awalnya benih-benih kau tanam
kasih sayang menjadi pupuk penyedia unsur hara
rasa cinta menjelma senjata menyingkirkan hama-hama pembunuh tunas
lalu bersama embun-embun pagi lambat laun mengembang
dewi hujan menyusuinya berkala
mentari menghangatkan dalam setengah kuasa harinya
dan pangeran bayu membelainya setiap musim
hingga masanya, engkau dipetik dan menghidupi
asam keringat berbuah manis
sabar terbayar indah mekar-mekar penantian
lalu tanah-tanah itu kau genggam
telunjuk bagaikan kilat halilintar yang mampu membakar
kata-kata menjelma dalam kekuatan pasal-pasal
di tampuk kursi penyambung lidah, rengkuhan tanganmu menjalar hingga batas-batas tapal
benih sudah tak lagi kau tanam
hujan ataupun terik tak peduli terisaukan
keringat sudah tak perlu tertumpahkan
bukankah tangan tlah menggenggam kekuasaan?
pohon-pohon menghidupi menjadi pundi-pundi
yang kapanpun petik tak perlu membeli
sekali jentik jari semua bisa terkendali
dibawah sindikat manipulasi korupsi
persetan dengan kata janji
disini
di kursi-kursi
tlah nyaman duduk kini
*
awalnya benih-benih kau tanam
kasih sayang menjadi pupuk penyedia unsur hara
rasa cinta menjelma senjata menyingkirkan hama-hama pembunuh tunas
lalu bersama embun-embun pagi lambat laun mengembang
***
Jakarta – 12 Oktober 2015
@rahabganendra
Sumber Gambar Ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H