Mohon tunggu...
RAHAYU
RAHAYU Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Bahasa Dan Sastra Arab Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gencatan Senjata Palestina-Israel Awal Baru Menuju Perdan

16 Januari 2025   11:28 Diperbarui: 16 Januari 2025   11:27 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh RAHAYU Mahasiswa bahasa dan sastra arab universitas Ahmad Dahlan

Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel akhirnya menemui titik terang dengan tercapainya kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada 15 Januari 2025. Perjanjian ini tidak hanya membawa harapan baru bagi rakyat Palestina, tetapi juga menjadi langkah penting dalam upaya menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Gencatan senjata ini melibatkan penghentian permusuhan, pembebasan sandera, serta penarikan pasukan Israel dari Gaza. Meski masih jauh dari penyelesaian konflik secara menyeluruh, kesepakatan ini menjadi angin segar di tengah penderitaan yang telah lama dirasakan oleh warga sipil Palestina. Namun, pertanyaannya tetap: apakah kesepakatan ini mampu membawa perubahan yang berkelanjutan, atau sekadar jeda sementara dalam siklus kekerasan yang telah berlangsung selama puluhan tahun?

Kesepakatan gencatan senjata yang saat ini disepakati akan dilaksanakan melalui tiga tahapan terpisah. Tahap pertama direncanakan akan dimulai pada hari Minggu dan berlangsung selama enam minggu. Pada tahap ini, akan dilakukan penghentian kekerasan, penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza, pertukaran sandera dan tahanan, serta pengiriman bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar ke Gaza. Presiden AS Joe Biden juga mengonfirmasi bahwa sandera warga AS yang berada di Gaza akan dibebaskan dalam tahap pertama tersebut. Fase kedua fokusnya adalah menghentikan konflik secara permanen. Akan dilakukan pertukaran sandera yang lebih luas, pembebasan tahanan Palestina, dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Fase ketiga mencakup rekonstruksi besar-besaran Gaza, membangun kembali infrastruktur vital seperti rumah, sekolah, dan rumah sakit. Selain itu, sisa jenazah sandera akan dipulangkan ke keluarga mereka sebagai bagian dari upaya penyelesaian kemanusiaan.
Fase Pertama: Gencatan Senjata dan Bantuan Kemanusiaan
Fase pertama dari kesepakatan ini, yang dijadwalkan berlangsung selama enam minggu, menekankan penghentian total kekerasan melalui gencatan senjata dan penarikan pasukan Israel dari wilayah padat penduduk di Gaza. Selain itu, pertukaran sandera dan tahanan akan dilakukan, dengan prioritas pembebasan sandera Amerika serta kelompok rentan seperti perempuan dan lansia. Bantuan kemanusiaan dalam skala besar juga akan diarahkan ke Gaza untuk menangani krisis yang semakin memburuk akibat blokade dan serangan militer.
Dalam pidatonya, Presiden Biden menegaskan bahwa fase ini adalah langkah awal yang sangat penting. "The ceasefire is a critical first step toward restoring peace and providing humanitarian relief for those suffering in Gaza," ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan pengakuan terhadap penderitaan rakyat Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Namun, tantangan besar tetap ada. Pertanyaannya adalah apakah Israel benar-benar akan mematuhi komitmen ini tanpa syarat tambahan yang merugikan Palestina. Pasalnya, pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata sebelumnya telah sering terjadi, menimbulkan ketidakpercayaan di antara kedua belah pihak. Meski demikian, fase pertama ini menjadi peluang nyata bagi rakyat Palestina untuk setidaknya mendapatkan sedikit ruang aman dan bantuan yang sangat dibutuhkan.
Fase Kedua: Mengupayakan Perdamaian Permanen
Fase kedua dari kesepakatan ini berupaya untuk menghentikan perang secara permanen melalui pertukaran sandera yang lebih luas dan pembebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel. Penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza juga direncanakan dalam tahap ini, yang diharapkan dapat membuka jalan bagi perdamaian jangka panjang.
Meski rincian fase kedua masih harus dirundingkan selama fase pertama, prospek ini memberikan harapan bagi keluarga Palestina yang selama ini hidup dalam ketakutan akibat keberadaan pasukan militer di wilayah mereka. Namun, perlu diingat bahwa perdamaian permanen tidak hanya bergantung pada penghentian perang, tetapi juga pada penghapusan kebijakan yang selama ini menindas rakyat Palestina, seperti blokade yang melumpuhkan ekonomi Gaza.
Biden kembali menekankan pentingnya penghentian konflik secara permanen dengan mengatakan, "A permanent ceasefire is essential for long-term stability and mutual trust between both sides." Pernyataan ini mencerminkan niat untuk menciptakan kondisi di mana Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan tanpa ancaman kekerasan. Tetapi, realisasi perdamaian sejati memerlukan upaya lebih dari sekadar gencatan senjata, yaitu keadilan bagi rakyat Palestina.
Fase Ketiga: Rekonstruksi Gaza dan Pemulihan Hak-Hak Kemanusiaan
Fase terakhir dari kesepakatan ini berfokus pada rekonstruksi Gaza yang telah luluh lantak akibat serangan militer. Infrastruktur seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat tinggal yang hancur perlu dibangun kembali untuk menciptakan kondisi kehidupan yang layak bagi warga Palestina. Selain itu, sisa jenazah sandera juga akan dipulangkan kepada keluarga mereka sebagai bagian dari penyelesaian kemanusiaan.
Presiden Biden menyatakan bahwa rekonstruksi Gaza bukan hanya soal membangun kembali gedung-gedung yang hancur, tetapi juga memulihkan harapan dan martabat rakyat Palestina. "Rebuilding Gaza is not just about infrastructure—it’s about restoring hope and dignity to the people who have endured unimaginable hardships," ungkapnya. Namun, rekonstruksi ini membutuhkan komitmen besar dari komunitas internasional, baik dalam bentuk dana maupun pengawasan agar bantuan tersebut benar-benar sampai ke rakyat Palestina yang membutuhkannya.
Selain itu, keberhasilan fase ketiga ini juga tergantung pada apakah Israel akan menghentikan kebijakan blokadenya yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Jika blokade tidak diangkat, maka rekonstruksi hanya akan menjadi solusi sementara tanpa dampak jangka panjang bagi kesejahteraan Palestina.
Ketidakpastian di Balik Kesepakatan Gencatan Senjata
Meski kesepakatan gencatan senjata terbaru memberikan secercah harapan, banyak pertanyaan krusial tetap belum terjawab, menimbulkan keraguan terhadap keberlanjutan perdamaian. Tidak jelas apakah gencatan senjata ini akan mengakhiri perang secara permanen, mengingat Israel masih bertekad menghancurkan kapasitas Hamas, sementara Hamas tetap mampu bertahan dan menyusun ulang kekuatannya. Nasib para sandera juga menjadi tanda tanya besar, terutama mengenai siapa saja yang masih hidup dan keberadaan mereka. Selain itu, tuntutan Hamas untuk membebaskan tahanan tertentu, termasuk yang terkait dengan serangan 7 Oktober, ditolak Israel, yang dapat memperumit implementasi perjanjian ini. Keberadaan Israel di zona buffer tanpa batas waktu juga menjadi isu sensitif yang belum memiliki kejelasan, menciptakan potensi konflik baru. Dengan sejarah gencatan senjata yang rapuh dan sering kali terganggu oleh skirmish kecil, ketegangan bisa dengan mudah kembali memanas. Tanpa jawaban yang memadai atas pertanyaan-pertanyaan ini, gencatan senjata berisiko menjadi solusi sementara yang tidak mampu mengatasi akar konflik yang lebih dalam.
Kesimpulan: Awal Perjalanan Panjang Menuju Perdamaian
Ketiga fase ini menunjukkan adanya potensi untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di wilayah yang selama ini dilanda konflik berkepanjangan. Bagi Palestina, kesepakatan ini memberikan harapan baru setelah bertahun-tahun mengalami penindasan dan penderitaan. Namun, keberhasilan rencana ini sangat bergantung pada pelaksanaan yang konsisten dan pengawasan internasional yang ketat.
Palestina tidak hanya membutuhkan gencatan senjata, tetapi juga keadilan, pengakuan atas hak asasi mereka, dan kesempatan untuk membangun kehidupan yang bermartabat. Meski masih terlalu dini untuk menyimpulkan hasil dari kesepakatan ini, langkah pertama yang diambil memberikan secercah harapan bahwa perdamaian di Timur Tengah bukanlah sesuatu yang mustahil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun