Baru-baru ini Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta merencanakan untuk membuat peraturan tentang penertiban pengamen Ondel-Ondel yang turun di jalanan ibukota.Â
Banyak masyarakat yang setuju dengan aturan ini, tetapi terdapat pihak-pihak yang menyatakan tidak setuju dengan aturan ini, salah satunya adalah Komisi B DRPD DKI. Ketua Komisi B DRPD DKI, Abdurrahman Suhaimi mengatakan bahwa pembinaan kepada pengamen Ondel-Ondel lebih penting daripada penertiban.
Image Buruk Pengamen Ondel-Ondel
Beberapa warga DKI memberikan keluh kesah terhadap kehadiran pengamen Ondel-Ondel yang turun di sekitar jalanan ibukota. Sebagian besar mengeluh bahwa beberapa pengamen tersebut meminta sumbangan dengan nada memaksa sehingga menyebabkan keresahan masyarakat.Â
Jika tidak diberi uang maka mereka tidak segan untuk menggerutu bahkan memukul badan mobil sang target pengamen. Kejadian tersebut membuat para masyarakat berpikiran bahwa niat para pengamen Ondel-Ondel tersebut hanyalah demi mendapatkan uang, bukan salah satu usaha untuk melestarikan kebudayaan asli dari Betawi tersebut.Â
Pakaian yang digunakan oleh para pengamen jauh dari kata "pantas" dan terkesan lusuh dengan iringan musik yang seadanya. Hal ini sangat berbeda dengan pentas Ondel-Ondel yang biasa ditampilkan dalam event-event resmi di sekitar DKI Jakarta dengan kostum baju dengan iringan lagu khas suku Betawi.Â
Tidak heran, "rasa menghormati dan menghargai" kebudayaan Ondel-Ondel semakin lama semakin luntur dan menganggapnya sebagai kesenian rendahan.
Nasib Seniman Ondel-Ondel Semakin Memprihatinkan
Selain para pengamen yang "nakal", tidak sedikit dari para pengamen tersebut adalah seniman yang mempunyai niat tulus untuk melestarikan kebudayaan Ondel-Ondel tanpa harus melakukan pemaksaan untuk memberikan sumbangan uang.Â
Para seniman tersebut terpaksa harus mengamen dan turun ke jalanan karena sepi tawaran manggung. Undangan untuk tampil di acara-acara resmi mulai jarang berdatangan dan menyebabkan pendapatan yang semakin berkurang. Sanggar-sanggar Betawi di Jakarta mulai ditinggalkan anggotanya karena dianggap tidak memberikan masa depan yang menjanjikan.Â
Banyak orang menyebut Ondel-Ondel sebagai "degradasi kebudayaan". Dahulu di masa jayanya, pentas kesenian Ondel-Ondel menjadi langganan untuk ditampilkan pada acara-acara resmi yang diadakan baik oleh pemerintah atau masyarakat, bahkan sampai pentas ke luar negeri mewakili negara Indonesia. Namun sekarang panggilan untuk pentas rata-rata 1-2 kali sebulan bahkan bisa sampai 3 bulan baru ada satu panggilan.