Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

96) Realiksi: Belajar Membatalkan Janji

22 Januari 2011   14:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:17 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12957071172106153913

[caption id="attachment_85161" align="aligncenter" width="300" caption="google gambar"][/caption] . . . Satu ketika di tempat jualan saya. . . . "Kenapatidak jadidatang melihat kamar kontrakan?. Dua minggu saya tunggu janjinya!"! . . . Orang ini dua minggu lalu menelpon mencari tahu kalau masih ada kamar yang mau disewakan di rumah peninggalan orangtua saya. Masih ada dua kamar kosong, dan orang tersebut janji mau bawa teman yang memerlukan pemondokan. . . . "Mau datang bagaimana? Orangnya juga saya tunggu-tunggu tidak datang!" kilahnya. . . . "Ow yaa? Terus tidak jadi kenapa tidak memberitahu saya? Coba bagaimana kalau kalian jadi datang, saya yang malah bilang kontrakannya sudah terisi, tidak lucu bukan?" saya mengandaikan. . . . "I ya saya mengerti, tapi masalahnya bukan saya yang tidak jadi. Saya cuma mau menolong teman yang membutuhkan. Dianya yang neko-neko. Tanya info kontrakan sana sini, giliran ditunggu-tunggu tidak ada." . . . "Begini,..."saya coba berargumentasi: "...kamu janji dengan teman seperti apa, itu urusan kamu menuntut dia. Yang saya persoalkan janji kamu dengan saya. Tidak jadi tak apalah, tidak masalah kok. Cuma perlu latih sedikit keberanian meralatnya. Supaya saya tidak terikat kalau ada peminat lain yang masuk." . . . Dia terus berkilah bahwa persoalan ada pada temannya itu. Katanya orang itu maunya jadi macam-macam. Cari yang sewanya murahlah, yang besar dan nyamanlah, dekat tempat kerjanyalah, dan lain sebagainya. . . . "Baguslah kalau maunya seperti itu!" Aku malah mengsuport kiat temannya mencari pemondokan yang terbaik. Saya sendiri ditelepon waktu itu malah sudah minta dipertimbangkan bahwa mau kost di rumah masa kecil saya tersebut harga sewanya sekian dengan fasilitas seperti apa. Juga keponakan saya yang tinggal di situ ada satu anaknya yang tuna grahita. . . . "Jadi?..." Saya ingin memastikan: "Apa karena sewanya atau karena di situ ada anak yang 'bermasalah' sampai tidak jadi?" . . . "Tidak juga, saya kan bilang tadi, teman saya itu yang tidak jelas maunya apa. Pengennya saya yang harus mengantar dia melihat-lihat kost kamar di mana-mana? Enak saja dia, saya lagi banyak kerjaan di kantor." . . . Ok! Tandas saya. " Soal teman kamu orangnya seperti apa itu bukan urusan saya. Boleh saja kamu suruh dia datang sendiri dengan cukup memberitahu alamat kontrakan yang kamu tahu, bereskan? Yang mau saya benahi urusannya adalah janji kamu dengan saya bahwa dia akan datang dengan kamu atau sendirian, itu saja! Mau sekedar lihat-lihat lalu tidak jadi itu tidak jadi soal. Nah, sudah dua minggu; hanya kebetulan kamu datang belanja di sini, baru kelihatan batang hidung kamu. Eh, ternyata kamu masih ada, hahaha!" . . . Aku akhiri saja saja beda sikap itu dengan bercanda. Bagaimana pun dia tetap teman saya pernah satu bangku kuliah. Saya hanya tidak ingin melewatkan satu kesempatan mengoreksi satu kelalaian yang bisa mengganjal pertemanan kami. . . . Selanjutnya remah remah alasan kecil yang tersisa: Kamu sih ditelepon, HP nya tidak aktif! "Apa benaarr? Yah, sudah kalau begitu!" Atau kamu yang SMS ke saya tanya kenapa tidak jadi? "Heeh, itu bukan kewajiban saya!" Kamu marah? "Tidak! Cuman sekarang mau marah, hahaha!!" . . . By : Fajrin (Fajar & Rahayu Winnet) . . . NB: Masih belajar membuat fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun