Dua kategori besar jenis buku adalah buku Teks (buku sekolah-kampus) dan buku Nonteks (buku-buku populer). Buku sekolah disebut buku pelajaran sedangkan kampus disebut buku Perti (perguruan tinggi). Buku Nonteks dibagi dua lagi menjadi buku Fiksi dan Non Fiksi. Sehingga grafisnya akan tergambar seperti ini:
Lalu apa yang harus kita tulis agar karya kita menjadi best seller. Pak Joko kembali mengeluarkan hasil survey terhadap perilaku pembaca di Indonesia. Tergambar jelas bahwa buku yang paling banyak dibeli adalah buku biasa di toko buku dengan angka 73% sementara paling kecil adalah audiobook sebesar 1%. Faktor utama pembeli buku adalah desisi sendiri sebesar 49% yang disusul harga diskon sebanyak 43% responden menjawab itu. Sedangkan genre buku yang paling populer menurut angka persentase tertinggi yaitu thriller, sci fi dan fantasi, sejarah, romansa, petualangan, klasik, komik, kriminal, modern dan puisi.
Pada slide berikutnya tampak digambarkan tentang opini harga buku yaitu harganya murah 57%, harganya masuk akal 27%, dan yang mengatakan harga terlalu mahal hanya 6%. Wah sebuah hasil survey yang membuat kalangan industri penerbitan cukup lega. Adapun alasan orang membeli buku hampir setengah responden menjawab karena suka membaca, diikuti belajar/bekerja, menghilangkan stress dan terakhir untuk hadiah.
Hasil yang cukup membuat kita sedih adalah frekuensi orang membeli buku yaitu lebih separuh responden menjawab beberapa kali dalam setahun (56%) dan paling sedikit yaitu membeli sekali dalam dua minggu (4%). Data yang membuat kita prihatin. Pertanyaan tentang jenis buku apa yang paling diminati, dijawab responden dengan fiksi sebanyak 75% dan non fiksi 41%.
Penulis juga diberikan gambaran tentang bagaimana menghasilkan buku, ada yang menulis sendiri, berkolaborasi dengan orang lain baik dua orang, kerja sama dengan lembaga, kampus, atau pun dalam konsorsium penulisan. Namun terlepas dengan siapa kita menulis, yang paling penting adalah mengukur level diri kita. Â Ada di level berapa kita saat ini?Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Tantangan lain yang mesti calon penulis hadapi adalah hambatan pertumbuhan dalam industri penerbitan/literasi yaitu minat baca yang terdiri dari budaya baca, kurangnya bahan bacaan, kualitas bacaan, minat tulis yang terdiri budaya tulis, ketidaktahuan prosedur menulis maupun menerbitkan, dan adanya anggapan yang salah terhadap dunia penulisan dan penerbitan, terakhir apresiasi hak cipta yang terdiri masalah pembajakan, duplikasi non legal, serta perangkat hukum.
Penulis juga hendaknya tahu bagaimana sistematika lahirnya sebuah buku. Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Ternyata untuk mengubah naskah menjadi sebuah buku membutuhkan perjalanan yang kompleks jejaringnya.
Setelah kita paham bagaimana gambaran dunia penerbitan dan perilaku konsumen buku, maka kini saatnya kita tentukan kemana naskah karya kita kan diterbitkan. Penulis hendak selektif dalam menerbitkan karyanya. Pilihlah penerbit yang mempunyai ciri-ciri memiliki visi dan misi yang jelas, memiliki business core lini produk tertentu, pengalaman, jaringan pemasaran, memiliki percetakan sendiri, keberanian mencetak dalam jumlah besar serta jujur dalam pembayaran royalti. Jika menemukan penerbitan demikian, maka tak usah diragukan lagi untuk menyerahkan urusan penerbitan karyanya kepada penerbit tersebut.
Tahukah kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi sampai jauh, jauh di kemudian hari  (Pramoedya Ananta Toer 06 Februari 2006)
Lalu kriteria apalagi yang harus penulis hadapi ketika akan menerbitkan naskahnya. Karena banyak naskah yang juga hendak diterbitkan. Sebuah naskah akan dilihat dahulu editorialnya (10%), peluang potensi pasar (50%- 100%), keilmuan bobotnya 30%, serta reputasi penulis berbobot 10%- 100%.