Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

151) Pada Sebuah Sistem

8 Mei 2011   21:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:56 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


. . Kemarin saya terlibat bicara yang intens soal system dengan seorang sahabat bicara. Kami membatasi wacananya pada system pendidikan. Dia praktisi dalam beberapa hal. Selain pendidikan, dia pengurus partai, ustad, ekonom, organisator,apalagi?

. . Ok, bicara ini agak panjang. Cucakruwa saya mau permisi dari mereka yang tidak mau ribet dengan bicara yang rumit dan panjang lebar. Jadi tidak untuk mereka, saya mau membajak pikiran saya dalam tulisan ini. Terserah bicara ini agak ngawur, saya ingin menjadi diri sendiri. Mau pintar, setengahnya, bodoh atau bodoh sekali, pokoknya bodoh amat.

. . Sistem, saya melihatnya sebagai sesuatu yang membentuk dan mempengaruhi ke dalam dan ke luar. Lalu sebuah hal ke atas bisa menjadi system, suprasistem, supra dari supranya system. Sebaliknya ke bawah menjadi subsystem bahkan sub dari subsistem.

. . Pendidikan sebagai system , ke luar atau ke atasnya merupakan sub system dari system nasional, di samping ekonomi, politik, social, dll. Juga sebagai subnya sub system dari global internasional sebagai supra system. Ke bawah atau ke dalamnya merupakan suprasistem dari kurikulum, metode, sarana, guru, murid, evaluasi sebagai unsur atau system yang kecil. Lebih ke dalam lagi, evaluasi menjadi system dari bagian terkecilnya ujian nasional, sekolah, smesteran, ulangan.

. . Evaluasi sebagai unsure atau sub system dalam pendidikan nasional yang sangat sangat mempengaruhi proses belajar mengajar terbentur dalam perbedaan wacana kami. Saya berpikirnya seperti itu, dia melihat justru yang penting belajarnya itu sendiri, serius atau tidak. Dia setuju beberapa factor bisa menjadi unsure penunjang seperti guru yang professional, kurikulum yang, metode yang, sarana yang, dan seterusnya; tapi menafikan apa yang saya anggap juga penting; evaluasi sebagai momok dalam bentuknya: ujian nasional/sekolah, smesteran, ulangan.

. . Kenapa tidak? Ujian sejauh ini tidak lagi dilihat sebagai alat evaluasi untuk mengukur sejauhmana keberhasilan proses belajar mengajar lalu menjadi tolok ukur perbaikan proses itu ke depan. Kalau pun itu ada, tapi dampaknya masih lebih besar lagi, dia menjadi momok dalam belajar yang orientasinya jadi semata untuk nilai-nilai dalam ulangan/ujian tersebut.

. . Ujian menjadi harga mati, memvonis siswa gagal atau berhasil, nilainya kurang, cukup, atau bagus; lalu menunjukkan disparitas nilai kepintaran siswa satu dengan lainnya. Ok, kalau itu dianggap perlu karena harus ada ujian untuk menyeleksi mereka yang tidak atau pantas lulus, menentukan status nilai mereka yang pintar dan bodoh, tapi apa cukup sampai di situ? Karena yang terjadi siswa tidak menemukan kecintaannya terhadap belajarnya itu sendiri, atau materi yang diajarkan bisa menyentuh kebutuhan belajar mereka.

. . Tapi, sengit teman saya ini berargumen; belajarnya itu sendiri yang penting karena sudah sesuai dengan kurikulum. Kurikulumnya sudah digodok secara mumpuni dan akademik oleh pakar-pakar kompeten lagi. Jadi kalau sudah belajar yang maksimal, ujian tidak lagi menjadi masalah; karena sudah pasti mereka akan lulus dengan hasil nilai yang memuaskan.

. . Dia lalu memberikan gambaran belajar yang pernah dilaluinya yang penuh dengan semangat dan motivasi yang timbul dari diri sendiri, di tengah minimnya fasilitas dan sarana penunjang. Kayak Lascar Pelangi, ya? Bagaimana mereka ulet, belajar karena belajarnya itu sendiri. Sehingga seminggu menjelang ujian mereka mengungsikan atau mengunci buku-bukunya, tidak lagi dituntut belajar karena ujian minggu atau esok hari.

. . Saya tidak lagi memperhatikan apa yang diuraikannya, tapi menarik jarak ke atas lalu memperhatikan pikiran macam apa dan dengan siapa saya berbicara. Selesaikan dia berbicara, lalu saya membuat statemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun