Setelah melihat beberapa pertandingan awal di Euro 2012 ini saya melihat mulai banyak lagi bermunculan tipe-tipe pemain memiliki naluri sebagai seorang fantasista. Mungkin orang belum banyak yang memahami apa itu istilah “Fantasista”. Dalam sebuah tim sepak bola pemain ini biasa memiliki peran sebagai playmaker yang merupakan otak dalam membuka celah rapatnya barisan pertahanan lawan.
Di dalam lapangan seorang fantasista tidak memiliki posisi tetap atau biasa disebut free role. Dia dibebaskan untuk berkreasi sesuai keinginannya. Pemain ini memiliki visi yang luas dalam bermain serta dapat mengontrol pergerakan rekan satu timnya meski melihat secara sekilas seperti bidak dalam permainan catur. Selain itu terkadang mereka juga diberkahi kemampuandribble di atas rata-rata dan bakat ini hanya dimiliki segelintir pemain yang memang sudah terdapat dalam suratan takdirnya.
Bagai dirigen dalam suatu orkestra musik besar dan akan memukau siapa pun penonton yang melihat aksinya dalam bermain ataupun saat dia bermain, maka seolah-olah pemain ini sedang membuat suatu lukisan indah setara dengan Van Gogh maupun Da Vinci di atas kanvas berupa lapangan hijau.
Namun jika playmaker tersebut tidak memiliki visi bermain luas maka dia hanya dapat disebut sebagaiattacking midfielder biasa. Sebagai contoh lihatlah timnas inggris, sejak tempo dulu mereka bermain dengan cara setipe dengan yang dilakukan oleh penjaga loket parkir, mereka melakukan permainan monoton, membosankan, dan miskin taktik.
Salah satunya dapat disebabkan mereka hampir tidak pernah memiliki pemain bernaluri sebagai fantasista, pengecualian pada tahun 1966 ketika mereka juara piala dunia.
Generasi terdahulu terdapat beberapa pemain mencerminkan apa itu seorang fantasista. Kita lihat kehebatan dream tim Brazil pada Piala Dunia tahun 1954 mereka memiliki bocah ajaib bernama Pele kemudian berturut-turut lahirlah Garrincha, Jairzinho, Zico, lalu Italia memiliki Rivera, Prancis dengan Platini, bahkan Johan Cruyff seorang penemu total football yang fenomenal tersebut dapat menciptakan sepak bola indah dan menarik ditonton.
Akhir 90-an pemain bertipe fantasista ini nyaris punah tercatat hanya Zidane yang dapat mewakili. Tetapi beberapa tahun terakhir bermunculan kembali tipe pemain seperti ini dimulai dengan Ronaldinho, kemudian pemain terbaik dunia tiga kali Lionel Messi.
Dalam pagelaran Euro kali ini kita telah melihat operan sinting dari Sneijder kepada Huntelaar pada saat melawan Denmark, kemudian bagaimana Ozil dalam mengatur serangan Jerman saat mengalahkan Portugal, serta assist mulus Pirlo kepada Di Natale lalu dibalas dengan assist kilat oleh David Silva yang lebih cepat dari agen pengiriman barang manapun hingga mampu menembus pertahanan catenaccio Italia dan dapat diselesaikan secara mulus oleh Fabregas.
Aksi-aksi dari pemain-pemain inilah yang dapat membuat orang terpana sejenak seolah terhipnotis tidak mampu menjelaskan bagaimana hal itu dapat dilakukan. Sebagaimana saya bilang di awal tadi bakat tersebut memang sudah diturunkan oleh Tuhan kepada fantasista ini. Dan dalam sepak bola tidak ada yang mendapat sebutan Tuhan melainkan Diego Armando Maradona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H