar penuturan mereka, “Sudah bisa cari uang, mengapa harus belajar?” Inilah sebabnya kebiasaan mereka di jalanan sulit untuk dihilangkan.
Anak-anak tersebut terlanjur berpikir kalau meminta-minta merupakan cara instan dalam mendapatkan uang. Anak jalanan banyak yang terjun mengamen atau memulung (kaleng atau bekas gelas air mineral) karena diminta orang tua mereka membantu mencari uang untuk makan sehari-hari. Jadi, bila anak jalanan tersebut memiliki orang tua maka Septi dan kawan-kawan harus berusaha meyakinkan para orang tua supaya memberikan ijin belajar bagi anak-anaknya.
Saat penulis menanyakan kepada Septi apa terobosan yang dia kerjakan selama tiga tahun menjadi relawan. Septi mengatakan kalau selama ini dia dengan tekun mengerjakan semua program yang sudah ada di SSC. Septi mengatakan mempertahankan dan mengembangkan apa yang sudah ada jauh lebih sulit daripada meraih sesuatu yang baru. Septi selama ini fokus membuat adik-adik mengerti mengapa harus belajar dan membuat mereka nyaman sehingga selalu rutin belajar. Kini Septi dan para relawan SSC bisa bersyukur karena akhirnya dengan semangat dan niat yang baik adik-adik mau belajar.
Saya menanyakan kepada Septi apakah anak-anak tersebut diberikan makan siang atau uang jajan dengan harapan agar mereka bisa tetap stay. Apalagi mengingat mereka sudah terbiasa mencari uang. Membayangkan tanpa motivasi dari dalam diri sendiri, betapa sulitnya mengajak mereka belajar tanpa iming-iming. Septi mengatakan sangat berbahaya menjanjikan makanan atau uang jajan karena nantinya mereka datang hanya karena uang bukan karena keinginan untuk belajar. Setpi menyadari sulitnya membangun motivasi belajar anak jalanan, di sinilah harus ada usaha keras, kreativitas, dan inovasi agar anak-anak tetap semangat belajar. Terkadang Septi dan relawan pengajar mengadakan cerdas cermat atau kuis, barulah yang juara diberikan hadiah. Adik-adik jalanan sangat bersemangat bila diadakan kompetisi. Terkadang, anak jalanan ini ditanyakan mereka ingin belajar apa. Septi tidak menyangkal pernah membawa camilan atau minuman namun itu sifatnya tidak wajib.
Bila ada donatur yang berbaik hati, bisa juga para relawan memberikan makanan dan minuman namun hanya sesekali tergantung ada tidaknya dana. Cara jitu andalan Septi dan relawan membuat anak jalanan nyaman adalah dengan memperbanyak interaksi sehingga semua anak merasa diperhatikan. Intinya memang tidak mudah mendekati anak jalanan namun bila relawan terus memberikan kasih sayang maka anak-anak tersebut akan bisa bersemangat untuk tetap hidup dan terus maju supaya kelak bisa seperti kakak relawan. Jadi, tidak ada cara pendekatan yang lebih efektif daripada rajin datang dan membawa cinta yang tulus. Kalau dulu, anak yang datang terus berganti karena tidak ada yang bisa bertahan belajar, kini malah adik-adik jalanan tersebut yang datang sendiri ke kelas. Sungguh luar biasa bukan?
Ternyata Septi dan pengurus SSC tidak hanya menghadapi kesulitan bagaimana melakukan pendekatan dan memotivasi anak jalan untuk belajar. Namun ada kesulitan lain yaitu menghadapi rasa jenuh dan bosan para relawan pengajar. Saya menceritakan pengalaman susahnya mencari pengasuh yang sayang anak apalagi bila karyawan tersebut belum menikah. Sudah diberikan penghasilan yang terbaik tetap saja pengasuh anak di tempat saya keluar masuk. Awal melamar sebagai pengasuh di day care mengaku menyukai anak kecil namun ternyata tidak sabaran juga.
Septi sependapat dengan saya memang sulit mencari orang yang menyukai anak kecil apalagi tanpa bayaran sama sekali. Bahkan pengalaman Septi, meskipun seseorang latar belakang pendidikannya kesehatan, tidak mudah bertahan mengasuh anak. Syukurlah Septi sangat mencintai anak kecil entah bagaimana bisa begitu, Septi tidak bisa menjelaskan mungkin sama seperti saya yang tidak bisa menjelaskan mengapa menyukai dunia tulis-menulis. Bagi Septi, adik-adik jalanan selalu menyenangkan dan membuatnya bahagia. Inilah yang membuatnya terus mampu bertahan mengabdi sejak tiga tahun yang lalu walau tanpa imbalan materi sama sekali.
Bila relawan gagal menumbuhkan kasih sayang di dalam hati pasti tidak bertahan lama menjadi pengajar. Septi harus memikirkan cara bagaimana agar relawan bisa bertahan. Bila relawan lama harus diganti dengan yang baru, anak jalanan harus adaptasi lagi. Septi dan pengurus lain perlu memikirkan cara andal yang membuat para relawan bisa berkomitmen dan bertahan mengajar anak jalanan. Salah satu yang dilakukan adalah mengadakan apresiasi bagi relawan yang sudah sangat mendukung dan memberikan grading bagi mereka. Relawan pengajar juga diberikan pemahaman sederhana tentang karakteristik anak jalanan sehingga bisa mengajar dengan cara yang menyenangkan. Hal demikian akan membuat anak akan merasa nyaman untuk belajar dan berekspresi sesuai bakatnya.
Tantangan demi tantangan yang dialami Septi dan relawan lain sangatlah berat namun kini patut disyukuri karena sudah lumayan banyak anak yang akhirnya rutin belajar bersama. Kelas SSC kini sudah dibuka di enam cabang yakni di Jakarta, Depok, Tangerang dan Bogor.
1. Kelas Kampung Manggah
2. Kelas Kampung Beringin Depok.
3. Kelas Pondok Ranji Tangerang Selatan
4. Kelas Kelapa Dua Jakarta Barat
5. Kelas Cikini Jakarta Pusat
6. Kelas Baranangsiang Bogor
Anak-anak diajarkan hal-hal yang baru seperti membaca, menulis, berhitung, atau mewarnai. Selain itu, anak-anak juga diajarkan keterampilan khusus seperti membuat pita atau bando yang bisa dijual untuk mendapatkan penghasilan. SSC juga setiap 4 bulan sekali mengajak adik jalanan melakukan perjalanan dengan nuansa edukasi sehingga selain bisa membuat anak-anak senang juga ada nilai pendidikan yang diberikan. Banyak sistem belajar yang sudah dicoba dengan tujuan agar anak-anak tidak mudah jenuh. Anak jalanan ini sungguh berbeda karena bila sedikit saja bosan, mereka bisa langsung meninggalkan kelas. Jadi, pengajar harus kreatif. Terkadang diselipkan permainan agar anak-anak antusias.
Sekarang kehadiran anak-anak di tiap kelas rata-rata 20-30 anak. Walau tetap saja ada yang sekarang datang besok tidak, Septi dan teman-teman berprinsip tidak boleh memaksakan anak jalanan. Tempat belajar yang dipergunakan Septi dan teman-teman selama ini bila di Bogor kelasnya di belakang terminal tepatnya di teras rumah seorang warga. Di depok SSC menyewa tempat kecil sekalian untuk tempat penyimpanan barang-barang, lokasinya berdekatan dengan Margocity. Kelas di Pondok Ranji menggunakan ruang PAUD yang dipinjamkan warga.
SSC berdiri pada tanggal 23 Mei 2011 namun ibarat setetes air di padang pasir masih banyak anak jalanan yang haus ilmu. SSC Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, atau sering disebut dengan SSC Jabodeta yang diketuai Septi ini belumlah cukup memenuhi kebutuhan semua anak jalanan akan dunia belajar. Namun ada yang luar biasa, SSC Jabodeta ternyata mampu menularkan semangat dan menginspirasi berdirinya belasan SSC lain di berbagai kota di luar Jabodeta. Kini bukan hanya ada SSC Jabodeta namun telah berdiri SSC di tempat lain yang terinspirasi atas keberadaan SSC Jabodeta diantaranya:
1. SSC Surabaya
2. SSC Bandung
3. SSC Jogjakarta
4. SSC Medan
5. SSC Makassar
6. SSC Palembang
7. SSC Padang
8. SSC Madura
9. SSC Jember
10. SSC Blitar
11. SSC Pasuruan
12. SSC Malang
13. SSC Semarang
14. SSC Solo
15. SSC Batam
16. SSC Mojokerto
17. dan SSC lain di Jabodetabek
Meskipun SSC Jabodeta tidak berkaitan dengan SSC lain namun mereka semua memiliki impian yang sama untuk membangun anak jalanan menjadi generasi bangsa yang memiliki akses pendidikan yang memadai. Septi mengaku banyak belajar dari SSC kota lain meskipun hanya mengamati perkembangan SSC lain dari sosial media. Terkadang ada beberapa SSC yang melakukan kunjungan ke SSC Jabodeta sehingga mereka saling share dan menginspirasi.
Anak di day care yang saya kelola semuanya diimunisasi dan bahkan banyak yang diberikan imunisasi tambahan seperti imunisasi influenza sehingga tidak mudah tertular dan menularkan batuk pilek. Penulis menanyakan kepada Septi apakah tidak takut terkena berbagai penyakit menular karena pemahaman orang tua yang kurang sehingga jarang anak jalanan mendapatkan imunisasi. Septi mengakui ada ketakutan terjangkiti penyakit menular namun itulah letak pengorbanan mereka. Ketulusan yang mengalahkan ketakutan.
Anak-anak jalanan diajarkan juga dasar-dasar ilmu kesehatan sehingga paham bahwa kebersihan bisa mencegah mereka dari berbagai macam penyakit. Septi dan kawan-kawan tahun ini sedang merealisasikan program visit dokter sehingga anak-anak jalanan bisa semakin sehat. Jadi, keinginan merangkul anak-anak jalanan adalah persoalan kompleks mulai dari pendekatan, memotivasi untuk belajar, mencari relawan, masalah kesehatan, dan daya tangkap terhadap pelajaran yang mungin tidak secepat anak pada umumnya sehingga butuh totalitas dan kesungguhan hati.
Kepuasan terbesar yang Septi rasakan adalah saat ada anak yang tadinya tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung menjadi bisa. Anak yang sebelumnya malas menjadi termotivasi sehingga rajin dan semangat belajar. Bahkan para orang tua banyak yang sudah memberikan dukungan atas kegiatan belajar anak mereka. Para relawan kini semakin berkomitmen memberikan pelajaran karena tanpa dukungan mereka, SSC tidak bisa menjalankan semua program untuk anak jalanan.
Semuanya membuat Septi bersyukur karena dikelilingi orang-orang hebat nan baik hati. Septi berharap SSC selamanya bisa menjadi sarana pendidikan alternatif untuk merangkul anak-anak marginal sehingga bisa menjadi salah satu jembatan mewujudkan cita-cita mereka. Semoga SSC semakin bisa dirasakan dampaknya oleh anak jalanan dan semakin banyak yang bisa merasakan kehangatan pelukan yang mereka berikan. SSC didirikan dengan nama Yayasan Sekarya Sobat Cinta. SSC didirikan berbentuk badan hukum karena memang founder, Septi, dan kawan-kawan benar-benar serius dan peduli untuk pendidikan anak jalanan.
Saya menarik kesimpulan ternyata kita tidak harus menungggu usia senja dan harus memiliki perekonomian mapan untuk memulai berperan dalam mengangkat derajat anak jalanan. Usia boleh muda tetapi kepedulian bisa sekeras baja. Bila melihat orang terlantar di jalanan, kita mungkin selalu berpikir kalau mereka hanya gemar meminta-minta. Tetapi sesungguhnya mereka memiliki ketangguhan yang mungkin tidak kita miliki. Setiap detik para anak jalanan berjuang melawan kerasnya hidup hanya demi sesuap nasi. Walau sudah banting tulang dan melawan teriknya matahari hasil yang didapatkan mungkin tidak seberapa. Fakta demikian tidak membuat mereka berputus asa. Bagaimana dengan kita yang hanya sesekali menghadapi masalah berat, apakah begitu mudahnya menyerah dan berteriak kalau dunia ini tidak adil bagi kita?
Menurut saya, Septiana Ika dan semua yang peduli kepada anak jalanan namanya layak disisipkan dalam prasasti pahlawan. Terakhir, ijinkanlah saya menutup dengan sepotong lirik lagu Nasionalis berjudul “Negeriku” yang dinyanyikan oleh almarhum Chrisye:
Oh negeriku, negeriku negeri cintaku
Cinta negeriku
Kau bangkitkan semangat hidup selalu
Salam,
Rahayu Setiawati Damanik
Sumber Gambar: Dokpri Septiana Ika & SSC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H