Duduk lesehan menikmati hidangan itu, nyaman. Ada seekor ikan bandeng berwarna keperakan di porsi piring makanku.
Bandeng yang mengingatkanku akan kota Semarang, dengan bandeng prestonya, khasnya. Tapi di sini tak sepanas ibukota Jawa Tengah itu. Di sini sejuk. Ini Malang. Ini bandeng presto ala Malang.
Kangen banget dengan bandeng presto. Sejumput sambal tomat di sisi nasi putih yang kupilih. Nasi yang kupilih diantara nasi goreng dan nasi kuning yang tersedia.
Sambal tomat itu bukan 'permaisuri' satu-satunya yang ada di sini. Sambal tomat itu 'dimadu' oleh 6 sambal lainnya yang menggoda lidah penikmat pedasku.
"Sambal ebi, pete, bawang, tomat, cakcok, teri, dan  korek," diungkapkan Ferry Angga Irawan pria berisi pemilik warung itu, Minggu 5 Agustus 2018 lalu.
"Ngences" siapa yang tak ngiler. Ingin aku meraup semua sambal itu kalau tak ingat aku sedang di-paran. Di luar kota. Jadi agak memperhatikan soal kondisi perut agar tak mudah protes. Repot kalau mules sembarang waktu kan ya? Sooo ambil secukupnya saja, sekadar menuntaskan rasa penasaran yang ada.
Bandeng presto itu tak sendiri, ada lauk lainnya yang kupilih. Menemani nasi dengan layanan prasmanan, memudahkanku mengambil porsi sesuai keinginan. Paling tidak bisa mengukur diri, seberapa banyak mampu mengkonsumsinya. Agar nantinya tak ada nasi yang tersisa.
Soo, layanan model prasmanan ini menjadi daya tarik tersendiri. Baik bagi yang doyan makan, ataupun yang biasa saja. Rasanya tak bakal rugi untuk bisnis warung makan. Seberapa banyak seeh daya tampung perut terhadap nasi?
Tak heran banyak mahasiswa, pelajar mampir ke warung makan ini. Menu variatif, tempat luas dengan aneka pilihan, harga kompetitif bersahabat di kantong (paling mahal 15K), mau apalagi?Â