Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ironi Anies, Plot Twist Pilkada Jakarta 2024

31 Agustus 2024   02:40 Diperbarui: 31 Agustus 2024   02:47 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Ahok/ BTP dan Anies. Sumber Kompas.com 

Di samping itu, PKS sulit "cross ideologi" dan berkoalisi dengan PDI Perjuangan, partai non KIM Plus yang tersisa. Karena waktu itu PKS harus berkoalisi dengan partai lain guna mengusung paslon.

Pasalnya PKS tak mampu memenuhi ambang batas 20 % untuk bisa mengusung paslon (Saat itu, belum ada putusan Mahkamah Konstitusi/ MK).

Ironi Anies?

Saya menyebutnya sebuah ironi -- kalau gak mau disebut tragis hehee. Saat Mahkamah Konstitusi (MK) membuka keran demokrasi dengan keputusan yang dikeluarkan pada 20 Agustus 2024 lalu. 

Putusan nomor 60/PUU-XXII/2024  dan 70/PUU-XXII/2024. Kususnya putusan nomor 60, tentang ambang batas pencalonan kepala daerah di Pilkada.

MK mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Untuk Jakarta dari ambang batas 20% menjadi 7,5%. Artinya PDIP dan PKS yang awalnya tak bisa mengusung sendirian, menjadi memenuhi syatrat untuk mengusung paslon tanpa koalisi.

Namun keran kemudahan untuk mengsung paslon tersebut tetap tak membuat Anies bisa melenggang andil kontetasi Pilkada.

Pasalnya PKS ogah-ogahan. Sementara PDIP lebih memilih mengusung kader sendiri. PDIP memang konsisten sebagai partai kader. Dimana kader diutamakan untuk berkontestasi.

Lagi pula para penukung dan kader PDIP sulit melupakan residu Pilkada Jakarta tahun 2017 yang keras dengan sentiment agama. Dimana  politik SARA merebak. Pada momen itulah, Anies distempeli "Bapak politik identitas" karena menggunakan politik identitas. Jurus ini membuat BTP kalah waktu itu.

Di samping itu, agak janggal rasanya PDIP mengusung Anies, sementara kadernya yakni BTP/ Ahok eks gubernur Jakarta mempunyai elektabilitas lumayan moncer.

Meski naga-naganya PDIP kucing-kucingan melirik Anies, namun hanya pertimbangan politis yang membuat PDIP tidak mengusung Anies dan BTP. Rumor yang merebak, demi menghindari perpecahana. Entah apa alasan sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun