Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

“Bersama Demi Air,” Palyja Antara Upaya, Bisnis dan Harapan

27 Maret 2016   04:53 Diperbarui: 27 Maret 2016   07:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Air Kotor ini di area Ventury. (Foto Ganendra)"][/caption]Ketersediaan air di bumi jumlahnya sangat terbatas. Dari 100% air yang ada ternyata hanya 30 % yang merupakan air tawar. Dari 30% air tawar itu, ada 3 % air tawar berupa air permukaan. 3% air tawar di permukaan itu, sebesar 2% berada di sungai-sungai. Sementara air bersih di sungai kondisinya semakin menurun/ sedikit karena adanya polutan.

BENTUKNYA kecil mungil. Warna hitam pekat, nampak berongga. Sepertinya berbahan plastik. Sifatnya elastis saat ditekan/ dipencet. Nampak seperti barang sepele namun ternyata tidak. “Meteor” begitu Ibu Meyritha Maryanie menyebut barang di telapak tangannya itu. Siapa sangka ‘meteor’ inilah yang ‘berjasa’ dan berperan vital dalam pengolahan air bersih yang digunakan operator PT PAM Lyonnaise Jaya. Kemampuannya disebut mampu menghilangkan kandungan amonia sebesar 87%. Sebuah sistem pengolahan air yang pertama di Asia Tenggara.  

“Meteor ini ditempatkan di dalam bak pengolahan air, berperan sebagai tempat atau media bakteri hidup yang memakan amonia,” jelas Meyritha Maryanie, selaku Corporate Communication and Social Responsibility Division Head PT. PAM Lyonnaise Jaya, saat menjadi narasumber dalam acara Nangkring Kompasiana #BersamaDemiAir, Senin (21/3/2016) di kantor Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Palyja,  Pejompongan, Jakarta Pusat.

[caption caption="Meteor. (Foto Ganendra)"]

[/caption]Penjelasan Meyritha itu adalah sebagian kecil dari materi yang disampaikan berkaitan dengan acara kunjungan ke IPA 1 Palyja. Tentu saja menggali informasi seputar penyediaan air bersih menjadi hal yang penting. Paling tidak buat saya pribadi sebagai warga Jakarta Barat. Salah satu wilayah yang mendapat layanan air bersih dari operator Palyja yang bekerjasama dengan PAM Jaya ini.

Melihat langsung proses pengolahan air, mendapat informasi tentang ‘dapurnya’ Palyja, kampanye tentang kesadaran air bersih #BersamaDemi Air, program-program yang telah dieksekusi maupun rencana serta kendala menjadi pengetahuan baru. Paling tidak, sedikit banyak jadi tahu mengapa seringkali di jalan Tubagus Angke sekitar lokasi kantor ada galian perbaikan saluran/ pipa air Palyja. Atau kenapa air kadang kala mati, tak mengalir, juga mengapa bau kaporit masih tercium dari kran dan sebagainya. Dan pastinya jadi tahu darimana sumber air yang kita minum berasal. Sudahkah diolah secara higienis? Seluk beluk yang perlu dan penting untuk kita ketahui, sebagai salah satu dari ribuan pelanggannya.

Data dan Fakta Air Baku untuk Ibukota

Sebelumnya layak diketahui bahwa tata kelola air di ibukota, melibatkan beragam institusi, baik Pusat maupun daerah. Jumlahnya ada 15 instansi, terdiri 12 dari pusat dan 3 instansi daerah. Diantaranya adalah Kementerian Pupera, Dirjen Cita Karya, Dirjen Sumber Daya Air, Direktur Penyediaan Air Minum, Direktur Irigasi, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Perum Jasa Tirta, Badan pendukung pengembangan sistem penyediaan air minum, Dinas Tata Air DKI Jakarta, BPLHD,  PAM Jaya, serta operator yakni Palyja dan Aetra.

Sebagai informasi Palyja merupakan operator air bersih Jakarta dan SUEZ Environnement untuk wilayah Barat Jakarta. Sementara Aetra, Thames Water untuk wilayah Timur Jakarta dengan Sungai Ciliwung sebagai batas wilayah pelayanan. Kontrak kerjasama dengan PAM Jaya selama 25 tahun sejak 1 Februari 1998. Demikian juga Aetra.

Nah ada fakta menarik yang saya peroleh, bahwasannya ada 13 sungai yang melintasi wilayah Jakarta sudah tidak layak lagi diolah menjadi air bersih karena tercemar. Artinya sudah tak bisa menjadi air baku untuk diolah menjadi air layak konsumsi. Fakta yang disampaikan oleh Budi Susilo, Direktur Customer Service PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), disebabkan paling utama bukan dari limbah industri, tapi limbah dari rumah tangga!

“Sungai banyak yang sudah tercemar dengan deterjen,” kata Budi yang menjadi narasumber pertama di acara. 

Sebagian besar limbah mengalir melalui saluran air, kemudian mengalir ke sungai. Efek dari sungai yang bermasalah tersebut, maka Palyja sebagai salah satu operator yang bekerjasama dengan PAM Jaya harus ‘mengambil’ dan membeli dari Waduk Jatiluhur disamping juga mengambil dari sungai Kanal Banjir Barat. Meski sebenarnya Kanal Banjir Barat juga tercemar namun tidak separah 13 sungai lainnya dan masih layak diolah.  Dalam prosentase sumber air baku di wilayah barat Jakarta, pasokan air dari luar Jakarta sebesar 94,3% sedangkan dari Jakarta sendiri sebesar 5,7%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun