Ini tentang kisah memori tahun 2008. 15 tahun lalu, aku mulai berdomisili di Batam seiring dengan pekerjaan yang aku emban disana. Terhitung sejak 2005, selama 6 tahun berdiam di pulau perbatasan dengan Singapura itu bukanlah sebuah cita-cita. Apalagi khususnya Ibu waktu itu tidak mengijinkan, alasannya simple, jauh, menyeberang lautan. Dan jika dibutuhkan sewaktu-waktu untuk pulang ke kampung, ribet. Begitu katanya. Namun aku yakinkan bahwa jaman sekarang transportasi mudah, ada pesawat terbang yang tak butuh waktu lama ke bandara di Solo. “Wah ojo Leee, medeni,” kata Beliau waktu itu. (Wah jangan Nak, menakutkan).
Ketakutan dan kecemasan yang wajar dari seorang Ibu pada anaknya. Aku toh akhirnya nekad terbang hehee. Lama-kelamaan ketakutan Ibu juga reda. Namun aku belum berhasil mengajaknya terbang dari Solo ke Jakarta, kota yang sekarang aku tinggali. Lagi-lagi, “Takut,” katanya.
Sepenggal cerita aku ingat betul di medio 2008. Terkait dengan waktu lebaran yang jatuh pada Oktober 2008. Oiyaa, aku tuh sebelum berangkat merantau di awal 2000an, pesan dari Ibu adalah, “ Kamu boleh merantau, tapi harus pulang saat lebaran, apapun kondisinya.”
Berbekal pesan itulah, maka aku sampai sekarang setiap lebaran pasti ada di rumah di kampung, tempat Ibu dan Bapak, berdua tinggal. Syukur bisa memenuhi janjiku kepadanya. Namun di medio 2008 itulah salah satu momen aku hampir tak bisa memenuhi janji. Begini ceritanya.
Tersebab sebulan sebelum lebaran 2008 ada kerjasama dengan klien dari Singapura dengan kantorku. Kerjasama yang memakan waktu hingga hari H pas lebaran Idul Fitri 2008. Bingung juga saat itu, pasalnya aku harus mudik lebaran. Padahal rencana untuk membuat foto keluarga bersama seluruh saudara sudah dirancang sejak bulan-bulan sebelumnya. Yaaa foto keluarga atas usulku waktu itu.
Bahkan kami sudah mulai mempersiapkannya, dari pemesanan bahan batik hingga penjahitannya. Kakakku sulung yang bertugas mencari bahan seragam batiknya di Solo. Lalu dikirimlah bahan batik itu ke aku di Batam, dan tiga saudara di Bogor. Jahitan bajuku sudah siap, hingga aku mudik tertunda oleh pekerjaan itu. Apa mau dikata. Aku telat mudik!!
H+4 aku baru bisa mudik ke kotaku disebelah selatan Solo. Otomotis ‘ritual’ sungkemanku yang mestinya saat hari H, menjadi mundur di hari keempat itu. Ndak apa-apa sih, namun perasaan ada yang gimana getu, soalnya sudah menjadi tradisi bahwa lebaran pertama menjadi ajang ritual keluarga kami. Pertama kali, sungkem kepada Bapak Ibu baru silaturahmi ke lainnya.
Akhirnya berkesempatan juga membuat foto keluarga meski gak lengkap! Pasalnya sebelumnya di hari kedua sudah membuat foto bersama, saat aku belum tiba. Hingga aku hanya bisa membuat foto bareng dengan kakak sulungku yang memang tinggal bertetanggaan dengan orang tua. Lihat fotonya di bawah ini. Lumayanlah, cita-citaku membuat foto keluarga bareng Ibu, bisa terwujud… meski tak lengkap dengan saudara lainnya. Heheee. Salam Ibu. Meski telat kuucapkan Selamat hari Ibu.
[caption caption="Foto berbatik bareng Bapak, Ibu dan Kakak Sulung di momen Lebaran 2008. (Dokpri)"][/caption]
[caption caption="Foto berbatik bareng Bapak, Ibu dan Kakak Sulung di momen Lebaran 2008. (Dokpri)"]
@rahabganendra
Salam Koteka/KPK/Ladiesiana