Mohon tunggu...
Ragil S Pranoto
Ragil S Pranoto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta NIM: 11730134

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kawulo Alit

18 September 2012   13:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:17 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13479747151852659442

“Pak…minta sedekahnya pak….buat makan….” Kalimat itu sering kita dengar dipinggiran jalan. Demi mengais sedikit receh mereka rela berpanas-panasan, berjalan tanpa alas, bahkan melawan kejamnya petugas penertiban. Penggusuran dan razia para gelandangan serta pengemis kerap kali terjadi dengan alasan penertiban lah, perelokasian lah, dll. Pemaksaan dan penganiayaan yang terjadi tak luput dari agenda mereka. Pernahkah yang menggusur itu merasakan bagaimana pahitnya digusur???

Apakah dengan cara itu mereka, para pejabat, memenuhi janji-janji mereka untuk mengentaskan kemiskinan?? Janji-janji yang mereka kobarkan sebelum mereka terpilih, tetapi setelah mereka terpilih mana janji itu?? Menampakkan wajah di depan para rakyat saja jarang, kemana mereka bersembunyi??? Ketika kampanye mereka pergi ke sana, pergi ke sini menampakkan diri mereka untuk mengobarkan janji-janji manis mereka, tetapi kemakah mereka setelah terpilih??? Kemanakah mereka yang katanya mengutamakan warga miskin??? Kemanakah mereka ketika terjadi penggusuran dan penertiban yang ketika masa kampanye marak Nampak di sana-sini????

Memang, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia per Maret 2011 turun 1 juta orang atau 3,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang, sedangkan Maret 2010 berjumlah 31,02 juta orang. Namun, di sisi lain, pada tahun 2011 jumlah penduduk hampir miskin justru bertambah 5 juta orang. Pertambahan ini berasal dari 1 juta penduduk miskin yang naik status menjadi hampir miskin dan 4 juta penduduk tidak miskin yang turun status menjadi hampir miskin. Total, jumlah penduduk hampir miskin tahun ini menurut data BPS mencapai 27,12 juta jiwa atau sekitar 10,28 persen dari total populasi. Jika ditambahkankan dengan penduduk miskin, jumlahnya hampir mencapai 60 juta orang. BPS mencatat, selama tiga tahun terakhir, jumlah penduduk hampir miskin terus bertambah secara konsisten. Pada 2009 jumlah penduduk hampir miskin berjumlah 20,66 juta jiwa atau sikitar 8,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada 2010, jumlahnya bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,88 persen dari total penduduk Indonesia. Menurut BPS, ukuran hampir miskin adalah 1,2 kali dari garis kemiskinan. Jika garis kemiskinan Maret 2011 adalah pengeluaran Rp 233.740 per kapita per bulan, maka yang masyarakat hampir miskin ini pengeluaran per kapita per bulannya di bawah Rp 280.488 atau masih dibawah Rp 10.000 per hari. Padahal pada 2010 saja, perhitungan garis kemiskinan di Filipina sudah menggunakan ukuran 1,5 dolar AS per kapita per hari. Sementara Malaysia dan Thailand 2,5 dolar AS per kapita per hari. Standar Bank Dunia sendiri berada pada angka 2 dolar AS per kapita per hari. Saat itu ukuran di Indonesia masih 0,75 dolar AS per kapita per hari. Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi menilai, tingginya kesenjangan ekonomi di Indonesia terjadi karena tidak berjalannya trickle down effect (efek menetes ke bawah). Menurut dia, hal itu terjadi karena adanya persoalan dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan perekonomian yang dilakukan pemerintah (sumber : pikiran rakyat online).

Indonesia, negara tercinta ini, adalah negara yang subur dan kaya akan bahan tambang maupun rempah-rempahnya. Tetapi kemanakah itu semua?? Apakah pernyataan di atas hanya ungkapan belaka yang diajarkan kepada anak-anak kita yang masih duduk di bangku SD??? Kemiskinan yang melanda di negara ini, hanya dipandang sebelah mata oleh para pejabat kita. Janji-janji yang mereka katakan hanya menjadi sebuah bumbu saja ketika kampanye. Dari pada mengobral janji, lebih baik mereka memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kemakmuran hidup para kawulo alit.

Tidak perlu jauh-jauh untuk memikirkan bagaimana cara mengentaskan nasib mereka. Tidak perlu membuang-buang uang negara jika akhirnya hanya habis dikorupsi. Tapi dengan sedikit langkah saja yang diniati dan dilakukan dengan baik, maka akan sangat membantu bagi diri para kawulo alit bahkan bisa berguna bagi negara kita ini.

Bayangkan saja, semisal semua pejabat pemerintahan kita ini, dimulai dari presiden, menteri-menteri, DPR, MPR, bahkan sampai tingkat kecamatan atau yang lebih rendah lagi menyisihkan penghasilan mereka setiap bulannya sebanyak Rp 50.000 (katakanlah segitu) sudah berapa puluh juta bahkan berapa ratus juta yang terkumpulkan?? Dari hasil itu tidak perlu disumbangkan langsung ke mereka, para kawulo alit, dalam bentuk uang, tetapi buatkanlah suatu yayasan yang mengembangkan bakat mereka. Di yayasan tersebut mereka diberikan pendidikan, dibina skill mereka, dan dipupuk mentalnya, agar uang yang terkumpul tidak habis sia-sia, tetapi bisa meningkatkan SDM mereka. Dana untuk mengelola pun tak perlu sussa-susah dicari, tapi tetap diambil dari dana yang terkumpulkan itu. Dengan begitu mereka bisa mengais rejeki mereka sendiri dengan bekal pendidikan yang mereka dapat.

Jika program seperti ini digalakkan, apa jadinya negara tercinta ini 10 tahun mendatang?? Pastinya akan terjadi perubahan yang sangat dinantikan. Kalau perlu tidak dari pejabat saja, namun dari instansi pemerintah lain, PNS bahkan para pengusaha dan para selebritis juga ikut andil dalam hal ini. Dari sejumlah uang yang sedikit, tetapi jika dikumpulkan dari beberapa komponen yang disebutkan tadi, maka akan terkumpul jumlah yang sangat mengagumkan. Tidak perlu hal semacam ini dianggarkan melalui dana APBN atau APBD, karena jika mereka-mereka punya niat yang betul-betul tulus untuk menolong mereka, pastinya mereka tidak akan keberatan untuk menyisihkan sedikit dari penghasilan mereka. Tapi entah apa yang ada dalam benak mereka, rasa keegoisan yang tinggi atau sesuatu yang tidak kita ketahui menutup mata hati mereka.

Dalam islam sendiri diajarkan bagaimana pentingnya bersedekah. Apa saja keutamaannya, yang terpenting harta kita tidak akan berkurang jika digunakan untuk bersedekah, namun sebaliknya harta kita akan semakin bertambah. Nabi sendiri mengajarkan kepada kita bagaimana kita memperlakukan para kawulo alit, bagaimana cara kita untuk menjadi pemimpin yang baik. Kalau bukan kepada beliau, kepada siapa lagi kita akan menganut???? Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan tentang hal-hal tersebut. Buat apa kita memakai baju yang harganya sampai ratusan ribu, tetapi ada tetangga kita yang kelaparan??? Apakah seperti itu yang diajarkan oleh Nabi??? Nabi juga telah mengajarkan untuk hidup saling berbagi dan tolong-menolong. Semoga para pejabat kita dibukakan hatinya dan beri petunjuk oleh Allah Ta’ala sehingga mereka dapat mengentaskan nasib para kawulo alit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun