Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

122) Perspektif: "Belajar Untuk Tidak Kaget Dengan Ulah DPR Kita"

8 April 2011   23:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:59 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_99594" align="aligncenter" width="270" caption="(google gambar)"][/caption]

..Satu lagi ulah dari anggota DPR kita yang kedapatan membuka konten porno di tengah rapat paripurna menambah buram wajah wakil rakyat kita. Terlebih perilaku yang tidak pantas ini dilakoni anggota fraksi PKS yang dianggap punya kredibilitas moral mumpuni dengan jargonnya bersih perduli dan professional. Lantas apalagi yang bisa diharap sebagai contoh dari mereka yang kita percayakan duduk terhormat di gedung Senayan sana?

..Kalau sebagian besar kaget dan kecewa, adalah orang semacam saya hanya menggeleng-gelengkan kepala sembari memaklumi bahwa yang demikian itu akan terjadi pada ‘waktu’nya. Bahkan ulah yang sama, yang berbeda jenisnya, kurang, atau lebih dari itu tidakkah sudah bersileweran di dalam gedung sana. Memang tidak semua, atau belum sebagian besar untuk mengatakan beberapa kasus sudah dilakukan berjamaah. Tapi itulah yang telah dan akan terjadi nanti kalau semuanya tidak segera disadari untuk diperbaiki. Jadi tidak cuma diobok-obok, dicaci maki; justru bijak mari kita coba pahami.

..Kita tidak perlu membuktikan semua penilaian di atas tadi karena beberapa ulah tidak sampai kedapatan. Kedapatan kalau hanya antara sesama mereka, paling dibiarkan karena punya ulah yang sama, kurang atau lebih. Misalnya tidak,apakah hanya soal belum dan jaga-jaga jangan nanti akan melakukan hal yang sama. Ada yang punya komitmen moral tidak akan seperti itu, sekarang dan nanti,toh tidak punya daya cekal kalau system yang mengkondisikan satu kekurangan di sana terlalu kuat untuk dikoreksi.

..Jadi hanya soal apes saja kalau tindak kedapatan itu datang dari pihak luar. Itu juga wartawan yang siap dengan kameranya. Karena kedapatan di kita, sistem kita; memerlukan pembuktian(rekam jejak). Atau jangan-jangan seperti dilansir: ada semacam jebakan atau rekayasa. Berarti unsur politik saling menjatuhkan sayangnya harus jadi dasar dan motif untuk menguak sesuatu yang tidak benar di dewan sana. Kenapa untuk sesuatu yang benar, bermaksud memperbaiki keadaan yang salah, tidak ditemukan dalam kamus sistem kita? Yakni dengan cara, niat, atau motif yang benar benar ‘benar’. Tidak harus direkayasa, bawa-bawa kamera, atau butuh ketangkap basah.

..Coba kita pahami benang merah dari persoalan ini, fokus saja pada soal perilaku Arifinto dan ‘sesamanya’. Tidakkah kita berpikir itu semua sudah tertulis di kalam‘Laugh Ma’fuz’nya (tolong diperbaiki) eksistensi DPR kita.

..Apa yang masih membuat mereka berasa dengan semua idealisme (kalau itu memang mereka sandang sedari awal) dalam sistem politik kita yang tidak lagi berorientasi pada perbaikan mutu kehidupan berbangsa ini.

[caption id="attachment_99582" align="alignright" width="300" caption="(google gambar asal ambil)"][/caption]

Ada semacam kausalitas: proses sebab akibat. Ketika idealitas sudah tidak bisa mereka perjuangkan baik secara fraksi, partai, kelompok idealitas, apatah lagi individu semata; apalagi yang bisa mereka isi pada hari-hari di gedung situ, paripurna situ, komisi situ, pansus sini panja situ, kalau sebagian tidak dalam bentuk riak dengkur, sms ria, bicara asbun, terakhir yang kedapatan buka-buka konten porno ria. Kalau memang ada greget peran DPR yang masih tersedia, bukankah sudah ada yang di jalur situ. Mereka yang vocal toh masih ada. Lantas di jalur yang satu lagi adalah bagian mereka yang konsonan, bersenang-sonang karena idealisme tak lagi bersemangat untuk diperjuangkan.

..Ok, marilah bicara seperti ini kita terima dengan jiwa besar, bahkan kita perbesar untuk sampai ke semua kita. Tak ada provokasi di balik pikiran seperti ini, kecuali satu keinginan untuk coba melihat masih ada yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini. Hiks, hiks…

..By : Fajrin (siFajar Di Lapaknya Rahayu Winette)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun