“Penulis diurusi betul agar tulisannya dikenal banyak orang,” kata Isjet yang dikenal gencar campaign hesteknya #AyoNulis ini.
Dalam hal ini, Kompasiana memang membuka wadah tanpa batas. Isjet menyebut data bahwa saat ini Kompasiana dibaca 30 juta orang per bulan, dan ada 800 an artikel masuk per harinya.
Beda dengan Wartawan dari media mainstream, bahwa wartawan menulis untuk publik. Dipastikan tulisannya mengandung kepentingan publik. Tapi kalau warga menulis untuk kepentingan dia, sebagai warga. Dibaca sekian orang. Jika dibaca 2000 orang, maka dia mewakili 2000 orang itu. Semakin konsisten tema, dia akan mewakili sekian banyak orang.
Menulis Itu 5 R
Dalam menulis, lama dikenal orang tentang rumus 5 W 1 H. What? Who? Where? When? Why? How? Enam model pertanyaan yang digunakan dalam menulis, seperti reportase. Ternyata bagi Maman Suherman yang selama 18 tahun, banyak makan asam garam dunia menulis, rumus itu tak cukup.
“Kunci nulis bukan 5w 1h lagi, itu udah lewat. Menulis yang baik ada kata kunci 5 R,” kata pria berkacamata yang pengalaman menulis sejak 1986 saat diangkat menjadi wartawan di Nova sekaligus awal pendirian Nova.
5 R yang dimaksud maman adalah Read, Riset, Realiable, Reflecting dan (W)Rite. Read, baca. Menulis harus banyak baca. Banyak menulis akan membawa banyak referensi. Jika tak banyak membaca kedalaman menulisnya rendah.
Riset. Riset ini penting. Dan celakanya orang-orang Indonesia lemah di Riset dan Ride. Tak heran negeri ini menduduki urutan 60 dari 61 negara literasi dunia. Tingkat baca minim hanya 0,001. Artinya hanya 1 orang dari 1000 yang memiliki minat baca. Kondisi ini tentu kurang bagus. Maman mencontohkan, seperti Kompas bisa bagus karena didukung oleh pusat dokumentasi yang sangat kuat.
Realible. Menulis itu, apa yang ditulis harus benar. Dari berbagai sisi tak boleh salah. Sebagai contoh, Kompas menghindari betul kesalahan dalam menulis seperti nama orang. Jangan sampai salah ejaan ataupun huruf. Yakin harus benar. Kesalahan bisa berakibat fatal, apalagi jika tentang informasi.
Reflecting. Tulisan harus mempunyai sudut pandang yang komprehensif. Harus memiliki kekayaan sudut pandang.
“Jangan marah, karena beda sudut pandang. Reflecting adalah menghargai perbedaan,” kata Maman yang telah banyak menerbitkan buku ini, seperti Matahati (2012), Bokis 1: Kisah Gelap Dunia Seleb (2012), dan Bokis 2: Potret Para Pesohor (2013), Re (2014).