Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

192). "Ada Batas Samar Dari Sebuah Nasehat Yang Terlalu Idealis, Kita Perlu Memperjelasnya"

17 Juli 2011   00:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13108622521568615878

[caption id="attachment_120030" align="aligncenter" width="300" caption="Nasehat yang baik mampu membaikkan (Google gambar)"][/caption]

..Membaca nasehat seseorang lewat tulisannya di pagi ini, saya yang yang tadinya mau rehat dari cuap2 menulis, terusik untuk memberikan pikiran banding. Dia mengurai curhat problem rumah tangga temannya sesama lelaki, sesama suami; yang memutuskan berpisah lalu memilih ibunya hanya gara-gara istrinya tidak terima dia suka memberikan uang secara diam-diam kepada ibunya. Hanya masalah kejujuran sepele memang, tapi tidak sesepele mengapa sikap jujur sampai tidak bisa dilakoni dengan cukup baik dalam sebuah rumah tangga.

..Kejujuran membutuhkan kedewasaan menerima, jadi jujur saja tidak cukup. Dia membutuhkan landasan berpijak. Jujur kepada seseorang yang akhirnya bisa menerima dari sebelumnya alot, mungkin masih mending. Kita bisa bersabar menunggunya terkuak di bilik kamar yang sepi. Artinya persoalan ini tidak perlu sampai orang lain tahu, dan jadinya kita juga tidak tahu ada kasus seperti ini dan belajar menganggapnya ‘sepele’. Ini nasehat yang kedua, setelah “Jangan pernah tidak jujur”, yang ini: “Jangan pernah menceritakan masalah rumah tanggamu kepada orang lain”.

..Ada batas yang samar kita masih bisa menerima nasehat seideal ini, kalau kita mencoba masuk lebih jauh ke dalam persoalannya. “Coba kamu kalau ada di tempat saya?”. Apakah mau tukaran pasangan sekalian tukar keruwetan persoalannya? Saya sarankan coba tukar semuanya, untuk bisa menakar permasalahannya. Bayangkan kita menghadapi persoalan yang sama dengan orang yang sama tapi dengan situasi dan kemampuan diri yang sama. Jadi tidak hanya kalau kita punya pasangan yang tidak bisa membuat kita jujur, kita sendiri sudah tergerus melakoni ketidakjujuran itu dengan cara dan sikap kita yang kian terdistorsi.

..Kita hidup dengan seseorang yang sudah jadi. Kalau anak, kita sendiri yang mencetak prosesnya dan memproses cetakannya. Jadi kita sudah pantas dimintai tanggung jawab jadi seperti apa mereka. Sedangkan pasangan kita hasil dari cetakan otoritas orang lain nota bene orangtuanya. Merubah pribadi yang sudah jadi tidak segampang nasehat membalikkan telapak tangan. Itu kenapa kita dinasehati untuk memilih pasangan yang baik agar bisa membaikkan kita. Lha kalau yang baik-baik sudah habis kita pilih, yang tidak baik disisakan untuk siapa, coba?

..Artinya ada pribadi rumit yang tersisa untuk mereka yang sulit menerima kekurangannya. Kalaupun pribadi yang sulit itu masih bisa kita pikir bagaimana mengelolanya dari luar, kemampuan mereka yang menghadapinya masih di bawah atau sulit mengatasinya. Sesulit orang yang coba diajak damai dengan cara yang jujur, yang terjadi malah perang melulu kalau kita bicara apa adanya. Atau maunya kita yang harus jujur kalau ngasih ke siapa-siapa, diam-diam murahan banget dia ngasih apa-apa kepada siapa tanpa sepengetahuan kita. Ah, apa ada kejujuran tidak simetris ala gini? Yah, namanya saja pribadi yang sulit, kita sulit menerima kalau mengalaminya, menasehati ke orang lain gampang. Kita suka menuntut orang lain jujur, jujurnya kita yang mana? Suka selingkuh dari pasangan kita tapi tidak mau kita diselingkuhinya.

..Jadi kalau kita bersedia memahami kesulitan seseorang, cobalah ‘menyulitkan diri’ dalam kesulitan dia, dalam posisi dia. “Maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan/kesulitan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah.”(Rahayu Winnete/motto profil)

..By: Fajrin (Si Fajar yang lagi nebeng di lapaknya Rahayu)

..NB: Bersambung dalam nasehat ke dua: Mana mungkin “Jangan pernah menceritakan masalah rumah tanggamu kepada orang lain”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun