[caption id="attachment_99776" align="aligncenter" width="216" caption="Kereta api kita, tut, tut, tut. Siapa hendak pergi? (google gambar)"][/caption]
[caption id="attachment_99775" align="alignright" width="144" caption="Kereta apinya maannaaa?? (google gambar)"][/caption]
. . Saya sering prihatin kala menyikapi ada cara yang berbeda dalam mendidik anak soal kemandirian. Sesungguhnya suatu kesempatan besar bagi kita membentuk mereka selagi masih tergantung pada peran kita sebagai orang tuanya. Kita perlu mengurai simpul ketergantungan itu dan melepasnya pelan-pelan: "Pergilah nak, pergi ke alam bebas!" Jadi ingat selarik bait sajak itu, oleh penyair siapa ya? . . Lantas apa yang mau saya bilang dari kondisi ini? Sebagai orang tua harusnya kita kompak mengajarkan anak bertanggung jawab dengan setiap perbuatannya. Sayang kalau sikap ini tidak muncul, tidak saja dari kedua orang tua mereka(ibu dan bapak), satu saja dari kedua belah pihak tidak kompromi; kemandirian anak jadi taruhannya. Yang satu berkeinginan kuat menjadikan anak mandiri(mandi sendiri, hehe), yang lain dengan caranya memanjakan, suka memandiin. . . Memanjakan anak, membuat mereka jadi 'Sidharta Gautama muda' (*) yang steril dari riak dan dihindarkan dari terantuk kerikil-kerikil kecil kehidupan, akan membuat mereka nanti kerap terperangah di tengah jalan kehidupannya. Kita tidak selamanya hidup dengan mereka, bahkan kita tidak sering bersama mereka. Kenapa tidak membuat mereka belajar berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), terlalu suka menopangnya. . . Kasih sayang orang tua sering disalahartikan dengan membantu dan memenuhi setiap gerak dan keinginan mereka di sebarang tempat dan waktu. Adakah orang tua sedemikian memanjakan seperti itu? Siapa bilang tidak ada? Dari sana anak-anak yang gagal ginjal kehidupan dilahirkan. Ginjal maksud saya gerak ringan jalan-jalan.
[caption id="attachment_99774" align="alignright" width="270" caption="Hati-hati ya, nak? Tapi kalau mau suka jatuh, terjun saja sana ! (google gambar)"][/caption]
. . Biarkan mereka menemukan resiko dari kesulitan kecil mereka. Bantulah mereka belajar berdiri dengan memibiarkannya jatuh bangun terlebih dahulu. Biasakan mereka belum mendapatkan apa yang tidak mereka cari. Dan, .... . . Jangan membuat kereta itu berhenti hanya untuk menunggu mereka dengan kebiasaannya terlambat. Mereka harus dilatih mempercepat ayunan langkah mengejar keretanya. . . By : Fajrin . . (*) Sidharta Gautama muda, jadi ingat bacaan kisah tokoh budhis tersebut semasa kecil yang oleh raja sekaligus orang tuanya dibebaskan dari melihat dan mengalami kesulitan hidup di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H