Mohon tunggu...
R Agung Prapto S
R Agung Prapto S Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang guru dan penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Kegiatan Masa Kecilku di Hari Libur Saat Bulan Ramadhan

7 April 2023   13:14 Diperbarui: 7 April 2023   13:16 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Hari Jum'at ini bertepatan dengan 16 Ramadhan 1444 H merupakan Jum'at ketiga selama Ramadhan . Kebetulan hari Jum'at ini merupakan hari libur dalam memperingati Paskah bagi sahabat -sahabat nasrani yang dikenal juga sebagai Jum'at Agung.

Saat liburan seperti ini dan dua pekan menjelang Idul Fitri ingatan saya kembali melayang ke masa kecil. Dahulu saya selalu diajak Mbah Kakung, yang biasa saya panggil Bapak, untuk mulai "reresik omah". Resesik omah merupakan istilah untuk kegiatan berbenah membersihkan rumah dan isinya untuk persiapan lebaran. Saya sejak bayi diasuh oleh Mbah di salah satu desa di Kabupaten Purworejo. Alasannya adalah Mbah ingin momong cucu sebagai teman karena enam anaknya sudah pergi merantau ke Jakarta. Jadi saya menjadi "anak" ketujuh dari Mbah.

Dua pekan menjelang lebaran adalah saat warga muslim mulai sibuk membenahi rumah mereka masing-masing. Apalagi saat hari libur, aktivitas reresik omah dimulai sejak pagi hari. Pada 1970 an  tugas pertama saya biasanya disuruh memotong tanaman teh-tehan (Acalypha siamensis) yang menjadi pagar hidup sekeliling rumah dan jalan akses ke jalan raya. Rumah kami terletak kurang lebih 15 meter dari jalan raya. Dengan menggunakan gunting tanaman, saya mulai memangkas ranting-ranting muda yang mencuat dari tanaman tersebut agar terlihat bentuknya rapi.

Sementara Bapak mulai nglabur dinding rumah. Nglabur adalah mengecat rumah menggunakan bubuk kapur gamping yang dicairkan. Biasanya saya ikut membantu nglabur setelah hari kedua atau setelah menyelesaikan memangkas pagar teh tehan. Dengan menggunakan ember dan kuas dari batang padi yang diikat menjadi satu saya mulai nglabur dinding rumah kami.

Rumah kami sangat besar karena terdiri tiga bagian yaitu balai atau rumah depan atau balai, rumah tengah dan dapur, Kurang lebih luasnya adalah 240 m2. Jadi kegiatan nglabur pasti memakan waktu beberapa hari. Saya biasa disuruh nglabur bagian dalam rumah. Namun semenjak Bapak semakin sepuh, biasanya meminta tolong tukang untuk nglabur rumah.

Sementara Mbah Putri, yang saya panggil Mamak, mulai mencuci lodong alias toples kaca yang besar-besar untuk tempat kue lebaran dan piring sendok untuk menjamu tamu yang bersilaturahmi. Mamak juga mencuci taplak meja, kain lap serta kain gorden penutup jendela dan pintu. Kami memang hanya bertiga di rumah besar tersebut. Jadi dengan bergotong royong kegiatan reresik omah menjadi kegiatan yang menyenangkan.

Semua kegiatan itu, didasari oleh keyakinan bahwa menghormati tamu adalah semua ibadah yang mulia. Karena saat Idul Fitri dipastikan ada tamu yang datang untuk bersilahturahmi dan bermaaf-maafan. Nabi Muhammad bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari yang berbunyi : 

"Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya"

Satu lagi yang menjadi tugas saya menjelang lebaran yaitu memukuli pohon buah -buahan ketika mendengar tekdur. Saya sempat bertanya maksud dan tujuan kegatan tersebut, karena koq aneh. Dijelaskan secara singkat bahwa itu adalah sebuah permohonan doa agar pohon itu segera berbuah.  Tekdur adalah suara bedug yang dipukul terus -menerus disertai bunyi kentongan di masjid sehari menjelang Idul Fitri. Biasanya tekdur dimulai saat ba'da sholat ashar. Tekdur bertalu-talu hingga menjelang azan Maghrib. Pohon buah --buahan itu dipukuli memakai sapu lidi sambil berbicara "wit -wit woh awoh, nek ora awoh kowe tak tegor" yang artinya pohon -pohon berbuahlah, kalau tidak berbuah nanti kamu saya tebang.

Entah siapa yang mengajari atau memulai memukuli pohon tersebut, namun itu tetap saya lakukan sampai kelas 2 SD. Lucu juga kalau dipikir, karena tidak ada hubungan antara tekdur dengan tanaman untuk berbuah. Tapi itulah faktanya memang terjadi saat masa kecil saya. Generasi Z mungkin menganggap tindakan itu dianggap gila.

Tradisi tekdur sehari menjelang Idul Fitri sudah tidak terdengar lagi, karena sekarang pengurus masjid menggunakan pengumuman pemerintah tentang kapan jatuhnya hari raya Idul Fitri yang disiarkan melalui radio maupun televisi.  Sementara pengumuman biasanya dilakukan pada malam hari atau ba'da Maghrib. Secara otomatis juga kegiatan memukuli pohon sudah tidak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun