Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Awen Mengantar Sebungkus Kwetiau Idaman

31 Agustus 2017   18:10 Diperbarui: 7 November 2017   14:24 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caption: Ilustrasi dari thenational.ae/

Aku sebenarnya gak enak hati dengan penjual kwetiau langganan kantor. Awen namanya. Seringkali untuk menu makan siang, aku dan teman-teman pesan via telepon. Delivery. Bahkan kami gak tau di mana warung makannya, taunya cuma di kawasan Kalimati, Jakarta Barat. Itu daerah yang gak jauh dari kawasan Tubagus Angke Jakarta Barat, kantorku.

Biasanya sih pesan bareng-bareng dengan rekan-rekan kantor. Gak banyak sih, paling sekitar lima porsi. Kadang kurang kadang lebih. Bahkan kadang hanya satu porsi, buatku sendiri. Maklum gak tiap hari makan kwetiau/mie/pangsit bukan?

Dan kami gak pakai via pengiriman online, karena Abang Awennya sendiri yang nganterin. Pakai motor. Durasinya antara 30 menitan, kadang lebih sampai sejam. Tergantung berapa banyak antre pesanannya.

Lalu gak enak hatinya gimana?

Nah aku suka banget pangsitnya. Ini menu favoritku yang sering kupesan. Enak, dan bahkan sering kuupload di akun instagramku yang khusus kuliner, @bozzmadyang (add yak hehee).

Gak enak hatinya, saat pesan kadang rekan lain lagi gak selera makan menu Awen. Padahal aku ngebet pengen pangsit. Mau gak mau ya, aku pesan sendiri. Satu porsi!

Keterangan foto: Ini loorr penampakan pangsit Awen kegemaranku. Sumber IG @bozzmadyang (Ganendra)
Keterangan foto: Ini loorr penampakan pangsit Awen kegemaranku. Sumber IG @bozzmadyang (Ganendra)
Itu yang bikin gak enak hati. Sudah pesannya cuman satu porsi, dianterin pulak! Duh. Padahal seporsi pangsit hanya Rp 15 ribu. Untuk nganter kan perlu ongkos BBM. Jarak persisnya gak tau sih, yang jelas butuh bensin untuk mengantar pesanan seharga itu. Anehnya, Awen happy-happy saja meski hanya anterin seporsi!

"Kan udah langganan, jadi ya gak masalah anterin seporsi," katanya.

"Laa apa gak rugi BBM-nya?" tanyaku suatu ketika.

Masih okelah, bilangnya. Padahal menurut pengakuannya, bahan bakar yang digunakan sehari-hari untuk delivery itu bukan premium, tapi Pertalite. Kok gak premium?

Awen bilang premium gak bagus untuk motornya (motornya keluaran tahun 2005). Pertalite lebih bagus untuk mesin. Busi gak cepet kotor. Laju sepeda motor pun lebih oke. Bahkan ia bilang, Premium kayak minyak tanah saja, gak cocok untuk motor! Walaahh!

"Mahalan dikit gak apa-apa, yang penting bagus buat motor," katanya.

Tak heran demi alasan itu, Awen rela antre Pertalite di SPBU Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat yang semakin ramai dibanding antrean Premium. Ya, ternyata lebih banyak yang menggunakan Pertalite bahkan Pertamax dibanding Premium.

Itu sesuai dengan pengalamanku, sebagai pengguna Pertalite dan Pertamax sehari-hari. Setiap antre BBM di SPBU Kedoya Jakarta Barat, Premium sudah tak menjadi primadona lagi. Antrean mengular lebih banyak ke bagian Pertalite untuk sepeda motor. Kalau mobil pribadi banyak menggunakan Pertamax dan solar untuk transportasi umum.

Premium Oh Premium

Setahuku BBM di kawasan Jakarta Barat termasuk dalam kawasan pasokan BBM dari Depot Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Depot itu bertanggung jawab mendistribusikan BBM ke SPBU di area Jabodetabek dan Sukabumi.

November 2016 silam, aku pernah mengunjungi Depot Plumpang bersama kawan-kawan bloger. Di situ kesibukan luar biasa tangki-tangki BBM bersama Awak Mobil Tanki (AMT). Menjalankan roda distribusi BBM setiap harinya. Tak terbayangkan gimana kalau distribusi terhambat?

Pastinya warga yang membutuhkan pasokan BBM akan terganggu. Dan efeknya domino mengganggu kegiatan lainnya, termasuk roda perekonomian. Oleh karena itulah Depot Plumpang menjadi salah satu organ obyek vital nasional.

Keterangan foto: Bersama Bloger kunjungi Depot BBM Plumpang Jakut. (Foto Ganendra)
Keterangan foto: Bersama Bloger kunjungi Depot BBM Plumpang Jakut. (Foto Ganendra)
Pasokan BBM itu tentu saja termasuk Premium, Pertalite, Pertamax dan lainnya. Seingatku tahun-tahun sebelumnya Premium masih marak hingga kemunculan Pertalite yang memiliki angka oktan, RON lebih tinggi (90).

Perubahan pun terjadi lambat laun. Pertalite menjadi BBM primadona baru. Laa secara teknis memang lebih bagus daripada premium dengan RON 88. Tentunya pertalite menjadi pilihan di samping Pertamax yang sudah eksis duluan.

Maka aku dulu pernah terpikir, Premium lama kelamaan akan lenyap dari pasaran. Saat ini sih sejauh yang kulihat pengguna Premium semakin berkurang, menurut data 'pandang mataku' antrean di SPBU heheee. Beberapa SPBU bahkan sudah tak menyediakan Premium lagi. Artinya?

Faktor berpindahnya pengguna tersebut didukung adanya perubahan pola perilaku di mana konsumen merasakan sendiri bahwa Pertalite lebih sesuai untuk mesin. Dengan RON 90, Pertalite jelas lebih aman untuk mesin dibanding Premium 88. Ini semakin disadari betul oleh pengguna, yang bahkan warga biasa.

Salah satu contoh ya Awen, penjual kwetiau langgananku itu. Bagaimana dia memiliki pandangan bahwa dengan Pertalite yang berkualitas lebih bagus, ia rela 'berpindah guna' dari premium. Satu alasannya karena lebih sesuai untuk mesin. Meskipun harganya lebih mahal. Kelancaran sepeda motor dengan Pertalite lebih mampu melancarkan jalan rejekinya (transportasi).

Jelas fenomena tersebut mempengaruhi juga para pengusaha SPBU yang tak sedikit dikelola swasta. Bagaimana tidak, Pertalite, Pertamax lebih menguntungkan dengan semakin tingginya permintaan. Pangsa pasar membesar. Bukankah prinsip bisnis berlaku, di mana permintaan tinggi maka celah bisnis lebih menguntungkan. Jadi aku tak heran jika Premium sudah 'lenyap' di beberapa SPBU (tak tersedia).

Melansir data dari Pertamina tentang lonjakan permintaan BBM jenis Pertalite dan Pertamax hingga kuartal 2017, menunjukkan kenaikan signifikan. Pertalite pada 2016 sebesar 31.030 kiloliter/hari. Ini melonjak pada kuartal 2017 menjadi 33.513 kiloliter/hari. Melonjak 8%!

Keterangan foto: Data konsumsi BBM. (Sumber Pertamina).
Keterangan foto: Data konsumsi BBM. (Sumber Pertamina).
Sementara perbandingan kualitas BBM antara Pertamax, Pertalite dan Premium dari segi penggunaan terkait jarak menunjukkan angka tempuh berbeda. Jarak tempuh per 1 liter Premium mencapai 10 Km. Pertalite 11,6 Km, dan pertamax 12,5 Km. Dengan perbedaan angka harga untuk Premium Rp 6.450, Pertalite Rp 7.350 dan Pertamax Rp 8.050 (harga BBM per 5 Januari 2017 wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya).

Secara pribadi dengan adanya BBM yang lebih berkualitas tentu akan dipilih. Meski secara harga lebih mahal, namun jika dihitung dengan jarak tempuh yang dicapai dan dampak negatif terhadap mesin yang semakin minimal, tentu lebih menguntungkan. Fenomena senjakala Premium kah?

Energi Baru, Mimpi yang Terjaga

Sudah lama menjadi isu-isu yang sering kudengar, kubaca soal energi terbaharukan. Sumber energi panas matahari, solar panel, listrik dan lain sebagainya yang bahkan lebih ramah lingkungan dibanding BBM. Apalagi seperti dikatakan Vice President Corporate Communication Pertamina, Bapak Adhyatma Sardjito beberapa waktu lalu di Jakarta yang mengatakan bahwa saat ini negara-negara besar tengah mengembangkan teknologi energi menggunakan baterai.

Sudah sedemikian serius masalah energi menjadi pemikiran dunia. Hingga segala upaya ditempuh mengembangkan teknologi energi. Maka dulu sempat tercercah harapan saat Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah menyentuh 'mobil listrik' dalam programnya. Mobil tanpa BBM Pertalite bahkan Premium, yang lebih ramah lingkungan. Meski berakhir 'pahit'.

Mobil berenergi listrik, solar panel, energi matahari, seingatku sudah menjadi mimpi-mimpi lama yang riil untuk digapai. Inovasi-inovasi bidang energi medesak untuk dilakukan. Dan harapan salah satunya ke tumpuan Pertamina, yang menjadi perusahaan energi nasional. Dan harapan itu masih terjaga, bahwa inovasi Pertamina akan terus dilakukan agar tak ketinggalan dibanding negara lain. Rasanya layak dinanti gebrakan lebih jauh.

Sooo, jangka pendek sih harapannya BBM lancar produksinya, bisa menggunakan BBM kualitas baik. Pasokan lancar, terkendali bukan hanya di Pulau Jawa, tentu juga saudara-saudara di Papua pun bisa menikmati dengan biaya relatif terjangkau tentunya.

Perekonomian berjalan lancar, termasuk Awen dan warga yang senasib pun bisa menikmati BBM berkualitas untuk kelancaran mencari rezeki, guna menopang kehidupan keluarganya sehari-hari. Harapan sederhana tapi berenergi bukan. Semoga.

@rahabganendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun