Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

[Masukan untuk ISIS] Belajar dari Prajurit TNI yang berperang ke Timor Timur

16 Januari 2016   04:33 Diperbarui: 16 Januari 2016   10:38 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="TNI-AD"][/caption]Saya pernah berbagi kisah tentang hal yang dilakukan bapak saya yang ketakutan saat menghadapi perang di Timor Timur. Alih-alih mencari cara yang brutal dan tidak bijaksana. Syukurlah atas masukan oppung, bapak yang saat itu sedang bertugas di Batalyon Kabanjahe Sumatera Utara bisa mengelola ketakutannya dengan cara yang membuat saya terharu. Selengkapanya bisa dibaca di [Perang Timor Timur] Pengakuan Jujur Seorang Prajurit kepada Putrinya.

Ada sebuah kisah lain yang beliau sampaikan mengenai sikap prajurit saat berada di dalam kapal perang. Sebuah perbedaan yang sangat signifikan ketika prajurit diberangkatkan ke medan tempur dan saat pulang kembali ke kampung halaman. Saat dalam perjalanan menuju medan perang, semua prajurit yang berada di dalam kapal sangat rajin sholat, berdoa, atau beribadah menurut agama masing-masing. Para prajurit saling menghormati dan menghargai, damai, tentram, nyaris tanpa konflik. Suasana kapal terasa begitu kaku, tenang, sekaligus khusyuk karena tiada canda-tawa selama berhari-hari perjalananan yang memberangkatkan para prajurit menuju Timor Timur. Jangan khawatir bila ada seorang prajurit yang tanpa sengaja meninggalkan barang berharganya di kamar mandi seperti jam tangan, dompet, atau uang maka dijamin 100% tidak akan hilang. Santai saja, pasti tidak ada yang berani menyentuh barang yang bukan miliknya. Menurut bapak saya, semua “keajaiban” itu disebabkan oleh para prajurit sedang dilanda ketakutan karena akan berperang di Timor Timur.

Usai tugas perang, para prajurit senang ternyata masih selamat. Mereka kembali dari Timor Timur menuju ke kampung halaman di Sumatera Utara dengan menggunakan kapal yang sama. Suasana di dalam kapal berubah drastis. Apa yang terjadi di kapal? Kegiatan di kapal yang tadinya hanya diisi oleh kegiatan ibadah dan aktivitas hening lainnya kini berubah. Ritual ibadah menjadi suatu pemandangan yang jarang selama perjalanan pulang di kapal karena tampaknya para prajurit lebih menikmati suasana tertawa bercanda bersama-sama. Tidak ada lagi ketegangan, hanya suasana kebebasan dan kebahagiaan yang merebak. Prajurit harus berhati-hati, kalau mandi di kamar mandi kapal, jangan sampai meninggalkan barang berharga. Pasti hilang dalam sekejap. Artinya, rasa takut itu hanya sementara. Tidak abadi.

Saya tidak menyangkal ketakutan yang melanda ketika mendengar ada ledakan bom tetapi ternyata tidak semua takut juga, buktinya tukang sate yang jaraknya hanya 100 meter dari lokasi serangan teroris tetap saja ngotot memanggang satenya demi melayani antrian pelanggan yang tampaknya lebih takut kelaparan daripada bom. Tukang sate mengajarkan kami untuk tidak perlu takut berlebihan karena selagi pemerintah dan rakyat bertekad melawan terosrisme, pasti Indonesia bisa.

Saudara ISIS bertujuan menciptakan ketakutan yang membuat kami rugi. ISIS berharap masyarakat Indonesia khususnya Jakarta tidak bisa melakukan apa-apa dan menjadi paranoid. Syukurlah kami cukup bijaksana meletakkan ketakutan pada tempatnya. Kami menjadikannya proses pembelajaran sehingga bisa jauh lebih waspada. Intinya ketakutan itu bermanfaat juga asalkan kami bisa menaruhnya di tempat yang sesuai. Jadi, sekalipun saudara-saudara ISIS terus menciptakan teror dan ketakutan, tidak akan pernah berhasil sejauh kami bisa memahami teknik manajemen rasa takut. Alih-alih merugikan, justru ketakutan memberi keuntungan pada kami.

Ketakutan ada juga yang bisa membuat ketagihan. Misalkan sewaktu saya masih kecil, takut sekali naik sepeda karena khawatir jatuh dan berdarah. Tetapi setelah saya bisa mengalahkan rasa takut maka ketakutan awal naik sepeda akhirnya malah membuat saya ketagihan. Mengenai tukang sate yang nekad tetap melayani pelanggan meski nyawa menjadi taruhannya, entah apa yang dipikirkan bapak tersebut. Ada yang mengatakan kalau dia lebih takut anak istri kelaparan daripada takut mati karena bom. Atau mungkin bagi beliau, Satpol PP jauh lebih menakutkan daripada teror ISIS. Jangan-jangan ketakutan bapak penjual sate berubah menjadi ketagihan. Who knows?! Intinya yang saya mau sampaikan, tidak perlu menebarkan teror karena meskipun ketakutan kelihatannya permanen tetapi kami sadar kalau ternyata itu hanya sementara. Ketakutan itu hanya sementara saudara ISIS.

 

Salam,

Rahayu Setiawati Damanik

 

Sumber Gambar

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun