[caption id="attachment_347646" align="aligncenter" width="640" caption="Di Desa Kotawaringin Tasikmalaya. (Ganendra)"][/caption]
#JejakParaRiser Day 4
Tak terasa para riser yang ‘bertugas' di ajang Kompasiana Blog Trip #JejakParaRiser menyusuri rute Jakarta - Yogyakarta - Jakarta telah memasuki hari keempat. Rute yang lumayan pendek dibandingkan rute-rute sebelumnya. Jelajah para riser dari Tasikmalaya dimulai siang hari. Ketiga tim masing-masing membuat rencana tersendiri soal jalan, destinasi wisata yang dikunjungi dan lain-lain. Demikian pula tim 2. Rute diputuskan melewati garut dengan maksud untuk dapat mengeksplore lokasi wisata di daerah yang terkenal dengan dodol dan dombanya itu.
Siang hari kami baru start, dikarenakan ada musibah kecil tertinggalnya kunci dalam mobil sejak semalam. Upaya gagal untuk membuka pintu. Beruntung pihak dealer Datsun Tasikmalaya mengirimkan dua orang teknisinya. Tak sampai 5 menit, permasalahan beres. Caranya? Rahasia kata teknisi itu. Tentunya memang tak boleh dibocorkan bagaimana cara membuka pintu mobil yang terbuka. Takut disalahgunakan. Ya, yang penting para riser bisa melanjutkan perjalanan.
[caption id="attachment_347647" align="aligncenter" width="640" caption="Istirahat di sebuah masjid. (Ganendra)"]
Saya menjadi pengemudi untuk rute yang rata-rata ditempuh 3 jam-an ini. Menyusuri sepanjang jalur Tasikmalaya - Garut lumayan ramai dengan arus bus dan kendaraan lainnya. Jalan tak terlalu lebar, hanya bisa untuk dua jalur kendaraan. Begitu pula karakter jalan, adalah jalanan aspal dengan beberapa berlubang. Namun ada juga yang sudah halus mulus. Hujan datang dan pergi. Jalanan basah membuat saya lebih berhati-hati. Beberapa kali mesti bertanya orang saat mencari jalan yang dimaksudkan.
Rencananya kami akan mengunjungi Kampung Naga. Sebuah kampong yang kental adat istiadatnya. Kabarnya rumah-rumah adat masih kental. Juga mereka menghasilakn kerajinan yang sifatnya sampingan. Tak sulit untuk menemukan kampong ini. Namun kami urung setelah menemukan area yang lumayan butuh waktu karena mesti dilakukan dengan berjalan kaki. Tentu saja karena akses jalan adalah tanah dan bergeografis terasering. Mesti jalan ke dataran yang lebih rendah.
Tak ada pilihan kami melanjutkan perjalanan ke Garut. Kondisi lalu lintas yang beranjak sore itu lumayan ramai. Terkadang saya kesulitan untuk menyalib kendaraan yang mengangkut barang berat, seperti truk. Hujan juga mewarnai perjalanan, meski tak stabil. Di kota Garut di jalan Otista kami sempatkan mampir untuk membeli ole-ole khas Garut. Ada dodol, chokodot, krupuk, kopi, bajigur, dan lain sebagainya. Baca di artikel berjudul: Cerita Camilan Khas Garut di Otista.
[caption id="attachment_347648" align="aligncenter" width="640" caption="Sebelum terowongan Nagrek. (Ganendra)"]
[caption id="attachment_347649" align="aligncenter" width="640" caption="Di tol Purbalenyi. (Ganendra)"]
Hari masih terang ketika kami sampai di Lingkar Nagrek. Arus tak ramai, lengang sehingga memudahkan perjalanan. Kami sempat berhenti sejenak dan mengambil foto-foto. Memang lokasi dengan tebing yang tinggi dan terowongan menjadi sesuatu yang tak boleh dilewatkan. Banyak kendaraan dan orang-orang yang berhenti sejenak di tempat ini.