Rombongan Kemenkes RI, Media dan Blogger di Batam Centre Batam. (Dokpri)
BAGIAN 1 SERI: “BERGAYUT NOSTALGIA, MEREKAM JEJAK NUSANTARA SEHAT DI TAPAL BATAS BARAT.”
BATAM. Nama pulau itu teriang kembali di benak setelah lama karam. Pulau progresif yang tak pernah henti bergeliat mesin-mesin industrinya. Kawasan hinterland yang bertumbuh tak pernah henti dengan masyarakat yang super heterogen. Sekilas tergambarkan kembali, kota-kota utama seperti Batam Centre, Nagoya, Mukakuning, Jodoh, Nongsa, Belakang Padang, kota-kota kecil yang pernah tersinggah, di waktu silam.
Aku menjelajah lagi di sana. Merekam jejak kawan-kawan muda pelayan kesehatan ‘Nusantara Sehat’ di Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang, Batam bersama Kementrian Kesehatan RI. Ada generasi muda hebat disana, Jemris Mikael Atadena (Ahli Gizi), Pijar Liendar (Kesehatan Lingkungan), Paras Mita Sari (Farmasi), Sri Purnamawati (Bidan), dan Yulianti Nataya Rame Kana (Kesehatan Masyarakat). Merekalah anak-anak muda tenaga kesehatan yang ikhlas andil dalam membangun Indonesia dari pinggiran melalui program pemerintah 'Nusantara Sehat.' Dan Pulau Belakang Padang menjadi tempat mengabdi 2 tahun lamanya. Pulau terluar di tapal batas barat nusantara bersisian dengan negeri Singa, Singapura. Ini bagian cerita (1), cerita yang kurekam jejaknya selama 3 hari, 21-23 April 2016 mengunjungi pulau Batam.
***
KAMIS, 21 April 2016 jam 05.15 WIB. Pagi masih gelap. Rintik hujan belumlah reda. Lalu lalang kendaraan di balik pendar cahaya lampu-lampu mulai bertaburan, kecil. Aku berjalan menyusuri Jalan Tubagus Angke, Kawasan Jakarta Barat. Di punggungku bergayut tas ransel hitam berisi pakaian dan ‘ubo rampe’ traveling. Warnanya belum pudar. Maklum saja, aku membelinya belum lama. Sementara bahu kiriku tergantung besi berkaki tiga. Tripod baru. Bahu kanan tas kamera berisi kamera dan tiga macam lensa yang hampir selalu kubawa, tak lepas dari tubuhku setiap dalam perjalanan.
Kaos yang kukenakan mulai terasa dingin. Basah oleh gerimis kecil. Namun mataku masih terasa tajam, meski aku lelap hanya 3 jam-an tadi. Yaa, aku terbangun jauh sebelum subuh karena harus bergegas ke Bandara Soekarno Hatta menuju perbatasan barat nusantara, Pulau Batam. Agenda kunjungan tematik bersama Kementrian Kesehatan yang melibatkan media, aku dan kawan-kawan sebagai blogger. Ingatanku tentang Batam lekat dengan cuacanya yang ‘semau guwe.’ Tak jelas mana musim kemarau, mana musim penghujan. Suka-suka datang dan pergi, tanpa indikasi dan kabar.
Cukup lama, taxi berlogo burung biru itu akhirnya berhenti di depanku. Mengantarkan ke bandara internasional Soetta.
“Garuda bang,” kataku singkat pada sopir, yang langsung mengerti. “Siap bos, 2 F,” jawabnya.
Taxi berjalan laju di jalanan Tubagus Angke yang masih lengang. Hingga masuk tol yang beberapa kilometer masih lumayan sepi. Beberapa mobil melintas cukup laju. Baru berasa padat merayap selepas pintu tol di ujung bandara. Biasa, lalu lintas bandara di hari kerja. Pagi-pagi banyak yang ke bandara untuk urusan pekerjaannya. Aku menilik jam tanganku.
“Masih banyak waktu sebelum jam 07.00 WIB,” gumamku.