Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

134). Prihatin: "Berikan Mereka Kesempatan Bermain"

19 April 2011   20:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:37 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303244325137781936

[caption id="attachment_101817" align="aligncenter" width="300" caption="senangnya berkecipak di alam terbuka (google gambar)"][/caption]

. . . Kalau kemarin saya mensyukuri Rey ada di Pesantren selagi melihat anak-anak teman sebayanya nakal, ugal tak karu-karuan, sekarang ini malah terbalik sedih, membayangkan dia tidak bisa bermain lepas layaknya anak-anak seusia dia. Itu ketika melihat tayangan TV 7 acara si Bolang. Ada sekumpulan anak-anak yang cerah ceria bermain sambil belajar di alam bebas. Tawa lepas, sikap lepas, bermain serta belajar lepas mengiringi keseharian mereka.

. . . Mereka menapaki dan meniti jalan di pematang kehidupan kekanakannya sambil sesekali tercebur dan jatuh terjerembab didorong kenakalan teman-temannya. Itulah rona kehidupan di mana anak tuntas merampungkan tugas dari masa perkembangan hidupnya. Sedih rasanya membayangkan semua itu tidak benar benar lagi dinikmati oleh Rey anak saya.

. . . Di pesantren dia juga masih bisa bermain, di sela-sela belajar yang cukup padat. Terlebih sekarang ini sedang digodok persiapan menghadapi ujian nasional. Porsi bermain menjadi sangat langka, karena hidup keseharian telah diprogram oleh pemegang otoritas ‘kebaikan’ pesantren, dan didikte kedaulatan kurikulum pendidikan nasional.

. . . Menjadi seperti apa anak buah hati kami, sebagai orang tua tinggal mempercayakan harapan itu kepada kebijakan program pengasuh dan pimpinan pesantren. Sejauh ini kami percaya itu. Karena dari dalam pesantren itu anak kami sudah jauh berbeda lebih baik dari sewaktu pertama kali masuk ke situ. Antara lain dia dan teman-temannya sudah fasih berbahasa Arab, segampang mereka berkumur sehabis bersiwak.

. . . Lalu apa yang jadi soal? Sepertinya semua berjalan baik-baik saja. Itulah sedihnya. Sulit bagi kita menyayangkan kekurangan sesuatu, padahal kepada hal tersebut kita sudah percaya dan berharap banyak dari situ.

. . . Tentunya sebagai sebuah saran, tidak ada salahnya kita menyampaikan rasa ini sebagai masukan. Siapa tahu bisa dipertimbangkan.

. . . Kalau boleh disarankan berikan waktu kepada para santri untuk bisa menikmati dunia mereka. Masa anak-anak adalah masa bermain, tentunya di samping belajar. Masa remaja, masa mencari jati diri, juga sekali-sekali bermain sambil belajar. Sehingga kelak setelah dewasa nanti mereka tidak terlalu bermain-main, bahkan mempermainkan tanggung jawab. Tanggung jawabnya sebagai tugas yang harus dia emban di masa itu.

..Di Timur Fajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun