(W)Riteadalah menulis untuk kebenaran. Hanya kebenaranlah yang membebaskan dari beban. Kebenaran yang tidak dituliskan, tidak akan berpengaruh baik pada banyak orang.
“Kalau tidak menulis, maka hilang pikiran ditelan sejarah," ujar pria asal Makasar jebolan Jurusan Kriminologi Fisip, Universitas Indonesia ini.
Maman menempatkan bahwa menulis adalah tugas kenabian. Menulis adalah berpihak pada kebenaran, berpihak pada hati nurani. Membawa kabar, berita. Menulis itu membaca 10 kali. Baginya kita bisa menulis kalau rajin membaca. Upload setelah baca berulang kali di K. Apakah tulisan kita sudah sesuai hati nurani, apakah tidak membuat Indonesia menjadi rusak?
Menulis itu Sexi
Satu pertanyaan, apakah menulis itu masih sexi?
Kalimat apik disitir oleh Maman dari Pramoedya Ananta Toer, satu pengarang tenar yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia, “Kalau mau mengenal dunia, membacalah. Kalau mau dikenal dunia, menulislah.”
Prinsipnya menurut Maman, jika kita tak menulis kita akan ditelan sejarah. Hilang semua pemikiran-pemikiran dan pndangan-pandangan kita.
“Kata kuncinya adalah coba abadikan apa yang kamu rasakan. Kegalauan kamu, apa yang kamu liat, dengan menulis,” tutur pria yang mengawali menulis dengan tulisan puisi untuk wanita berkulit putih yang ditaksirnya semasa kecil, Raudhatul Jannah.
Menulis sexi karena kita bisa mengaktualisasikan diri dengan lingkungan. Kata kunci menulis itu kejujuran. Jangan campur aduk antara katanya dan nyatanya. Antara opini dan fakta.
“Seperti di Kompasiana, sudah dikasih kode, mana tulisan opini, puisi, liputan dan lain-lain,” ujar Maman mencontohkan.