***
kereta tua melintasi rel harapan bisu
berderak tertatih atas gerbong berkarat membatu
merintih menyusuri jalan terjal terik berdebu
diantara pasang surut gejolak waktu
yang lahirkan masa masa baru
gerbong tua melaju di atas rel kemerdekaan
buah cinta kasih dari nenek moyang warisan
berpeluh keringat dan tumpah darah perjuangan
mengantarkan ke tanah bebas penjajahan
lihatlah ujung pangkal sana
indah pemandangan jendela gerbong tua
melintasi mata lepas dari aceh sampai papua
hijau merona diantara hutan permai mempesona
di sekeliling lautan biru perkasa samudera
gerbong renta menyimpan segala budaya
melaju dalam satu tujuan mulia bersama
menjunjung toleransi hidup diantara saudara
satu cita cita dalam ragam baju aneka rupa
adalah sumpah yang menyatukan segala pembeda
tapi sekarang apa daya
gerbong melintas tanpa keindahan kini tlah sirna
tiada sungging senyum ramah tamah yang dulu pernah ada
berganti derai tangis di sudut desa dan kota yang merajalela
hijau hutan meranggas menjadi tanah gundul segantang
sawah subur tak lagi menghidupi hingga impor datang
kekayaan alam mineral dieksploitasi demi segelintir orang
tak peduli rusaknya ekosistem alam yang kian meradang
disini saudara
gerbong berkarat bermuatan anak bangsa
yang dekil mengais ais asa di negeri kaya raya
sedangkan para saudara hidup beralas mata saling curiga
lupa cara bertoleransi, lupa membawa diri harga
darah sebangsa tercerai berai dalam rasa ego angkara
atas golongan, partai, kelompok beradu domba
disana
pejabat gila hormat abaikan segala pikiran dan rasa
melupa pada janji janji yang digemborkan semu semata
di tanah warisan bertumpah darah saudara yang tlah direkayasa
lupa saudara, lupa rakyatnya yang hanya diingat lima tahun sekali saja
*
kereta tua melintas rel harapan bisu
berderak tertatih atas gerbong berkarat membatu
merintih menyusuri jalan terjal terik berdebu
diantara pasang surut gejolak waktu
yang lahirkan masa masa baru