[caption caption="Benteng Martelo di Pulau Bidadari (foto Ganendra)"][/caption]
Bangunan berbahan batu bata merah itu nampak tua dan rapuh. Dikelilingi air laut, bangunan itu masih berkesan ‘wibawa’ dan menyimpan banyak cerita. Warna merah kusam dengan tatanan yang sudah tak rapi. Beberapa batang bambu ukuran sedang menopang ‘pintu utama’ yang lebih menyerupai sebuah lubang. Tingginya sedikit di atas kepala. Sementara beberapa lubang mirip ‘jendela’ kondisinya juga tak beraturan. Waktu telah menggerus bangunan yang berbentuk benteng itu. Benteng bekas pertahanan Hindia Belanda di pinggiran laut. Pulau yang tinggal secuil menempati salah satu gugusan di Kepulauan Seribu. Penampakan yang menyimpan kisah-kisah jaman Hindia Belanda menjaga Batavia dari serangan laut para musuhnya.
Benteng Martelo di Pulau Kelor. Itulah bangunan benteng pertahanan jaman Hindia Belanda yang dibangun pada 1850. Benteng itu menempati sebuah pulau kecil, Pulau Kelor. Waktu dan masa membawa sejarah yang panjang, hingga benteng ini masih dapat dinikmati dan menjadi sejarah menyangkut masa kekuasaan Hindia Belanda. Saat ini Benteng Martelo itu menjadi salah satu daya tarik wisata wilayah ‘Jakarta Laut’, di Kepulauan Seribu, bersama dengan bangunan bersejarah lainnya di pulau sekitarnya. Diprediksi oleh arkeolog, benteng Martelo di Pulau Kelor itu akan lenyap pada 50 tahun mendatang.
[caption caption="Benteng Martelo di Pulau Kelor (foto Ganendra)"]
Beruntung aku masih bisa menyaksikan sisa-sisa kewibawaan benteng yang berfungsi sebagai pertahanan laut itu bersama kawan-kawan Kompasianer yang datang dari Jakarta, Bandung, Solo, Bogor serta Jogjakarta. Kami menjadi bagian dari Blogtrip Pesona Bahari Indonesia kerjasama Kompasiana, Kementerian Pariwisata dan PT Seabreeze Indonesia yang digelar 2 hari, Sabtu (24/10/2015) dan Minggu (25/10/2015). Agenda utamanya adalah menelusuri pesona bahari Indonesia di Pulau Bidadari, Onrust dan Kelor. Satu pulau, yakni Cipir tak sempat disinggahi. Pulau-pulau yang sudah masuk Rencana Induk Kotatua Jakarta sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 36 tahun 2014. Pulau Onrust, Bidadari, Kelor dan Cipir telah dimasukkan sebagai bagian Kotatua Jakarta karena dalam sejarahnya, kawan pulau tersebut bagian tak terpisahkan dari Batavia sejak abad 16-18.
Aku merasakan bagai ‘napak tilas’ jejak-jejak Hindia Belanda di pulau-pulau luar Jakarta itu. Kami menapaki pulau-pulau yang saling bertetanggaan yang masuk wilayah Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Perahu kayu menjadi sarana utama yang kami gunakan. “Napak tilas” menjadi semakin lengkap dengan pendampingan seorang Arkeolog DKI Jakarta, Bapak Candrian Attahiyat.
[caption caption=" Bapak Candrian Attahiyat, Arkeolog DKI Jakarta yang menemani selama napak tilas di tiga pulau. (Foto Ganendra)"]
[caption caption="Sarana napak tilas dengan menggunakan perahu kayu. (foto Ganendra)"]
Menelusuri Wisata di Pulau Bidadari
Menjejakkan kaki di Pulau Bidadari setelah kapal ferry bertolak dari Marina Ancol, Jakarta Utara adalah kali kedua bagiku. Sebelumnya pernah datang ke pulau ini pada Maret 2015. Buatku memang tak mau lewatkan kesempatan mengunjungi pulau kecil ini namun mempunyai ‘simpanan’ wisata sejarah jaman Hindia Belanda yang menarik untuk diketahui. Apa saja?
Nah setelah mendarat di dermaga Pulau Bidadari, rombongan kami disambut oleh ‘tuan rumah’ dengan minuman selamat datang. Segar di cuaca nan terik khas aroma laut. Pepohonan rindang di sekujur tanah Pulau Bidadari, lumayan membuat sejuk sekitarnya. Tak berapa lama setelah acara seremonial dengan pihak panitia dan Kemenpar, kami bersiap menjelajahi pulau yang juga berfungsi sebagai resort ini.