Sehelai tisu berwarna putih polos jatuh tepat di hadapanku. Di saat yang sama pula seorang perempuan tua muncul di hadapanku. Ia duduk di kursi rodanya yang nampak sudah lama ia gunakan.
Perempuan tua itu memintaku untuk mengambil tisu yang jatuh di hadapanku itu. Kemudian disuruhnya pula aku membuang tisu itu ke dalam tong sampah yang tak jauh dari tempat kami berdua berada.
Dia meminta maaf telah merepotkanku katanya. Tak sengaja ia membuang selembar tisu polos itu ketika angin bertiup kencang membawa paksa tisu polos itu terbang dan jatuh di hadapanku.
Kala itu sore menjelang senja di sebuah taman umum. Taman yang dipergunakan sebagai lahan penghijauan kota. Taman yang seringkali menjadi tempat kumenghabiskan senja. Tempat yang menjadi favoritku berlama-lama. Tempat yang penuh kenangan manis dan pahitku bersama orang yang kukasihi.
Dulu, awalnya, aku suka berada di taman itu karena ia yang kukasihi. Seorang lelaki tampan (bagiku), baik hati tapi agak pemalu.
Ya, sejak bersama kekasihku, aku jadi mengenal taman ini. Dan kini meski kekasihku telah kembali pada Kekasih di atas Kekasih, aku tetap setia mengunjungi taman ini. Aku datang dan menikmati waktuku di taman itu sendiri.
Dan, kini seorang perempuan tua berkursi roda menghampiriku. Dan kami mulai berbincang-bincang.
Dalam hatiku ada rasa penasaran kenapa ia repot-repot mengikuti tisu yang telah terbawa angin dan kini memintaku untuk membuangnya ke tong sampah.
Sepertinya ia bisa menebak apa yang ada dalam pikiranku.
Ia berkata bahwa meskipun hanya sehelai tisu yang mungkin ukurannya tak seberapa, tapi bila mana sudah tak ingin digunakan berarti tisu itu menjadi sampah dan sampah pastilah tempat yang cocok adalah di dalam tong sampah yang kemudian akan dibuang di tempat penampungan sampah pusat.
Jadi, tak boleh seenaknya saja membuang sampah sembarangan. Sekecil apa pun sampah mestilah dibuang pada tempatnya.
Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya di masyarakat kita memang masih kurang. Kesadaran masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Padahal setau kami seringkali didengung-dengungkan kampanye membuang sampah pada tempatnya, lalu ada juga kampanye atau penyuluhan mengenai hal untuk mengurangi penggunaan kantong plastik guna mengurangi efek global warming, pemanasan global.
Ia pun mengedarkan pandangannya ke taman di mana kami berdua berada. Hmmm… masih ada saja sampah yang berserakan, padahal sudah tersedia tempat sampah yang mudah dijangkau. Ada dua macam tempat sampah, yang satu sebagai tempat sampah basah (seperti sampah daun-daunan, ataupun makanan) dan yang satunya lagi untuk tempat sampah kering (seperti sampah kertas, botol minuman, bungkus permen, dll).
Seakan aku mengerti apa yang dikehendakinya dengan pandangan matanya seperti itu, aku pun segera pamit untuk bangkit dari tempatku dan mulai memunguti satu persatu sampah yang berserakan di taman itu.
Angin semilir menghembus perlahan.
Taman itu tak terlalu luas, dan sampahnya pun tak terlalu banyak yang berserakan oleh karenanya tak lama aku menyelesaikan memungut semua sampah dan memasukkannya ke tong sampah yang ada.
Kukibas-kibaskan kedua tanganku. Kubersihkan kedua tanganku yang agak kotor dengan tisu basah yang ada dalam tas kecilku yang sedari tadi menggelayut santai di punggungku.
Sejenak kulemparkan pandangan mata ke seluruh pelosok taman ini, hmm…. Sudah bersih dan sampah-sampah pun sudah masuk ke tempat mereka alias tempat sampah.
Aku pun bergegas untuk kembali menikmati waktu senja yang tersisa dengan duduk santai di tempatku semula. Aku baru teringat pada perempuan tua yang tadi ada bersamaku.
Kulihat ke sana kemari di taman itu tak ada perempuan tua yang tadi ada di depanku. Mungkin ia sudah kembali ke rumahnya, pikirku dalam hati.
Aku pun tak terlalu mengkhawatirkannya. Ia pasti tinggal tak jauh dari taman ini. Dan aku yakin esok atau esoknya lagi aku akan bertemu dengannya lagi.
Tapi, setelah sekian lama, aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Aku selalu berharap aku bisa bertemu dengannya dan bercakap-cakap lagi seperti waktu itu. Namun, itu tak pernah terjadi.
Sejak pertemuanku dengan perempuan tua itu, aku bertekad untuk membantu menjaga kebersihan taman itu. Setiap hari minggu kuhabiskan waktu untuk membersihkan taman dari sampah-sampah yang berserakan. Tak kusangka, para tetangga pun lama kelamaan ikut bergabung dalam kegiatan itu.
Kini, hari minggu menjadi hari untuk bersama-sama membersihkan taman dan bahkan membuatnya makin cantik dengan menanam aneka bunga-bunga guna mengganti tanaman bunga yang telah lama mati.
Oya, pernah kuceritakan pertemuanku dengan seorang perempuan tua kepada ibuku dan sontak ibuku kaget mengenai hal itu. Aku bingung dengan keterkejutan ibuku itu. Akhirnya ia berkata bahwa perempuan tua itu adalah si pemilik tanah taman itu. Tanah miliknya itu memang dihibahkan guna pengadaan taman penghijauan di kota kami. Ia suka sekali dengan tanaman dan mengabdikan hidupnya pada lingkungan yang ia cintai.
Ibuku bilang Ia sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Â Oleh karenanya taman itu tiada yang merawatnya sejak ia meninggal.
Tak terasa bulu kudukku merinding……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H