Mohon tunggu...
Bagaskara Winengku Raharja
Bagaskara Winengku Raharja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Novice Writter and Library Science Student at Universitas Negeri Malang

"He, the author, who decided to desert the gloomy desert and try to find inspiration in an odd mirage lush oasis."

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguraikan Konsep Hobbesian Trap: Dari Ketidakpercayaan Menuju Konflik Internasional

7 Desember 2023   15:19 Diperbarui: 7 Desember 2023   15:35 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ilustrasi Hobbesian Trap, Sumber: https://www.dall-efree.com

            Dalam upaya pengembangan pemahaman terhadap isu hubungan internasional, potensi ancaman global, dan isu ketidakstabilan keamanan, serta dinamika persenjataan nasional bahkan hingga kerjasama multiratelar yang kini semakin sering dilakukan oleh para pemimpin negara. Konsep Hobbesian Trap kini menjadi topik esensial dan menarik untuk dipelajari. Melalui pemahaman terhadap konsep ini, masyarakat internasional dapat lebih termotivasi untuk membangun kepercayaan dan megambil langkah-langkah guna memastikan perdamaian dan stabilitas global. Digagas oleh Thomas Hobbes pada abad ke-17, teori ini menguraikan bagaimana rasa ketidakpercayaan antara negara-negara dapat memicu spiral konfllik dan meningkatkan risiko perang.

DEFINISI HOBBESIAN TRAP

            Hobbesian Trap dalam konteks hubungan internasional secara singkat merujuk pada kondisi- kondisi negara yang karena rasa “ketidakpercayaan” satu sama lain, menjadikan mereka terjerumus ke dalam tindakan peningkatan persenjataan berkelanjutan, memicu kemungkinan terjadinya konflik yang merugikan bagi ke dua belah pihak.

“Competition of Riches, Honour, Command, or other power enclineth to Contention, Enmity, and War: Because the way of one competitor, to the attaining of his desire, is to kill, subdue, supplant, or repell the other”. (Hobbes, 1991:70 dalam Schafaer, A. & Jin-yeong Shon. 2022)

AKAR SEJARAH & DASAR TEORITIS

            Dalam memahami konsep Hobbesian Trap, kita perlu menjelajahi akar sejarah dan dasar teoritis yang menjadi landasan teori. Teori ini, berasal dari pemikiran filsuf politik Inggris terkemuka, yakni Thomas Hobbes pada abad ke-17 yang turut dipengaruhi pula oleh adanya pengaruh historis berupa gejolak politik dunia yang saat itu terjadi. Yakni, terjadinya sejarah “Perang Tiga Puluh Tahun”. Amsir dalam jurnal yang berjudul “Perjanjian Westphalia dan Momentum Pendirian Negara Modern” (2021) mejelaskan bahwa Perang 30 tahun, merupakan konflik yang bermula dari suatu kepentingan politik juga agama antara kekaisaran Habsburg dari Austria dengan pangeran dari wilayah kekaisaran Romawi, yang mana setelah kaisar Maxmilan I dari Habsburg menikah dengan Marry dari Burgundi/Kerajaan Perancis, terjadi ketidakjelasan otoritas karena  Raja Louis IX dari Prancis merasa telah dilangkahi teritorinya dan kaisar Maxmilan I juga enggan mengakui Burgundi sebagi wilayah Perancis, perjanjian Arras tahun 1482 keluar sebagai solusi yang memaksa kaisar Maxmilan  I untuk mengakui Burgundi sebagai bagian dari Perancis. Konflik ini berlanjut, ketika raja selanjutnya yakni Raja Charles V menerima warisan teritorial (Burgundi - Austria) dan berniat menyatukan teritorinya dalam naungan rohani kekristenan, sedangkan di masa itu merebak isu Protestanisme (Reformasi Gereja) yang membakar rasa ketidakpercayaan di masyarakat dan raja Charles V juga mesti meredam perlawanan dan ketidakpercayaan dari raja-raja Jerman yang beragama Protestan.

            Berdasarkan sejarah tersebut, Hobbes telah hidup pada masa yang sama dengan peristiwa “Perang Tiga Puluh tahun”, ia mengamati kekacauan dan anarki selama peperangan tersebut. Pengalaman yang telah ia lalui menjadi dasar teoritis bagi Hobbes, konsepnya tentang kebutuhan akan otoritas yang kuat atau “Leviathan” lahir dari pemahaman atas kerusakan dan ketidakpastian yang dihasilkan oleh konflik (Hobbes, 1651). Sedangkan, dasar teori Hobbesian Trap juga berkaitan dengan pemahaman bahwa rasa ketidak percayaan akan menjadi sebuah pemicu konflik dikemudian hari setelah negara yang tidak saling mempercayai mengambil langkah defensif dalam spiral pertahanan.

DINAMIKA HOBBESIAN TRAP

            Konsep Jebakan Hobbesian terjadi melalui rangkaian fenomena dalam tempo perlahan, menjebak negara-negara bersangkutan menuju padang ilusi pertahanan. Terdapat sejumlah indikasi berlakunya jebakan ini, dan secara umum diketahui  sejumlah tahapan bagaimana Hobbesian Trap tumbuh berkembang, antara lain;

  • Initial Mistrust, merupakan kondisi awal pertikaian dimana bibit pertikaan mulai tumbuh. Haluan politik, agama, keamanan internasional, perjanjian bilateral tidak mampu mengikat kepercayaan diantara bersangkutan.
  • Response to Mistrust, muncul kecenderungan bagi negara yang merasa terancam untuk tidak bersikap agresif dan memilih langkah defensif (mis: membentuk aliansi militer, kebijakan keamanan nasional, peningkatan alusista, dll) sebagai persiapan untuk menghindari - mempertahankan diri
  • Arms Race Spiral, merupakan awal fenomena dimana setiap tindakan defensif yang diambil oleh suatu negara, malah menciptakan fatamorgana dan dipahami sebagai sebuah tindakan ancaman bagi pihak lainnya
  • Increase Risk of Conflict, dalam spiral defensive action konfrontasi akan muncul sebagai sebuah akibat, apabila negara berkonflik lebih cenderung mengandalkan kekuatan militer sebagai solusi.
  • Entrapment, merupakan puncak fenomena dimana negara bersangkutan sudah terjebak pada rasa ketidakpercayaan, diamana siklus pertahanan tanpa akhir direpresentasikan melalui persaingan dalam suatu konflik skala global.

            Ken Booth dan Nicholas J. Wheeler dalam Security Dilema: Fear, Cooperation and Trust in World Politic (2008) menjelaskan lebih spesifik dengan mendeskripsikan bahwa ketidaknyaman pada dilema keamanan (the security paradox) pada sekelompok aktor (negara) berlangsung dalam sistem dua level, meliputi ;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun