[caption id="attachment_119533" align="aligncenter" width="300" caption="Google gambar"][/caption]
..Atas kesadaran sendiri, dari relung hati yang terdalam, saya menghapus postingan yang kurang baik: “Bukan Anak Suaminya” agak kurang etis saja menurut saya. Sebuah kekhilafan tidak perlu raibtanpa bekas, juga tak harus steril kita dari kemungkinan berbuat khilaf, olehnya perlu saya meninggalkan jejak dari sebentuk kesalahan tersebut.
..Dalam anekdot realiksi (real campur fiksi) tersebut saya bertutur vulgar tentang seorang suami yang menghadapi kenyataan pahit diselingkuhi istrinya. Karena histeris dan kalap dia sampai membunuh silelaki lalu berencana membawa pulang semua anaknya ke daerah asal. Tindakan memboyong habis anaknya, membuat panik sang istri lantas bertahan dengan satu cara, mengatakan anak sulung yang terakhir mau diseret pergi ayahnya itu, bukan darah daging suaminya.
..Terserah kalau image kita berkhayal apa benar seperti itu, atau hanya sebuah trik dari ikhtiar terakhir seorang ibu yang sudah salah tapi tidak mau kehilangan semua anaknya. Tragis kalau kehidupan bersamanya harus terkoyak oleh ulah sesaat hubungan terlarang, kelelap dalam hasrat berahi tanpa batas. Over dosis atau jarang dibelai(jablay), apa?
..Sedianya humor tidak lucu ini mau saya lanjutkan dengan episode berikut, yang juga sama tidak mendidiknya. Saya punya kembaran sicucak yang suka berkicau, esok(rencana tayang) dia mau samperin tuh sisuami si’pecundang itu. Pengen siCucak tanya alasan dia orang kenapa tidak sekalian meng’eksekusi’ istrinya. Jawabnya? Ah, sulit kita menerimanya pakai logika. Sisuami tidak mau kejadian selingkuhnya mereka akan berlanjut di “tempat lain”. Konyol, kan? Ah, ini cuma humor yang mau diselipkan sebagai penutup anekdot tersebut. Dan itu tidak jadi. Saya tidak ingin melucu lebih kocak dari ustad Nur Maulana, penceramah yang mulai kondang dan suka saya tonton kelebihan bikin acara ‘tawa dan tangis’nya.
..Saya hanya manusia biasa yang tak kalis dari kekonyolan salah dan khilaf, lalu inginkan belajar berproses dari kekurangan itu. Tiga hal ingin saya permantap selagi dalam tiap kesalahan sebagai “kenyataan tidaklah pernah salah (karena ada penyebabnya). Pertama, saya belajar berempati merasakan orang lain ketika melakukan kesalahan yang sama. Kedua, saya belajar usaha beranjak diri dari situ. Ketiga, saya punya kesempatan belajar menerima dan melatih diri dikoreksi oleh sesama. Keempat,… apa ya? Eh lupa cuma tiga, kan? Nanti ditambah kalau masih ada lagi.
..Untuk yang terakhir itu saya sudah dikoreksi oleh dua sahabat wicara saya dalam suka(persamaan) dan duka(perbedaan). Saya berterima kasih bisa menerima nasehat mereka yang santun dengan caranya yang terukur. Mereka tidak memaksa saya berubah, kecuali dengan cara dan kesadaran saya berubah dengan sendirinya.
..Ke depan saya ingin melatih kesanggupan saya menerima kritik yang kadarnya lebih dari itu tanpa mendikte kesejatian diri saya. Saya berubah sepanjang ada sesuatu yang bisa saya terima kebenarannya dari nasehat, teguran, peringatan, bahkan cercaan apa dan dari siapa saja.
..Jadi, ingin diam silahkan. Ingin marah silahkan, kalau ada yang salah, tapi jangan sekarang; saya baru mau mimpi karena belum siap. Tapi situ juga siap melayani ketidaksepakatan saya kalau ada yang belum bisa saya terima dari alasan kritikannya, dan caranya.
..Cara, saya mungkin bisa siap dengan setiap cara, tapi saya perlu menyantuni seseorang untuk belajar tega dengan caranya mengeritik, juga orang lain yang tidak siap dengan caranya yang macam apa. Orang lain mungkin tidak sesiap kita, boleh jadi sebaliknya. Jadi apa salahnya kita belajar bagaimana caranya mengeritik dan menerima kritikan, bukan cuma kritikan itu sendiri mau dianggap penting. Melatihnya silahkan jadikan saya sebagai bantal sasaknya. Eiit, tapi jangan dulu sekarang. Saya sendiri mau berlatih lebih keras menerimanya. Bagaimana kalau saya yang lebih dulu, anda jadi sasarannya? Hahaha.
..Wah, jadi kepanjangan ceritanya. Anekdot yang mau dihapus cuma sedikit, penghapusnya yang kegedean. Lebih dari papannya. Belum lagi semua koment yang ada di situ mau saya copas biar jadi prasasti sebuah postingan yang hilang. Hiks, hiks.
..By: Di Timur Fajar (Diselesaikan dari semalam, dipublish pagi ini)
..NB : Koment dan tanggapan yang tercecer dari tulisannya yang terbuang, sebagai berikut:
Dian Prameswari
Hua ha ha ha ha ha haha hahaha
Tough woman ei!
Di Timur Fajar
Tough woman itu apa yaa?
Saya nggak ngerti bahasa sibule itu, malas juga buka kamus…
Radix Wp
Jk nantinya si suami punya perempuan lain (misalnya lewat poligami), giliran si istri yg akan membunuh madunya
Di Timur Fajar
Nah, ada teman saya Radix, tough woman apa yaa? kalau poligami saya tahu, itu kan kebebasan beristri lebih dari satu. Tidak pake bunuh membunuh segala.
Radix Wp
Jk istri selingkuh akan menyebabkan suami sakit hati, maka ketika si suami punya istri baru juga akan menyebabkan istri pertamanya sakit hari. Sama buruknya kan
Di Timur Fajar
Jawab tuh tanya saya!
Kurang sama, bedanya istrinya itu selingkuh tidak minta izin sama suaminya.
Anti poligami yaa? Ntar saya usulkan awardnya.
Radix Wp
Kalau begitu, si istri minta izin saja kpd suaminya utk punya suami baru. Jk suaminya tdk keberatan, berarti tdk masalah kan?
Jk ada suami yg menekan istrinya (misalnya dg ketergantungan ekonomi) utk memperbolehkan poligami, pasti ada istri yg melakukan tekanan yg sama utk diperbolehkan poliandri.
How’s that?
Di Timur Fajar
Poliandry tidak ada dalam syariat bahkan di luar agama islam yang memperkenankan adanya polygami.
Silakan istrinya saja yang mas izinkan atas nama kebebasan. Ntar didepak kayak di anekdot tadi. Sebagian karena alasan itu maka poliandri ditolak kalau ingin persamaan hak istri yang dipoligami.
Radix Wp
saya sekadar mengingatkan kok
bhw bukan hanya laki2 yg bisa sakit hati jk diduakan oleh pasangannya
jk tdk mau diduakan, maka jangan menduakan.. adil kan
Di Timur Fajar
Wah, ini sudah lari dari konteks selingkuh di atas. Belum tuntas ya suka debatnya di seputar ini?
Radix Wp
Lagi2.. larinya kok selalu ke arah keyakinan pribadi yg hanya benar bagi yg meyakininya
Poligami itu selingkuh juga kok, malah lbh parah. Para suami selingkuh & perempuan selingkuhannya msh menjaga perasaan utk tdk terang2an & tdk menuntut apa2 dari istri pertama. Sdgkan dlm poligami, selingkuhnya terang2an tanpa rasa bersalah. Si istri baru juga tega merebut jatah nafkah yg tadinya scr hukum hanya diperuntukkan bagi istri pertama & anak2nya.
Di Timur Fajar
Lantas melegalkan selingkuhan di luar nikah? Poligami jelas bukan berselingkuh kalau sudah dapat izin dari suaminya. Lagi pula poligami bukan sesuatu yang dianjurkan, kecuali dengan alasan yang bisa diterima, misalnya sang istri meminta suaminya menikah lagi supaya mendapatkan keturunan.
Aridha Prassetya
Ya Allah Ya Rabb,
ampuni keduanya yang sama-sama tak paham apa yang mereka bicarakan.
disudahi saja. ini topik sudah ribuan kali dibicarakan.
salam bahagia
Di Timur Fajar
Yaa, orang kita lagi saling mencerahkan kesetidakpahaman satu sama lain lha minta disudahin. Gimana yaa?
Tolong dipertimbangkan permintaan yang satu ini bu guru, tadi juga nasehatnya yang satu sudah saya gubris. Bukan karena siapa, saya menemukan ada betulnya alasan dari bu dosen tentang gambar itu.
Salam !
Radix Wp
“Lantas melegalkan selingkuhan di luar nikah?”
Memangnya kapan saya pernah menyebut begitu? Ajakan saya kan agar menghindari perbuatan menduakan pasangan, entah dilakukan oleh laki2 atau perempuan, entah berupa selingkuh atau menikah resmi. Sebabnya, menduakan itu menyakitkan bagi pasangan, entah laki2 atau perempuan.
Jk si istri ternyata tdk bisa punya keturunan, kan solusinya bisa cerai baik2. Si laki2 bisa cari perempuan lain yg bisa memberinya keturunan. Sdgkan si perempuan bisa cari laki2 lain yg bisa menerimanya apa adanya, tanpa menduakan. Atau lbh bijak lagi, jk memang cinta, sehrsnya si suami menerima si istri apa adanya.
Jk si laki2 yg ternyata mandul, apa ia rela istrinya cari suami baru?
Empati, sebegitu sulitnyakah?
Saya si Timur Fajar(Red)
Hahaha, sorry bicara sendiri kau Dix, tulisan ini sudah dihapus, Ditunggu semalam nggak muncul-muncul. Keburu dibabat sama Bu Dosen, berisik katanya. Ok, kapan-kapan kita lanjutkan.
Vera Dewi
Wkakakakaaa..
Pinter mana hayyoo..
Di Timur Fajar
Yang pinter siapa, coba?
Aridha Prassetya
gendheng
Di Timur Fajar
Salam bahagia dengan gendangnya. Hm, datang-datang bilang saya gendeng, baru tahu yaa?
Aridha Prassetya
gendheng sak gambar-gambarnya.
salam bahagia
Di Timur Fajar
Mulai nabuh gendang perangnya ya?
Tunggu esok ada episod keduanya, sicucak mau interogasi sisuami pecundang itu, kasihan deh dia. Ada nasehat untuk dia Bu Dosen selain menyarankan dia apel ke penjara?
Aridha Prassetya
eh mana ada suami pecundang dalam cerita di atas?
Di Timur Fajar
saya pikir juga tidak ada.
Aridha Prassetya
yang jelas dong Tim, suami pecundang, sisuami pecundang atau istri pecundang?
jawab dulu!
Di Timur Fajar
Yang benar sisuaminya dipecundangi. Soal aksen bahasalah, bu dosen.
Neny Silvana
hahahaha,
wah…artikel mas timur mulai nakal ya hihi
Di Timur Fajar
Ini cuma realiksi, cuma dinakal-nakalin sedikit.
Tunggu esok lanjutan kenakalannya, sicucak saya mau interogasi sisuami itu.
O ya, dah saya lunasi koment saya di semua postingannya. Tinggal nunggu tanggapan baliknya.
Salam !
Aridha Prassetya
Nah, marahin tuh mbak Nen, Timur mulai pasang gambar aneh-aneh, biar aku laporin sama ustdz cilik itu………
Di Timur Fajar
Nta ampun Bu Dosen. Jangan dilaporin, tuh gambarnya sudah saya hapus.
Perlu bolak balik sebentar telmi saya baru bisa dijitak dari sikap tawadhunya.
Terus ya mengingatkan saya.
Salam bahagia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI