Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

77) Realiksi: "Matematika Ikhtiar Pada Sebuah Keprihatinan"

21 November 2010   13:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:25 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

. . Di langit-langit terawangan aku makin kerap melenguhkan nafas keprihatinan. Dialektika dan dilematika hidup dengan kompleksitas persoalannya makin membuatku terperangkap tak berdaya.
. . Bagiku persoalan semakin sulit dan semrawut berbanding lurus dengan kesadaranku memahaminya, namun berbanding terbalik dengan ketidakmampuanku menyediakan solusinya; karena tiadanya tempat berpijak.
. . Rasanya dengan kesadaranku tadi aku bisa mempersiapkan semua perangkat yang diperlukan, semua sikap yang bisa kutunjukkan, serta semua kata bagai mitrialur yang bisa kumuntahkan.
. . Tapi seperti yang sering kubilang, aku tidak mampu menghadirkan tempat berpijak yang baik, dan perlu makin lebih baik, lebih kokoh, dan lebih tinggi lagi. Karena persolan hidup makin kompleks, makin sulit, makin menuntut tanggung jawab, dan makin melebar. Sehingga sebuah bangku pijakan yang kokoh dan lebih tinggi kuperlukan, biar dari atas situ dengan gamblang dan utuh kupahami persoalannya, sudah sejauh mana dan sampai kemana-mana?
. . Sayang pijakan atau semua hal yang bisa mendukung semua apa yang kupikir dan solusi dari semua keprihatinan yang kusadari tak bisa kuhadirkan secara bersamaan. Memang tidak harus sama dan bersamaan. Tetapi kalau beberapa hal teramat sedikit bisa diharapkan perannya, itu pun tak jadi soal kalau ikhtiar satu pribadi porsinya bisa mencukupkan.
. . Aku membayangkan validnya(berhasilnya) suatu ikhtiar memerlukan upaya 100 point, lantas usahaku sudah lumayan yakni sebanyak 75 point; paling tidak aku tinggal memerlukan 25 point lagi untuk menggenapkannya; lalu sebuah usaha atau solusi bisa tercapai.
. . Coba perhatikan, kalau upaya lain hanya berkisar pada 20, atau 15, 10, 5, atau cuma 0 point, berarti aku harus menggenapkannya sendirian. Wuuaaah supernya aku, (superman apa superboy? Di warungku cuma ada supermie dan lifeboy, hahaha).
. . Hmm, kadang canda dan seloroh sejenak bisa meluluhkan pekat di benak dan melegakan sesak di dada menahankan semua ini.
. . O ya, boleh kuperkecil point di atas? Kalau modal pelengkap lain cuma nol mungkin masih mending; karena point 100 adalah usaha paling maksimal yang harus kuupayakan. Itu artinya satu solusi atau sebuah ihtiar mungkin tetap ada.
. . Cuma bayangkan, kalau sebuah realita persoalan menuntut usaha lebih dari 100, modal pelengkap yang tersedia minus di bawah 0, dan satu pribadi yang coba berikhtiar bahkan jauh dari mencukupi 100 point.
. . Apa kabarnya?
. . By : Rahayu Winnet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun