Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 201 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pepih Nugraha, Never Surrender

31 Desember 2016   17:36 Diperbarui: 31 Desember 2016   17:56 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.kompasiana.com

“merunduklah, dewa hujan akan berkunjung,” desah julur ranting  kepada daun yang bermukim di legam kayu menua.
lalu tergesa berteduhlah, hingar bingar, hiruk pikuk dalam diamnya
merapatlah kenangan dan pikiran tentang masa depan
mereduplah kecamuk, dalam urai pikiran di dahan-dahan masa lalu 

hujan bukanlah hantu
bahkan petir sekalipun dengan mata berkilatnya, bukanlah sesuatu menakutkan
ia adalah tantangan yang takkan mampu membunuh
ia adalah ujian yang menuntun ke berundak tangga langit berlapis
ia kawan
ia kawan meniti arakan tangga hidup berisi berintan mulia

maka tinggalkan ia dahan-dahan pohon candradimuka
bukan sebuah pelarian
bukan pula noktah ketidakpuasan
ia adalah kedewasaan untuk membangun dahan-dahan baru
kawah untuk bertumbuh benih-benih daun, selanjutnya

untuk siapa saja
untuk siapa saja
untuk siapa saja
dan jika berlaksa titik hujan disana kian deras, itu yang dituju

mungkin bukan untuk mencari jawaban lagi, tapi adalah memupuk pertanyaan
tentang tujuan mulia hidup yang tak pernah putus
tentang kobar semangat langit yang tak pernah luruh
dari nafas yang yang diembuskan keteguhan
dari muara-muara keyakinan
dalam hati kebenaran
yang hujan pun tak tahu, apa yang bisa menyurutkannya
bukan sekadar basah

bukan
bukan
karena
mungkin memang tak khan pernah ada

Momen penyerahan award kepada Penulis dari Kang Pepih Nugraha, 2014. (Foto Dzulfikar)
Momen penyerahan award kepada Penulis dari Kang Pepih Nugraha, 2014. (Foto Dzulfikar)
***

“Pakde apa jadinya Kompasiana tanpa Pepih Nugraha,” tanyaku pada Pakde Thamrin Sonata pada suatu ketika beberapa hari setelah Kompasianival 2016 berakhir. Kompasianer sepuh itu hanya senyum-senyum tak menjawab. Halaahhh mesem thok.

Seperti lagu jadul Poison, "Life Goes On",aku pikir adalah alamiah. Datang dan pergi untuk sebuah kebaikan yang misteri. Soo Kang Pepih akan menjalankan apa yang menjadi jalan terbaiknya. “Yang penting ada perlawanan, jangan menyerah,” #neversurrender itu yang diucapkan kepadaku usai kalah tapi bertarung mati-matian di arena futsal lawan team Toyota, tahun silam. Perkataan ringan namun mengindikasikan tentang karakter petarung, semangat dalam menghadapi sesuatu. Tak heran demennya maen bidak catur. Olah strategi, bertarung.

Lalu Kompasiana? Yakin, Kompasiana akan terus bergulir pantang menyerah meski diterpa hujan badai, dengan para punggawa berbekal warisan semangat, buah dari pahatan dingin pemilik Pepnews itu. Jadinya berbeda atau tidak adalah sebuah keniscayaan yang akan bertumbuh kembang menyesuaikan detik masa depan di sepanjang koridor Kompasiana.  

Selamat berkarya Kang Pepih dimanapun berada #AngkatTopi. Terima kasih sudah mempersembahkan Kompasiana. Dan Selamat berkembang tanpa batas Kompasiana. Teruslah menginspirasi. Aku bersyukur dan bangga sudah ‘terjerumus’ mengenal dan menjadi bagian organ tubuhmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun