Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Mengasihi Karunia Ilahi

17 Maret 2014   03:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1394977577805519405

***

kawan
tidakkah kita terpikirkan
akan sebuah indah bersemayam kehidupan
ramah lingkungan dengan belaian rasa kedamaian
atas tanah suci tersemaikan
pada senyum udara bersih mensucikan
bagi air jernih bening nan menyejukkan

kawan
sadarkah kita merusak harmoni keselarasan
mekanisme dan sistem alam kehidupan
dalam setiap penciptaan yang dikuasakan
pada kita, mereka segenap manusia peradaban
terampas oleh tangan tangan manusia berlumur setan?

jika dan hanya jika
tanah terabaikan tanpa peduli rasa
oleh limbah limbah material berbahaya
yang tak terurai oleh jemari dewi bumi bentara
apa yang kau harapkan dari persada?
akankah kaki kaki kehidupan bertahan lama?

tanah mati
subur lenyap sisakan mimpi
menggerus ruh ruh nyawa pada butiran padi
memupus bunga layu lenyapkan indah mewangi
tinggalkan pilu sampah kerak bumi

bila dan hanya bila
udara terkontaminasi racun pabrik tanpa rupa
atau asap asap mengepul ancam nyawa
pada lahan lahan hutan penyedia zat hawa
yang menghidupi dalam tiap tarikan regukannya
kenapa tega kau musnahkan tanpa kira?
demi secarik untung hidup dunia

jika begitu
bakar bakarlah saja hutan hijaumu
hingga asap asap berjelaga menutupi kedua sirap matamu
menelusup memburu organ dalam paru paru
hingga batu rejan mengidap menyerbu
gulir waktu hanya menunggu asap asap hantu
hentikan nafas yang hanya punya satu

jera, tidakkah jera
saat air tak lagi peduli dipinta
tanah kering kerontang tanpa kehidupan pewarna
bertabur busuk bangkai hidangan burung nazar pesta

ataukah kita lupa
saat saat sang hujan luapkan air bahnya
banjir melanda buahkan tangis ribuan nyawa
tenggelamkan segala harapan dan cita
pada anak anak manusia

cukup sudah kepandiran itu mengunci
relung daun pintu hati nurani
untuk saling menghormati dan berbagi peduli
padamu alam yang menghidupi
setiap jengkal tanah bumi
setiap hirupan nafas udara suci
setiap tetes air sejuk berseri
segala mulia karunia Ilahi

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun