bangku-bangku itu mungkin takkan bosan menguping ceritaÂ
celoteh panjang mulut berdua meski tiada berbusa
tak ada pesanan nasi pandan wangi
cukuplah bulir-bulir merah salju penyejuk hati
bercerita tentang engkau sang bidadari
meski tiada sua
tanpa rupa
namun lama ada
dalam kisah engkau menjelma bagaikan bunga
yang sering menjadi penabur kisah-kisah rupawan sejoli cinta
kembangkan tajam pesona bak merah saga bulan purnama
menghunjam di sela-sela
menancap dalam-dalam pada hati mereka
tertawa
lalu hening sedepa
engkau tawarkan menu apa?
deretan cerita berganti-ganti detik rupa
hingga aku tak lagi mampu bicara
dan terdiam tanpa tahu apa makna
belakangan tersadar laksana terketok kepala
aku pernah memesan segumpal rasa sakit di dada
celakanya!
aku mengunyahnya
menelan tanpa bisa menakar apa sebenarnya
pahit mungkin
manis itu mustahil
rasanya tak tawar
namun tak sesakit dibanding rasa lapar
hahahaaaa
yaaa emang aku…. dasar!
*
lalu berdua berjingkat pergi
saat senja sudah menelan matahari
entah berapa lama bercerita
rasanya baru sehalaman buku ananda
***
Jakarta – 26 Agustus 2015
@rahabganendra
Sumber gambar ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H