Mohon tunggu...
Rahayu Setiawan
Rahayu Setiawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

membaca dan mengamati. ya jika ada waktu menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menolak Lupa ! Pembiaran Negara atas Kasus Obor Rakyat ?

3 Juli 2014   04:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:44 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Ketika kampanye hitam menampilkan kebencian SARA, memfitnah, mendapatkan ruang di sebuah negara tanpa tindakan pemimpinnya, harapan akan kedamaian sedikit demi sedikit punah, kebersamaan sebagai sebuah bangsa luntur dan sirna.

Isu SARA hari demi hari di pilpres 2014 semakin marak. Dan anehnya isu ini kerap kali muncul di saat pemilu dengan intensitas meningkat. Apabila merunut kasus yang ada, isu ini sebenarnya bukan saja muncul di saat pemilu bahkan sebelum pemilu-pun isu ini tak kunjung padam.

Kerap munculnya isu SARA telah mendapatkan perhatian pemerintah pusat, komunitas lintas agama, kepolisian, hingga pejabat daerah serta pihak berkepentingan lainnya turut andil dalam mengikis berkembangnya isu SARA. Tapi apa daya isu ini tetap berkembang tumbuh subur. Lantas apa yang salah?

Kasus Obor Rakyat cukup menarik untuk menjadi perhatian. Sebab munculnya isu SARA di pilpres saat ini juga muncul kala pesta demokrasi dilaksanakan. Lihat saja kasus penyebaran selebaran yang mengatasnamakan BAKAR BAJA (Barisan Laskar Bumi Putera Jakarta) oleh Pandapotan Lubis dan Joki Simbolon, kala Pilkada Gubernur DKI yang menimpa Jokowi-Basuki. Pada saat itu pihak kepolisian dengan cepat menahan ke dua tersangka ketika menyebarkan propaganda “Rakyat Menggugat Suara Nurani Rakyat Pinggiran Ibu Kota”  yang salah satunya memuat permusuhan kepada golongan keturunan Cina, tanggal 18 September 2012. Sehari sesudahnya, 19 September Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Matraman Rikwanto menahan keduanya, mereka dijerat Pasal 156 (tentang menyatakan perasaan permusuhan dan kebencian di depan umum) dan 157 (tentang menyebarkan tulisan yang memuat rasa permusuhan dan kebencian di depan umum) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancamannya hukuman penjara paling lama empat tahun.

Tindakan cepat pihak kepolisian atas kasus SARA perlu mendapatkan apresiasi positif. Sebab, tindakan berlarut-larut, lamban dan lembek dapat dipastikan akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan dapat berpotensi munculnya konflik kekerasan seperti yang terjadi di daerah-daerah. Namun, untuk kasus Obor Rakyat kiranya hal ini tidak dapat di pukul rata. Kasus ini justru sebaliknya. Bahkan pemiliknya setelah diperiksa oleh pihak kepolisian masih berani merilis terbitan edisi ke tiga di tempat yang sama, tindakan yang saya anggap melecehkan kepolisian, dan melecehkan keberagaman. Atau dapat dimaknai kedengkian mendapatkan ruang meskipun di atap ruang kelembagaan negara.

Dengan bebasnya Obor Rakyat, kini bertebaran propaganda kebencian lain diberbagai daerah, misalnya propaganda MARTABAT di Samarinda, Kutai Kertanegara; Majalah CSIS di Jawa Barat; Tabloid Gema Indonesia Raya di Aceh; Tabloid Simpay Siliwangi di Jawa Barat. Atas kejadian ini, kiranya pihak kepolisian segara mengambil tindakan tegas, jangan sampai hal yang berpotensi konflik kekerasan meluas.

Sebenarnya Presiden SBY sudah berkali-kali mengeluarkan pernyataan tegas dan mengecam adanya kampanye hitam. Menurut catatan Kompas, sudah tiga kali di periode Mei 2014 pernyataan di keluarkan bahkan dalam salah satu pernyataannya SBY di rapat koordinasi nasional (rakornas) persiapan Pemilu Presiden 2014 di Sentul International Convention Center (SICC) pada 3 Juni 2014 menyampaikan:

“Mari kita selamatkan negara kita untuk tidak menjadi lautan fitnah. Fitnah itu musuh agama. Salah satu bentuk fitnah adalah kampanye hitam. Kalau kita lakukan, maka kita berdosa”

Pernyataan SBY menyampaikan kampanye hitam sebagai dosa dapat diartikan melampaui hukum dunia. Wacana yang disampaikan menyejukkan hati. Namun, sayang hukum yang ada saja tidak bisa menjerat. Hanya sebatas wacana. Prakteknya jauh dari kenyataan. Pemilik Obor Rakyat masih berlenggang bebas, pihak kepolisian melalui Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutarman menyatakan belum bisa menemukan pelanggaran pidana atas penerbitan dan peredaran tabloid Obor Rakyat. Jangan disalahkan jika sebagian masyarakat termasuk saya sangat mengimpikan adanya Hoegeng sebagai tempat untuk bersandar mencari keadilan.

Isu dibalik Obor Rakyat kini justru beredar. Dari adanya dugaan keterlibatan pendanaan salah satu calon yang akhirnya diklarifikasi bukan hingga keterlibatan mafia migas. Membuat isu ini semakin liar berhembus. Mana yang benar, masih saja di awang-awang. Jika pun benar adanya dugaan yang beredar, jangan sampai kasus hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. Seperti yang diucapkan oleh Hatta Rajasa dalam debat capres benar adanya. Semua harus sama kedudukan di mata hukum. Kiranya negeri ini membutuhkan tegaknya hukum terwujud di republik.

Salam piss.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun